chapter review 1: Berlinguistik dengan Literasi




1st  Chapter Review
Berlinguistik dengan Literasi
(By : Eva Khodijah)
hati dan pikiran bergejolak saat sadar akan minimnya masyarakat dengan budaya LITERASI. Sebuah informasi dan fakta-fakta terkuak rapih pada halaman-halaman buku Dr. A. Chaedar Alwasilah yang berjudul ‘Rekayasa Literasi’. Lembaran-lembaran ini begitu menyadarkan pembaca dari hal-hal yang tidak mereka sadari menjadi hal yang ingin mereka capai. Literasi, itulah hal yang harus kita perbaiki. Menurut Pak Chaedar, literasi di Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, beliau mengkupas habis sebuah misteri di balik literasi dalam bukunya “Rekayasa Literasi.”

Literasi memang terkait dengan bidang bahasa. Namun, setiap masyarakat harus mengetahui dan dapat berliterasi walaupun dia bukan ahli bahasa. Dilihat dari definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (7th edition Oxford Advanced lerane’s Dictionary, 2005 : 898). Namun, saat ini definisi literasi sangat berkembang dan berevolusi. Literasi bukan hanya menulis dan membaca tetapi terkait pula dengan budaya dan aspek yang lainnya.
Menurut Pak Chaedar, istilah literasi ini belum terlalu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Mereka tidak memperdulikan apa itu literasi. Mereka hanya mengetahui educate dan istilah membaca atau menulis. Mereka pun tidak peduli terhadap kualitas berbahasa di negara kita. Mereka hanya mementingkan membaca dan menulis sebagai pilar utama dalam education, tetapi tidak mengeksplorasi bacaan dan tulisannya. Sebenarya, literasi bukan sekedar membaca dan menulis. Literasi dapat mencakup seluruh elemen-elemen kehidupan.
Indonesia memang kaya akan alam dan budayanya. Namun perlu kita ingat bahwa bangsa yang maju tidak bisa dibangun dengan hanya mengandalkan kekayaan alam yang melimpah ataupun pengelolaan negara yang baik, tetapi peradaban tulisan atau penguasaan literasi yang dapat menjembatani peradaban dari generasi ke generasi barunya. Walaupun Indonesia kaya akan alamnya,  jika masyarakatnya tidak bisa berliterasi maka kekuasaan kita pun akan sangat mudah diganggu dan dihancurkan oleh negara lain seperti penjajahan di abad silam. Selain itu, kita juga akan jauh tertinggal dengan peradaban negeri mereka dan tidak bisa go internasional.
Jika kita melihat dari sumber utama umat Islam pun yaitu al-Qur’an, telah terkandung di dalamnya literasi yang begitu indah dan tidak terkalahkan dibanding sastra apapun. Ayat-ayat itu sangat indah dan diciptakan langsung dari Yang Maha Kuasa, Allah. Para ahli syair dan sastra Arab pula sangat tercengang dan mengagumi indahnya gaya bahasa al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an juga terkandung ilmu literasi yang mewajibkan kita untuk membaca dan berilmu lainnya untuk meningkatkan peradaban kita. Tidak ada orang yang mampu menyamai indahnya al-Qur’an. Namun, dengan banyaknya masyarakat muslim di Indonesia, diharapkan masyarakat berkiblat pada al-Qur’an yang indah ini.
Sebagai umat muuslim, kita harus sadar bahwa pendidikan literasai telah ada di dalam  al-Qur’an. Seperti wahyu pertama yang Allah turunkan adalah “baca!” yakni ayat pertama Surat al-Alaq. Dalam surat al-Alaq juga diperintakan, membaca dan menulislah kalian umat Islam, peradaban milik kalian. Dalam ayat yang lain, “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tuliskan.” Menulis juga bagian dari iman, begitu pula dalam membaca. Seperti yang tertera dalam hadits riwayat Ahmad dan ditegaskan Ibnu Taimiyah dalam sebuah Fatawa, “Makhluk pertama yang diciptakan-Nya ialah pena, lalu dia berfirman, “Tulislah! Tanya pena, “Apa yang kutulis, wahai Rabb?” Tulislah segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluk-Ku sejak awal zaman hingga akhir waktu. Begitu pula yang disampaikan Imam Syafi’i :”Ilmu adalah bintang buruan, dan pena yang menuliskan adalah ikatannya.”
Demikian pun ilmu yang diajarkan Nabi dam as hingga ia dapat unggul atas malaikat yang diperintahkan bersujud padanya adalah bahasa ; adalah kosa kata; adalah nama-nama (Qs. al-Baqarah  [2] ayat 31). Bagaimanakah dengan literasi yang sekarang? Sebenarnya apakah literasi itu? lantas bagaimana pula literasi yang terjadi di Indonesia ini? Semua terkuak pada buku A. Chaedar “Rekayasa Literasi”
Literasasi memiliki kajian-kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh (7) dimensi yang saling terkait. Dimensi itu sebagai berikut :
1.      Dimensi geografis
2.      Dimensi bidang
3.      Dimensi keterampilan
4.      Dimensi fungsi
5.      Dimensi media
6.      Dimensi jumlah
7.      Dimensi bahasa
Pertama, dimensi geografis. Dimensi ini meliputi unsur lokal, nasional, regional, dan internasional. Tingkat geografis mendorong orangnya untuk berliterasi sesuai dengan tingkat sosialnya. Contohnya, diplomat akan lebih tertantang memiliki literasi internasional dari pada bupati.
Kedua, dimensi bidang. Dimensi ini meliputi unsur pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, miliiter, dan sebagainya. Bidang-bidang ini menentukan dan mempengaruhi orang dalam kualitas literasinya. Contohnya  orang yang menyukai film  memilik literasi lebih tinggi dari pada orang yang menyukai sinetron.
Ketiga, dimensi keterampilan. Dimensi ini meliputi unsur membaca, menulis, menghitung, ataupun berbicara. Orang yang memiliki literasi tinggi bukan hanya bisa membaca, kemampuan memahami, menganalisa, menghitung menjadi suatu keterampilan yang mempengaruhi kualitas literasi seseorang. Dalam Islam pun telah ditegaskan “Iqro” begitu juga dengan keterampilan yang lainnya.
Keempat, dimensi fungsi. Dimensi ini meliputi unsur memecahkan masalah (problem solving), mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri, dan sebagainya. Orang yang literat dan memiliki wawasan yang luas maka ia akan dengan mudahnya menghadapi masalah, mencapai tujuan, mengeksplorasi diri, dan sebagainya.
Kelima, dimensi media. Dimensi ini meliputi teks, cetak, visual, digital, dan sebagainya. Sekarang ini sudah zamannya ala ‘Ditigal’, orang yang memiliki keterampilan browsing, blogging, menguasai Ms. Office tentunya akan lebih berliterasi dibandingkan orang yang gaptek (gagap teknologi). Hal itu karena orang yang gaptek akan tertinggal informasi dan trand topic masa kini.
Keenam, dimensi jumlah. Dimensi ini meliputi satu, dua, beberapa. Contohnya, orang yang mampu berbahasa lebih dari dua maka ia akan lebih mudah berkomunikasi dan berinteraksi di tempat manapun terlebih yang dikuasainya itu bahasa internasional.
Ketujuh, dimensi bahasa. Dimensi ini meliputi etnis, lokal, nasional, regional, internasional, dan sebagainya. Contohnya, orang jawa sekaligus mahasiswa jurusan Bahasa Inggris, termasuk orang yang multilingual dalam bahasa Jawa, Indonesia, dn Inggris

Sepuluh (10) gagasan kunci ihwal literasi :


 










Kesepuluh gagasan tersebut di atas akan menunjukkan sebuah perubahan paradgma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
Kesepuluh gagasan ini menjadi awal dibukanya jendela dunia melalui literasi yang menerobos ke segala aspek. Jika kita ingin berliterasi dengan quality yang tidak sembarang, kita pun harus melekat pada aspek-aspek kehidupan, terlibat dalam sosial, masalah global, dan sebagainya.
Selain itu, tujuh prinsip yang kita miliki diantaranya: pertama, Literasi adalah kecakapan hidup. Kedua, literasi mencakup kemampuan yang reseptif dan produktif. Ketiga, literasi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Literasi dinobatkan sebagai salah satu kemampuan lain di dalam problem solving. Keempat, literasi adalah penguasaan dan apresiasi budaya. Literasi dapat mengeksplorasi suatu budaya di dalamnya. Kelima, literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Seperti dalam menulis itu bukan sekedar kutipan, namun suatu refleksi diri yang penuh makna. Keenam, literasi adalah hasil kolaborasi. Penulis dan pembaca berkolaborasi dalam suatu tulisan. Penulis akan sharing kepada pembaca, bukan teaching.  Penulis pun akan menyajikan tulisan yang matang dan sehat sehingga pembaca akan mendapatkan gizi dari tulisan mereka. Ketujuh, literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Penulis memaknai alam semesta dan pengalaman subjektifnya melalui kata-kata kemudian pembaca memaknai interpretasi penulis.
Literasi Indonesia di Mata Dunia
Indonesia memiliki lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai detektif literasi Indonesia diantaranya adalah PIRLS (Progsess in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional tentang literasi membaca. PISA (Programme for International) yaitu studi internasional tentang literasi membaca. Matematika, dan sains.
This is the fact from PIRLS !
Hasil studi menunjukkann hasil skor rata-rata yang diperoleh siswa Indonesia adalah 405 atau berada di bawah skor rata-rata siswa internasional sebesar 500, dengan standar devisiasi.
The Big Five from PIRLS
1.      Rusia : 565
2.      Hongkong : 564
3.      Alberta Kanada : 560
4.      Singapura : 558
5.      B. Kanada : 558

The Rank from PISA (2006)
1.      Korsel : 556
2.      Finlandia : 547
3.      Hongkong : 536
4.      Kanada : 527
5.      Selandia Baru  : 521
Kett :
Posisi ranking PISA Indonesia berada di posisi ke-48 dengan skor 393, namun itu juga terjadi dii tahun 2000-2003.
Melihat fakta-fakta literasi Indonesia di mata dunia tersebut, pastinya membuat mata dn hati ini terbelakak. Sebegitu jauhkah rangking literasi kita di mata dunia? Sebenarnya rapot-rapot merah itu masih banyak lagi. Namun, cobalah untuk mendatangkan hal-hal yang positif dan meminimalisir hal yang negatif. Dua, tiga fakta tersebut sudah cukup membuat kita sadar akan literasi kita. Yang harus kita lakukan adalah bagaimana memecahkan sebuah masalah ini dan bagaimana agar bangsa kita mampu mencapai puncaknya. Harapan tidak akan musnah. Indonesia bisa saja berada di puncak literasi jika warganya mampu mengubah mind set.
Sebagai mahasiswa bahasa, kita harus berlinguistik dengan literasi. Tunjukkan bahwa anak bahasa bukan sekedar mampu bercakap tetapi kita mampu memiliki kualitas yang tinggi seperti, menulis, menganalisa, observasi, menghitung, dan sebagainya.

Dimensi Literasi Membaca dan Menulis


 










Pertama, pengetahuan kebahasaan (text). Dimensi ini lebih ke arah struktur, cara penulisan, dan ragam sebuah bahasa.
Kedua, pengetahuan kognitif (mind). Hal ini berarti literasi memerlukan sebuah keterampilan yang berasal dari pikiran.
Ketiga, pengetahuan perkembangan (growth). Hal ini berpusat pada suatu proses literasi di mana pengetahuan diperoleh secara berangsur-angsur.
Keempat, pengetahuan sosiokultural. Hal ini berfokus pada suatu kelompok. Literasi mengajarkan sebuah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
Keempat dimensi ini berkesinambungan dan akan membentuk sebuah literasi membaca dan menulis yang tidak sembarang. Goal yang ingin dicapai seorang dalam berliterasi adalah menjadi manusia yang secara fungsional mampu baca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap SASTRA.
Paradigma mengenai literasi berevolusi dengan silih bergantinya waktu. Seperti halnya dahulu, bahasa adalah sistem struktur yang mandiri. Namun, kini bahasa adalah fenomena sosial. Perubahan sudut pandang membawa sejumlah konsekuensi pada metode pengajaran seorang guru. Setidaknya, seorang guru akan lebih mementingkan kualitas dari pada kuantitas.
Indonesia adalah negara yang kaya akan etnis dan budayanya. Alangkah indahnya jika budaya ini kita angkat dengan literasi yang tinggi. Eksplorkan budaya ini dengan berlinguistik di ranah literasi, dan bukan berita-berita rangking kecil itu lagi yang muncul di papan informasi kita. Sebagai bangsa yang kaya akan BAHASA dan BUDAYA, kembangkanlah milik kita ini dengan berlinguistik dengan literasi sampai ke zona internasional.
Kinilah saatnya masyarakat Indonesia untuk merombak gaya nalarnya. Kualitas tidak akan menjamin kuantitas. Namun, tunjukkan pada dunia bahwa kuantitas (keluasan) Indonesia akan menunjukkan kualitas yang besar pula, bahkan lebih. Kita akan malu jika literasi kita rendah karena negara kita yang begitu luas, banyak penduduknya, kaya akan alam, budaya, dan lain-laian. Berlinguistiklah dengan literasi kita demi kehormatan bangsa.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment