chapter 1: Putaran Literasi




1st  Chapter Review
Putaran Literasi
(by: Fitria Dewi)
Masih berputar pada lingkaran literasi, mengapa kita harus berliterasi? Ada banyak sekali alasan mengapa kita perlu berliterasi, salah satunya adalah “orang yang berliterasi adalah orang yang berperadaban tinggi” dan orang yang illiterature (orang yang tidak berliterasi) adalah orang yang tidak pernah menaati peraturan.  Seperti contohnya, jika ada peraturan “Jangan membuang sampah sembarangan” jika ia tidak mempunyai jiwa literasi yang tinggi, maka meskipun ada peraturan seperti itu, ia tetap melanggarnya karena ia tidak mempunyai jiwa literasi itu.

Hal itu bisa didukung oleh sebuah pernyataan dari Michael Barber yaitu: “In the 21st century, world class standarts will demand that everyone is higly numerat, well informed, capable of learning constantly, and confident, and able to play their part as a citizen of a democratic society”.
Maksudnya adalah pada abad ke 21, permintaan pada standar kelas dunia akan semakin tinggi mengenai literasinya, hitungan yang tinggi, informasinya akan semakin baik, mampu belajar secara terus-menerus, percaya diri dan mampu memainkan perannya sebagai warga negara/masyarakat demokratis.
Pada pengelompokan periodisasi penggunaan metode dan pendekatan (approach) ada lima kelompok besar, yaitu yang pertama adalah pendekatan struktural dengan grammar translation methods (populer sampai dengan perang dunia ke 2), metode yang fokus pembelajarannya itu pada bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa.  Tata bahasa ini melatih siswa untuk mengidentifikasi jenis kata, frase dan klausa, dengan menggabungkannya tetapi tidak menjamin siswa bisa menganalisa bahasa yang bias gender dan bahasa iklan yang kadang sesat dan menyesatkan.
Pendekatan yang kedua adalah pendekatan audiolingual atau dengar-ucap (populer pada tahun 1940-1960), yang fokus pembelajarannya pada latihan dialog-dialog pendek agar bisa dikuasai oleh siswanya.  Dalam pendekatan ini juga siswa bisa beranalogi secara spontan, tetapi pendekatan ini kurang memberi ruang terhadap variasi ujaran untuk berbagai fungsi.
Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan kognitif dan transformatif sebagai implikasi dari teori-teori syntactic struktur (chamsky, 1957).  Pendekatan ini mempunyai fokus belajar pada pembangkitan (generating) potensi berbahasa yang dimiliki siswa harus sesuai dengan lingkungannya.
Pendekatan yang keempat yaitu pendekatan communicative competence (yang populer pada tahun 1980-1990), tujuannnya adalah agar siswa mampu berkomunikasi dengan bahasa target, dari mulai komunikasi terbatas sampai komunikasi secara spontan dan alami, komunikasi harus bernalar.  Tetapi pendekatan komunikatif juga kurang eksplisit untuk menjelaskan bentuk dan fungsi sampai lahir tata bahasa fungsional.
Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan literasi atau pendekatan genre-based sebagai implikasi dan studi wacana.  Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar siswa bisa menghasilkan wawasan yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi, pengenalan genre lisan maupun tulisan agar dikuasai siswanya.  Pembelajaran dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu:
1. Membangun pengetahuan.
2. menyusun model-model teks.
3. Menyusun teks bareng-bareng.
4. Menciptakan sendiri teks.
Dari kelima pendekatan tersebut, yang paling sesuai adalah pendekatan literasi, lalu apa definisi dari literasi itu sendiri? Definisi dari literasi yang ada pada metodologi pengajaran guru yang paling terkenal adalah genre, wacana, literasi, teks dan konteks.  Sebenarnya pengertian dari literasi dalam versi lama sendiri yaitu kemampuan dalam membaca dan menulis.
Sebenarnya pada zaman dahulu bisa membaca dan menulis itu sudah dianggap cukup dalam pendidikan dasarnya, dianggap mampu dan bisa menjalani kehidupan yang selanjutnya.  Tetapi tidak pada zaman sekarang, kemampuan membaca dan menulis saja itu tidak cukup karena literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.  Freebody dan Luke menawarkan model literasi sebagai berikut:
·      Memahami kode dalam teks.
·      Terlibat dalam memahami teks.
·      Menggunakan teks secara fungsional.
·      Melakukan analisis dan mentrassformasi teks secara kritis.
Kelimanya dapat diringkas menjadi lima verba, yaitu: memahami, melibati, menggunakan, analisis dan mentransformasikan teks.
Literasi akan selalu berurusan dengan penggunaan bahasa, dan memiliki tujuh dimensi yang saling terkait, yaitu:
1.    Dimensi geografis (lokal, nasional, regional dan internasional).
Seseorang bisa dikatakan berada pada dimensi ini tergantung pada jejaring sosial dan vokasionalnya.
2.    Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan lain-lain).
Literasi negara bisa dilihat dari bidang-bidang tersebut, jika negara dalam bidang-bidang tersebut maju, maka besar kemungkinan literasinya juga maju.
3.    Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, dan berbicara).
Literasi akan tampak dalam literasi tersebut, setiap sarjana yang mampu membaca belum tentu bisa menulis, itu semua tergantung pada “gizi” bacaan yang ia baca.
4.    Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mencapai tujuan dan sebagainya).
Orang yang literat karena pendidikannya, ia akan mampu memecahkan persoalan, gesit mengembangkan dan memproduksi ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
5.    Dimensi media (teks, cetak, visual dan digital).
Kemampuan orang untuk menjadi literat, tidak hanya dilihat dari kemampuannya membaca dan menulis alfabet yang ada pada teks, tetapi juga harus mengandalkan kemampuan dibidang IT-nya juga karena itu sangat penting juga.
6.    Dimensi jumlah (satu, dua, berapa).
Orang yang multiliterat, mampu berinteraksi dalam berbagai situasi dan kemampuannya yang tumbuh karena pendidikan yang didapat berkualitas tinggi.
7.    Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, dan internasional).
Literasi dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Literasi bersifat singular
                                                    2. Literasi bersifat plural
Semua beranalogi pada dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual.  Jika ada orang yang multilingual (orang yang bisa menguasai banyak bahasa) orang tersebut bisa berbahasa asing dan bahasa indonesia yang sangat berbasis, tetapi melupakan bahasa daerahnya sendiri, maka orang itu bisa disebut literasi pada bahasa daerahnya itu payah.
Selain itu, ada 11 gagasan kunci ihwal literasi yang dapat menunjukan perubahan paradigma literasi, sesuai perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang ada sekarang, yaitu:  
1. Ketertiban lembaga-lembaga sosial.
2. Tingkat kepasihan relatif.  
3. Pengembangan potensi diri dan pengetahuan.
4. Standar dunia.
5. Warga masyarakat yang demokrasi.
6. Keragaman lokal.
7. Hubungan global.
8. Kewarganegaraan yang efektif.
9. Bahwa inggris ragam dunia.
10. Kemampuan berfikir kritis.
11. Masyarakat semiotik.
Pendidikan bahasa berbasis literasi seharusnya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu:
Ø Literasi adalah kecakapan hidup.
Ø Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
Ø Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
Ø Literasi adalah refleksi dan apresiasi budaya.
Ø Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
Ø Literasi adalah hasil kolaborasi.
Ø Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Rapor Merah Anak Negeri
            Penelitian dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat literasi di negara kita ini.  Penelitian dilakukan dengan tujuan meliputi literasi purpose, dan impormational purpose, dan proses membaca, yaitu: interpreting, intergreting, evaluating.  Ada beberapa temuan diantaranya:
o  Skor membaca di Indonesia masih sangat rendah sekali untuk semua siswa yaitu 407, angka itu tentu saja di bawah angka rareta peserta yaitu 500, 510 dan 493.  Nilai yang paling tinggi diperoleh oleh Rusia yaitu 564, yang paling terendah itu negara Afrika utara yaitu 304, sedangkan Indonesia sendiri menempati posisi ke lima dari bawah.
o  Negara yang skor prestasi membacanya di atas rareta 500 itu bisa ditandai dengan pendapatan perkapita dan indeks pembangunan manusia yang lebih tinggi daripada yang skornya di bawah 500.  Indonesia sendiri memiliki HDI 0,711 dan GNI/ kapita 810 US $.
o  Ditemukan tiga kategori negara berdasarkan perbandingan skor membaca literacy purposes (LP) dan informational purposes (LP).  Indonesia memiliki indikator lebih tinggi dalam retrieving and straightforward inferencing process daripada dalam interpreting, intergreting, evaluating process.
o  Indonesia tercatat hanya 2% siswa yang prestasi membacanya itu tinggi, 19% itu menengah, dan 55% -nya itu rendah.  Itu berarti 45% siswa di Indonesia itu tidak dapat mencapai skor 400.
o  Literasi diukur juga dengan index of home educational resources (HER), yaitu jumlah buku, jumlah buku anak-anak, sumber belajar seperti komputer, meja belajar dan buku sendiri.  Siswa yang termasuk high HER memiliki 100 buku, 25 buku anak-anak dan 3 jenis sumber belajar lainnya dan orang tuanya berpendidikan universitas, sedangkan yang termasuk low HER memiliki kurang lebih 25 buku, dan tidak memiliki sumber belajar lainnya dan orang tuanya tidak lulus SMA.  Indonesia tercatat 44% orang tuanya itu early home literacy activities.
o  Indonesia masuk kedalam kategori paling bawah sekali yaitu 1% high, 62% medium, dan 37% dalam kategori low.  Negara yang siswanya paling tinggi itu di kuasai oleh AS.
o  Orang tua siswa negara peserta PIRLS yang lulus universitas 25%, lulus SMA 21%, lulus SMP 31%, lulus SD 15%dan tidak lulus SD 8%.  Dalam lingkup PIRLS rareta skor pencapaian prestasi membaca itu 544 itu didapatkan oleh orang tua yang lulus universitas, sedangkan yang tidak lulus SD itu hanya mencapai nilai 425.
Rekayasa literasi itu sengaja dilakukan karena untuk menjadikan manusia itu lebih terdidik dan berbudaya lewat bahasa, sekolah adalah salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk lebih berliterasi.  Guru adalah salah satu orang yang dapat menjadikan siswanya itu berliterasi, dan untuk menjadikan itu semua ada langkah-langkah profesionalnya, dapat dilihat dari:
1.      Komitmen profesional
2.      Komitmen etis.
3.      Strategi analitis dan reflektif
4.      Efikasi diri
5.      Pengetahuan bidang studi
6.      Keterampilan bidang studi dan numerasi
Dan perbaikan rekayasa literasi bisa dilakukan dengan: linguistik atau fokus teks, kognitif atau fokus minda, sosiokultural dan perkembangan dan fokus pertumbuhan (kucer, 2005: 293-4).
Dari pemaparan diatas, jika melihat kondisi bangsa indonesia seharusnya kita merasa sangat prihatin, karena literassi di negara kita ini masih sangat rendah sekali.  Seharusnya kita sebagai generasi penerus bangsa bisa memajukan negara kita ini dengan memperbaiki tingkat literasi dengan di negara kita, agar tidak dipandang sebelah mata oleh negara lain.
            Negara Indonesia tidak boleh menjadi negara berkembang saja seperti saat ini, negara yang kaya dengan sumber daya alam tetapi masih sangat kurang dalam memproduksi tulisan-tulisannya sehingga berdampak pada tingkat literasi negara kta ini, kita harus bisa bersaing dengan negara-negara kecil yang lebih maju dengan cara memperbaiki literasi negeri ini.  Ayo... kita harus berjuang untuk memperbaikinya.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment