Pembenahan Besar-besaran!
Oleh Apif Rahman Hakim
Secara umum, para ahli bahasa mengelompokan periodesasi
penggunaan metode dan pendekatan khususnya kepada sistem pengajaran bahasa
asing yang dikelompokan ke dalam 5 kelompok besar yaitu sebagai berikut.
Topik
|
Metode
Pendekatan Bahasa Asing
|
||||||
No
|
Nama
|
Tahun
|
Penggunaan
|
Meliputi
|
Manfaat
|
Kelebihan
|
Kelemahan
|
1
|
Pendekatan Struktural
|
Perang Dunia ke-2
1939-1945
|
Focus pembelajarannya pada penggunaan Bahasa Tulis dan
penguasaan Dunia tata bahasa.
|
Penggunaan tata bahasa tradisonal
|
Melatih
siswa menggidentifikasikan jenis kata
|
Menganalisis kesalahan bahasa, sintaks, kalimat,
wawancara.
|
Tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan
social(bahasa pejabat, iklan dan lain-lain.
|
2
|
Pendekatan
Audiological
|
1940-1960
|
Fokus pada dialog-dialog pendek
|
Siswa akan beranalogi pada dialog saat berkomunikasi
secara spontan
|
Kurang member
Penguasaan bahasa tulis terabaikan
|
||
3
|
Pendekatan
Kongnitif
|
Chomsky 1957
|
Pembangkitan potensi berbahasa
|
Materi berorientasi kepada sintaks
|
Secara sintaks benar tapi secara
sosiolinguistik tidak fungsional
|
||
4
|
Pendekatan
Communicative
|
Hymes 1976, Widdowson 1978
|
Mampu berkomunikasi target
|
||||
5
|
Pendekatan
literasi/ genre-based
|
Kurikulum 2004
|
Pembelajaran dilakukan 4 tahap(1, pembangunan pengetahuan,
2, peyusunan model-model text, menyusun tet bareng-bareng 4, menciptakan
sendiri text
|
Menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks
komunikasi.
|
Definisi Literasi
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, dan di zaman dahulu membaca
dan menulis dianggap cukup sebagai pendidikan dasar yang harus dikuasai manusia
untuk bisa bertahan hidup di tengah masyarakat, namun pada hakikatnya literasi
itu adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Dalam arti literasi itu bukan sekedar membaca dan menulis melainkan keseluruhan
aspek kehidupan mana pun dilakukan sebagai dan berdasarkan literasi.
Dengan munculnya pernyataan di atas, maka para pakar pendidikan dunia
mendefinisikan suatu definisi baru terkait literasi. Ini menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan
pembelajarannya. Sehingga pada masa kini terlahir ungkapan literasi komputer,
literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Seiring berkembangnya
literasi dan perubahan zaman Freebody dan Luke mengungkap hakikat berliterasi
secara kritis dalam masyarakat demokratis dalam empat model literasi yang
diringkas dalam lima verba yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis,
dan mentransformasi teks. Kelima verba tersebut dapat diperinci ke dalam empat
peranan literasi sebagai berikut:
a.
Breaking the codes of texts (memahami kode dalam teks)
b.
Participating of the meaning of texts (terlibat dalam memaknai teks)
c.
Using texts functionally (menggunakan teks secara fungsional)
d.
Critically analyzing and transforming texts (melakukan analisis dan
mentransformasi teks secara kritis)
Tujuh Dimensi Literasi Yang Berkaitan Dengan Berbagai Disiplin Ilmu
1.
Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional dan internasional)
Literasi seseorang tergantung pada tingkat pendidikan dan jejarng sosial
dan vokasionalnya.
2.
Dimensi Bidang (pendidikan, komuniksi, militer dsb)
Dimensi ini bergantung pada kualitas di bidangnya masing-masing, semakin
tinggi kualitas di bidangnya maka semakin tinggi pula tingkat literasinya.
3.
Dimensi keterampilan (calistung dan berbicara)
Keterampilan seseorang bergantung pada gizi bacaan yang selanjutnya akan
tampak ketika ia berbicara dan bisa dituangkan pada sebuah tulisan, tidak lupa
pula numerasinya menjadiaspek pendukung keteranpilan tinggi seseorang.
4.
Dimensi Fungsi
Seseorang yang literat akan mampu menjadi orang yang mumpuni dalam dimensi
fungsi ini, yaitu dia akan bisa memecahkan persoalan, mudah mendapatkan
pekerjaan, dan memiliki potensi untuk mencapai tujuan hidupnya dan ia akan
gesit mengembangkan serta memproduksi ilmu pengetahuan.
5.
Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital)
Gaptek (gagap teknologi) pada zaman sekarang menyebabkan seseorang tidak
mendapat gelar literat. Tuntutan penguasaan IT (Information Technology) juga
harus dipenuhi, karena dunia maya saat ini menguasai kehidupan orang di dunia.
6.
Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa)
Literat juga menuntut pada dimensi jumlah, dicontohkan saja di sini jumlah
bahasa. Orang yang multiliterat juga orang yang multilingual, dia memiliki
kemampuan dalam komunikasi berbagai bahasa.
7.
Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Seperti yang telah dituliskan di dimensi sebelumnya multilingual berarti
juga multiliterat, dalam arti kita orang literat bisa berliterasi pada Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris dan juga Bahasa Ibu. Mengapa Bahasa Ibu? Karena jika
kita melupakannya maka kita adalah orang yang payah.
Sepuluh Gagasan Kunci Literasi
Mengikuti perubahan zaman, paradigma literasipun berubah menyesuaikan
dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Ukuran literasi ini berorientasi pada 10 gagasan kunci di bawah ini.
1.
Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Dalam arti penggunaan bahasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Seperti ontoh
munulnya bahasa birokrat atau bahasa politik di DPR.
2.
Tingkat kefasihan relatif
Tingkat kefasihan berbahasa diukur sebagaimana standar yang digunakan.
3.
Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi baca tulis adalah titik aman untuk setiap orang, karena dengan itu
seseorang dapat mengembangkan potensi dirinya.
4.
Standar dunia
Melihat persaingan global pada masa sekarang keliterasian dapat
dipersaingkan dengan batasan standar dunia, yang mana datanya dapat diperoleh
dari hasil evaluasi melalui PIRLS (Progress in International Reading Lteracy
Study) dan PISA (Program for International Student Assesment) juga TIMSS (The
Third International Mathematics and Science Study) untuk mengukur literasi
membaca, matematika dan IPA.
5.
Warga masyarakat demokratis
Warga negara yang demokratis akan menjunjung tinggi nilai demokrasi, untuk
bisa menjadikan masyarakat demokratis, maka harus mendukung program literasi
pendidikan yang mendukung terciptanya demokratisasi bangsa. Sementara itu, yang
menjadi salah satu pilar demokrasi adalah media maka pendidikan literasinya
harus berorientasi pada media massa.
6.
Keragaman lokal
Loal wisdom literacy, tercipta dari seorang literat lokal yang membangun
literasi dalam konteks lokalnya yang selanjutnya akan memasuki konteks
nasional, regional dan global.
7.
Hubungan global
Orang literasi mampu bersaing dalam kehidupan global, karena dengan
kecanggihan teknologi di masa sekarang, semua orang adalah warga dunia. Sebagai
buktinya kita sering mengalami culture shock akibat dari lonatan inovasi
teknologi.
8.
Kewarganegaraan yang efektif
Warga negara yang efektif lahir dari literasi. Keefektifan warga negara
dapat dilihat dari citizenship literacy (bagaimana ia mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai warga negara).
9.
Bahasa Inggris ragam dunia
Multiple englishes muncul dari keragaman bahasa lokal suatu negara,
banyaknya orang di dunia ini yang mempelajari Bahasa Inggris maka akan semakin
banyak pula Multiple englishes, karena hal ini merupakan efek dari lekatnya
bahasa lokal dan masuknya Bahasa Inggris sebagai bahasa dunia.
10.
Kemampuan berfikir kritis
Berbicara dan menulis adalah tindakan literasi dan merupakan keputusan
politik. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis agar
terasahnya penggunaan bahasa dengan kritis.
11.
Masyarakat semiotik
Budaya adalah sistem tanda, dan semiotik adalah tanda. Untuk bisa berbudaya
literasi maka kita harus menjadi praktisi semiotik yaitu seseorang yang
menggunakan praktek semiotik dalam berliterasi/berbudaya literasi.
Tujuh prinsip pendidikan bahasa berdasarkan literasi
1. Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia
berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat
2. Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana
secara tertulis maupun secara lisan
3. Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah
4. Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
5. Literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
6. Literasi adalah hasil kolaborasi
7. Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi
Implementasi dari Literasi Anak Negeri
Dari data yang ditemukan PISA dan PIRLS juga TIMSS bisa ditarik kesimpulan
bahwa tinggi rendahnya minat membaca siswa disebabkan oleh orang tua siswa itu
sendiri, orang tua yang lulusan universitas akan lebih meningkatan minat
membaca anak ketimbang orang tua yang lulusan SLTA atau yang lain di bawahnya.
Masih dalam temuan PISA tahun 2006 Inonesia menjadi urutan kedua terakhir
dalam kategori junlah (maha)siswa yang membaca. Jika dianalogikan bisa jadi
dikatakan seperti ini, orang-orang membacanya saja kurang apalagi menulis?
Inilah sebabnya di Indonesia hanya ada 6000 judul buku di setiap tahunnya,
apalagi jika dibandingkan dengan Amerika yang berada di posisi pertama dengan
90.000 judul buku setiap tahunnya. Inilah jawabannya mengapa Indonesia
dikatakan oleh Prof. Chaedar dengan sebutan “Bukan Bangsa Penulis”.
“Rekayasa Literasi” ini mengajak kita sebagai generasi penerus bangsa untuk
berliterasi, agar bisa mencapai tingkat negara yang tinggi akan literasi.
Negara maju adalah negara yang berliterasi tinggi, jadi jangan bermimpi kita
menjadi negara maju jika tingkat literasinya masih seperti ini.
“Rekayasa Literasi” berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam
empat dimensi bentuk pembelajaran. Pengajaran bahasa (language arts) yang baik
menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi ini secara
serempak, aktif dan terintegrasi. Dia menggunakan bahasa secara efektif dan
efesien.
Keempat dimensi membaca dan menulis itu adalah:
a.
Linguistik atau fokus teks
b.
Kognitif atau fokus minda
c.
Sosiokultural atau fokus kelompok, dan
d.
Perkembangan atau fokus pertumbuhan.
(Kucer, 2005:293-4)
Dari keempat dimensi di atas perlu bagi kita mengetahui penjabaran dari
semuanya karena itulah proses yang harus kita lalui dalam ber Rekayasa
Literasi. Keempat dimensi itu akan dijabarkan sebagai berikut:
· Dimensi Pengetahuan Kebahasaan
1. Sistem Bahasa
2. Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulisan
3. Ragam bahasa
· Dimensi Pengetahuan Kognitif
1.
Aktif, selektif dan konstruktif saat membaca dan menulis
2.
Memanfaatkan pengetahuan yang ada (skimata) untuk membangun makna
3.
Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna
· Dimensi Pengetahuan Perkembangan
1. Aktif dan konstruktif
2. Pemakai berbagai strategi dan proses mengonstruksi
3.
Pengamatan atas, dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih
fasih
4.
Bagaimana menggunakan dukungan dan mediasi dari pada pelaku literasi fasih
5.
Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung
kegiatan
6.
Bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan sistem
komunikasi alternatif
· Dimensi Pengetahuan Sosiokultural
1. Tujuan dan pola literasi yang seragam harus diketahui
2. Aturan dan norma
3. Fitur-fitur linguistik dari berbagai teks
4. Bagaimana menggunakan literasi untuk memproduksi, menggunakan,
mempertahankan dan mengontrol lembaga
5.
Bentuk-bentuk dan fungsi literasi tertentu yang bernilai tinggi
6.
Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelompok sosial dan lembaga
Kegiatan Literasi
Kegiatan literasi melibatkan keempat dimensi
bahasa. Orang berliterasi tinggi mampu memfungsikan simbol secara bernalar
dalam konteks sosial. Tingkat pendidikan mempengaruhi literasi namun kejadian
di Indonesia (kurang literasi) itu bisa jadi disebabkan oleh paradigma atau
pendidikan literasinya yang maksimal.
Pengajaran literasi itu tergantung pada paradigma tentang literasi itu sendiri. Pengajaran bahasa di
Indonesia lebih kepada empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca dan
menulis. Dalam pembelajarannya jarang disebutkan kata literasi hanya cenderung
kepada budaya dan sastra pun jarang diperkenalkan kepada siswa.
Berbicara tentang paradigma, ada 3 paradigma perihal pembelajaran literasi
yang mendahulukan pengenalan bagian-bagian dari literasi yaitu decoding yang
mendahulukan pengenalan bagian-bagian dari literasi atau bahasa yang selanjutnya
dapat diaplikasikan pada hubungan tulisan dengan makna, kemudian paradigma
skills yaitu siswa diajari terlebih dahulu bagaimana cara memaknai
bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosakata, dan yang ketiga yaitu
paradigma whole language yang mana pembelajaran ini cenderung menolak
pembelajaran yang meletakan fokus pada bagian atau serpihan bahasa, melainkan
paradigma ini fokus pada pembelajaran makna.
Kesimpulannya
adalah bahwa literasi di Indonesia
harusnya segera dibenahi, ditingkatkan dan diperbaiki karena literasi di
Indonesia sangatlah tertiggal jauh dengan literasi di negara lain. Oleh karena itu mulai dari yang terkecil
dengan membudayakan baca dan tulis sebagai kegiatan kita sehari-hari sangatlah
menbantu proses terbangunnnya literasi yang maju seperti negara-negara yang
telah berkembang di seberang sana.