Chapter Review: BISAKAH LITERASI SEBAGAI MAKANAN POKOK?



BISAKAH LITERASI SEBAGAI MAKANAN POKOK?
Atiyah

            Definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis dalam konteks persekolahan Indonesia. istilah literasi jarang dipakai, istilah yang sering digunakan adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa ( Setiadi : 2010)
            Pada masa silam membaca dan menulis dianggap cukup sebagai pendidikan dasar (pendidikan umum) untuk membekali manusia kemampuan menghadapi tantangan zamannya. Dapat dipahami jika literasi kadang diartikan sebagai educated. Para pakar pendidikan dunia berpaling ke definisi baru yang menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya.
Kini ada ungkapan literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, litersi IPA, dan lain sebagainya. Atas tantangan  zaman seperti di atas Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
1.       Memahami kode dalam teks (breaking the codes of text)
2.       Terlibat dalam memaknai teks (participating in the meanings of teks)
3.       Menggunakan teks secara fungsional (using text functionally)
4.       Melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis (critically analyzing and transforming text)
Makna dan literasi semakin meluas dan kompleks. Sementara itu, rujukan linguistic dan sastra relative konstan, dalam hal objek study budaya yang berfokus pada hubungan-hubungan antara variable social dan maknanya atau lebih tepatnya bagaimana devisi-devisi social dibermaknakan (O’sulivan, 1994 : 7)
Literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa dan kini merupakan kajian lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling terkait yaitu :
1.       Dimensi geografis (local,s nasional, regional, dan internasional)
2.       Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, dan militer)
3.       Dimensi keterampilan ( membaca, menulis, menghitung, dan berbicara)
4.       Dimensi fungsi ( memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan)
5.       Dimensi media (teks, cetak, visual, dan digital)
6.       Dimensi jumlah (satu, dua, dan beberapa)
7.       Dimensi bahasa ( etnis, local, nasional, dan internasional)
Adapun 10 gagasan kunci ihwal literasi yang menunjukkan perubahan paradigm literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang yaitu :
ü  Ketertiban lembaga-lembaga social
ü  Tingkat kefasihan relative
ü  Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
ü  Standar dunia
ü  Warga masyarakat demokratissss
ü  Keragaman local
ü  Hubungan globals
ü  Kewarganegaraan yang efektif
ü  Bahasa inggris ragam dunia
ü  Kemampuan berfikir kritis
ü  Masyarakat semionar
Semiotic adalah ilmu tentang tanda termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode struktur, dan komunikasi. Budaya adalah system tanda dan untuk memaknai tanda manusia harus menguasai leterasi semiotic. Dalam upaya mengkaji budaya, para ahli menggunakan istilah sistaksis, semantic, dan pragmatic. Sintaksis budaya adalah mengkaji cara aspek-aspek budaya saling terkait dalam system budaya. Semantic budaya adalah mengkaji hubungan antara tanda pengirim dan penerima.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 fase kunci literasi, pendidikan bahasa berbasis literasi seyogianya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut:
1.       Literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.       Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
3.       Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4.       Literasi adalah refleksi penguasaan dan apersepsiasi budaya.
5.       Literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
6.       Literasi adalah hasil kolaborasi.
7.       Literasi adalah kegiatan melakukan interprotasi.
Implentasi
            Orang literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju kependidikan dan pembudayaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, adalah situs pertama untuk membangun literasi yang pada umumnya disokong oleh pemerintah dengan menggunakan dan public.
            Oleh karena itu, wajar jika proses dan hasil pembelajaraan bahasa di sekolah sering dijadikan rujukan dalam upaya mengukur tingkat literasi. Seperti yang telah dipaparkan oleh Prof. Chaedar tentang rekayasa literasi yang dimana literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Vedangkan saat ini banyak sekali macam-macamnya, seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu literasi IPA, literasi matematika, dan lain sebagainya.
            Seperti halnya di Indonesia begitu banyak sejarah-sejarah yang didalamnya, tetapi Indonesia dalam tingkat rendah dari Negara-negara lainnya dalam budaya literasinya, yang dimana Negara-negara lain memdapatkan nilai lebih tinggi dari Indonesia. nilai prestasi membaca di Indonesia adalah 407 (untuk semua siswa) sedangkan nilai tertinggi membaca yaitu oleh Negara Rusia dengan nilai 565.
            Kenapa bisa demikian? Sedangkan Indonesia memiliki banyak penduduk dan mempunyai sumber daya yang kaya dan mempunyai banyak pulau. Ketika pendidikan mempunyai kualitas yang tinggi maka hasilnya pun akan berkualitas tinggi. Sungguh memprihatinkan Indonesia saat ini. Literasi Indonesia sangat tertinggal jauh dari Negara-negara lain. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Prof. Chaedar literasi Indonesia secara turun temurun wacana pembelajaran terfokus pada empat keterampilan bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, dan selama pembelajaraan tidak mengajarkan literasi.
            Banyak para pelajar merasakan bahwa literasi di Indonesia sangat tertinggal jauh, tetapi walau demikian tidak banyak para pelajar memikirkan hal itu. Karena dari para pendidikpun tidak terlalu menggebu-gebu untuk mengajarkan literasi tersebut. Padahal Prof. Chaedar mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia secara fungsional mampu berbaca tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Pendidikan di Indonesia relative berhasil memproduksi manusia terdidik tetapi pada umumnya orang Indonesia kurang memiliki aprisiasi terhadap sastra khususnya dan yang umumnya terhadap humaniora. Yang dimana masyarakat Indonesia kurang dalam menulis dan membaca.
            Karena masyarakat Indonesia lebih banyak membaca disbanding menulis. Akan tetapi tidak banyak masyarakat Indonesia pembaca, karena dimana keturunannya ketika masih kecil kemudian orang tuanya lebih sering memberikan buku atau tidak. Sedangkan era sekarangpun banyak masyarakat Indonesia yang jarang untuk membaca apalagi menulis. Belajar membaca dan menulis harus dilatih semenjak kecil.
            Paradigma pengajaran literasi yang dimana tadinya bahasa adalah system struktur yang mandiri menjadi bahasa adalah fenomena social. Mengajarkan norma-norma persepektif dalam bahasa menjadi perhatian pada variasi register dan gaya ujaran.
Kesimpulannya adalah setelah apa yang sudah say abaca, literasi di Indonesia sangat tertinggal jauh dari Negara-negara lain, akan tetapi Indonesia bisa sedikit maju dalam literasinya jika para pendidik mampu mengajarkan literasi tersebut. Sehingga dapat menjadikan membaca dan menulis adalah salah satu makanan pokoknya.

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment