chapter review 1: Menyelami Budaya Literasi






1st  Chapter Review


 Menyelami Budaya Literasi


(by: Dewi Patah Andi Putri)

Kali ini literasi sangat hangat diperbincangkan.  Secara definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis.  Kirsch dan Jungeblut dalam buku literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk menggembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat.  (Suherlicentre.blogspot.com)

Namun dalam konteks persekolahan di Indonesia sering memakai istilah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahas (Setiadi : 2010).  Dahulu pembekuan pendidikan dasar cukup dengan membaca dan menulis, namun untuk sekarang tidak demikian karena literasi adalah praktik cultural yang berhubungan dengan persoalan social
Sekarang ini, generasi literat mutlak dibutuhkan agar bangsa kita bias bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa lain.  Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop out sekolah, kemiskinan dan pengngguran.  Ketiga criteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya indeks pembangunan manusia.  Menciptakan generasi literat merupakan jembatan menuju masyarakat makmur dan peduli.  (definisi literasi sains)
Terdapat 7 generasi literasi:
Ø  Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional dan interpersonal)
 Literasi disini bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosialnya.
Ø  Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb)
 Literasi bangsa tampak dalam dimensi bidang.  Tingkat dan efesiensi dalam kecanggihan teknologi informasi yang digunakan, serta dalam pendidikan juga.
Ø  Dimensi keterampilan (membaca, menulis, berhitung dan berbicara)
Literasi seseorang terlihat ketika membaca, menulis, menghitung dan berbicara.  Semua sarjana bias membaca, namun tidak semua sarjana bias menulis.  Lalu penulisan pun bergantung pada pemahaman dan itu juga akan tampak ketika berbicara.  Namun seseorang sarjana yang baik juga harus mempunyai kemampuan nomerasi (ketarampilan mengitung).
Ø  Dimensi Fungai (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri,dsb).
 Orang yang berliterat karena pendidikannya, memiliki kemampuan untuk mencapai hidupnya, serta memproduksi ilmu pengetahan.
Ø  Dimensi Media (text,  cetak, visual, digital)
Untuk menjadi seseorang yang literat di zaman sekarang, tidak cukup megandalkan membaca dan menulis text alphabet, tetapi juga membaca dan menlis text visual dan digital.  Dalam point ini, penguasaan IT sangatlah penting.
Ø  Dimensi Jumlah (satu, dua, berapa)
Makna dimensi jumlah disini lebih merujuk pada literasi bahasa, media, dsb.  Orang berliterat harus mampu berinteraksi dalam berbagai situasi, misalnya, dia menguasai tidak hanya satu bahsa.
Ø  Dimensi Bahasa (etnis, local, nasional, regional, interpersonal)
Dalam hal ini kita harus bias berlitersai dengan bahasa.  Misalnya ada seorang mahasiswa bahasa inggris dan dia berasal dari sunda, maka walaupun ia pandai menggunakan bahasa inggris dan bahasa Indonesia dia juga harus pandai berbasa sunda karena itu akan menunujukan literat dalam bahasanya.
Kunci literasi yang menunjukan perubahan paradigma literasi sesuai perkembangan zaman.
Ø  Ketertiban Lembaga-lembaga Sosial
 Lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat seperti RT, RW kepala desa ini merupakan mesin birokrasi untuk menjamin ketertiban sosial.
Ø  Tingkat Kefasifan Relatif
Kefasihan dalam berbahasa akan menunjukan tingginya literasi kita.
Ø  Pengembangan Potensi Diri dan Pengetahuan
Dengan literasi, kita bias mengeksplor kemampuan kita.  Untuk mahasiswa, ketinggian literasi akan tampak ketika dennagn adanya tulisan yang mana bertujuan untuk memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
Ø  Standar Dunia
Dalam persaingan global sekarang ini, rujuk mutu dikembangkan ketingkat internasional sehingga tingkat literasi suatu bangsa mudah dibandingkan denan bangsa lain.
Ø  Warga Masyarakat Demokratis
Pendidikan mestinya memproduksi manusia yang berliterat, dalam hal ini pendidikan literasi mendukung terciptanya masyarakat yang demokrasi. 
Ø  Keragaman Lokal
Manusia literat sadar mengenai keragaman bahasa dan budaya local atau cerlang budaya (Ayatrohaedi: 1986); manusia local membangun literasi dalam konteks lokalnya.  Dengan demikian, semakin berwawasan global, semakin sensitif  dan antisipatif dia terhadap keragaman lokal.
Ø  Hubungan Global
Sebagai dampak teknologi komunikasi, kini semua orang adalah warga dunia, dan kita bersaing ditingkat dunia.  Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaan teknologi informasi (ICT literacy) dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
Ø  Kewarganegaraan yang Efektif
Literasi membakeli manusia untuk menjadi warga negara yang efektif, warna negara yang mampu mengubah diri, memanggil potensi diri, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
Ø  Bahasa Inggris ragam dunia
Hubungan dan jejaring global memerlukan bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak.  Bahasa inggris kini dipelajari oleh seluruh dunia.
Ø  Kemampuan Berfikir Kritis
Dalam literasi bukan hanya mencakup tentang membaca dan menulis, namun kita juga dituntut untuk berfikir kritis.
Ø  Masyarakat Semiotik
Semiotik merupakan ilmu tentang tanda, sedangkan budaya merupakan system tentang tanda dan untuk memaknai tanda, manusia harus menguasai literasi semiotik.
7 Prinsip Literasi:
Ø  Litearsi adalah kecakapan hidup.
Ø  Literasi mencangkup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis dan maupun secara lisan.
Ø  Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
Ø  Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
Ø  Literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
Ø  Literasi adalah hasil kolaborasi
Ø  Literasi adalah kehiatan untuk melakukan interpretasi.
Rapor Merah Literasi Anak Negeri
Sejak 1999 Indonesi ikut dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (progress in International Reading Literacy Study), PISA ( Program for International Assessment), dan TIMSS (the Third International Mathematics and science Study) untuk mengukur literasi membaca, matematika dan ilmu pengetahuan alam.  Berikut adalah temuannya:
Skor prestasi membaca di Indonesia dibawa rata-rata Negara peserta.  Di Indonesia hanya tercatat 2% siswa yang berprestasi membacanya kedalam kategori sangat tinggi, 19% masuk dalam kategori menengah, dan 55% masuk kedalam kategori rendah.
Tercatat 44% orang tua di Indonesia yang dibandingkan dengan skot landia 85% termasuk kedalam easly home literacy activities, yaitu membaca buku, bercerita, menyanyi, bermain huruf, dll.
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa-siswa Negara lain.  Literasi siswa kita belum berkompeten.  Manusia yang berliterat merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi untuk membangun bangsa.  Pendidikan literasi adalah investasi jangka panjang meningkatkan kualitas Negara dan menjamin kehidupan ekonomi lebih baik.  (Wagner, 1999 dan Barthon dalam Setiadi, 2010)
Penelitian setiadi (2010), misalnya menemukan kenyataan sebagai berikut:
Ø  Dalam pembelajaran membaca dan menulis, para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket untuk materi ajar dan metedologi pengajarannya.
Ø  Pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim diperlakukan oleh para guru.
Ø  Walaupun kualifikasi akademik para guru sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas.  Mereka memerlukan pelatihan tambahan untuk meningkatkan unjuk kerja mereka.
Orang berliterat yaitu orang yang mendidik dan berbudaya.  Lalu sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal adalah situs pertama untuk membangun literasi yang pada umumnya sokong oleh pemerintah dengan dana public dan dengan demikian menjadi program uji pemerintah.
Kern (2000: 38) menyebutkan tiga dimensi yaitu dimensi linguistic, sosiokultural dan kognitif/metakognitif.  Dengan demikian rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dengan keempat literasi tersebut.  Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa:
Dimensi pengetahuan dan kebahasaan (fokus pada text).  Membaca dan menulis itu membutuhkan : makna dari sistem bahasa seprti text, morfologi, sistaksis, dsb.  Kemudian perbedaan antara lisan dan tulis.
Dimensi pengetahuan kognitif (fokus pada minda).  Dalam membaca dan menulis itu membutuhkan pengetahuan dan keterampilan : aktif, selektif dan konstruktif saat membaca dan menulis, memanfaatkan pengetahan yang ada, dsb.  Makna dari literasi disini yaitu membangun semua keterampilan itu.
Pengetahuan Perkembangan (fokus pada pertumbuhan).  Menjadi literat itu adalah ‘proses’ menajdi penguasa ilmu pengetahuan.
Pengetahuan Sosiokultural (focus pada kelompok).  Membaca dan menulis itu membutuhkan beberapa pengetahuan seperti: tujuan dan pola literasi yang beragam sesuai dengan daerah, lembaga, etnis, agama, dsb.  Makna literasi disini yaitu mengajarkan sejumlah tekstuak dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
Dengan demikian literasi diajarkan bergantung pada paradigm literasi itu sendiri.  Ada asumsi dikalangan pendidikan dan bahasa yang menganggap tidak perlu mengandalkan sastra asing disekolah karena terlalu sulit.  Ini mengundang pertanyaan adalah selama in pengajaran bahasa tidak berliterasi?
Sementara itu, kuriklum dalam pembelajaran bahasa asing pada tingkat dasar bersifat text centric dan lebih focus pada ketepatan dan konvensi bahasa seperti ejaan, tulisan, dsb.  Sedangkan pada kurikulum tingkat tinggi seperti mahasiswa terdapat berapa komponen seperti muatan kultural, muatan kognitif dan muatan reproduksi.
So, inti dari pengajaran literasi yaitu menjadikan seseorang secara fungsional mampu membaca dan menulis terdidik, cerdas dan menunjukan apresiasi terhadap sastra.  Literasi membantu kita memahami dunia.  Hal ini juga memahami dari kita sendiri dan mengungkapkan identitas kita, ide-ide kita dan budaya kita.  Dengan kata lain literasi berarti melek teknologi, politik, berfikiran kritis, dan peka terhadap lingkuangan sekitar.  Seseorang baru bias dikatakan literat jika ia sudah bias memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman  bacanya.  (kampus.okezone.com)
Terbentuknya generasi yang literat merupakan sebuah keniscayaan, agar bangsa kita bias bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dengan bangsa lain.  Menurut Seto Mulyadi (Anninda online, selasa 30 juni 2009)kesadaran literasi itu penting untuk ditumbuh kembangkan.  Karena bisa membuat anak-anak menjadi cerdas dalam melihat masalah dalam kehidupannya.
Menurut Taylor, menumbuh kembangkan kemampuan literasi pada anak merupakan persoalan yang cukup kompleks.  Karena berhubungan dengan sejumlah faktor, seperti status sosial, ekonomi, bahasa serta faktor-faktor budaya lainnya.  Oleh karena itu menurut taylor, perhatian pendidikan program literasi, seharusnya tidak hanya bertumpu pada pendidikan formal saja tetapi juga harus melibatkan pendidikan keluarga.
Selama ini pendidikan di Indonesia cenderung berhasil memproduksi manusia yang terdidik tetapi pada umumnya kurang mengapresiasi terhadap sastra.  Dalam garis besarnya ada tiga paradigm pembelajaran literasi, yaitu : decoding, skill dan whole language (Kucer 2000
Conclusion:
Pada literasi, tidak hanya cukup pada membaca dan menulis.  Karena merupakan praktik kultura yang berhubungan dengan persoalan sosial dan politik.  So, dengan literasi kita bisa berbicara dengan segala pemahaman.  Disamping itu juga kita akan terlihat berliterat apabila kita mempunyai kemampuan numerasi (kemampuan dalam menghitung) 
         

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment