2nd Class Review
Layar Menulis
(By : Eva Khodijah)
Menelusuri jejak Writing 4 di episode kedua sangatlah menantang. Di
episode kali ini, telah terjadi banyak scenes yang terekam di PBI-A pada
hari Senin, 10 Februari 2014 bersama sang sutradara, Mr. Lala Bumela, MPd. Kami
sebagai para cast terarah untuk mengikuti alur dan command yang
diberikan Mr. Lala. Sejuta semangat tetap bergejolak dan senantiasa membara
ketika writing itu datang menghampiri. Semua ini kami lakukan agar kami
mendapatkan great moments and the happy
ending to our story in Writing 4.
Episode kali ini masih sedikit membahas Academic Writing,
kemudian kami beranjak ke scene berikutnya dengan dibekali teori-teori dari aktor-aktor
writing yang handal seperti Hyland dan Lehtonen. Semua ini menyangkut hubungan
antara reader, writer, text, and so on. Di sini, kita akan membahas bagaimana
sebuah chemistry yang ada diantara elemen-elemen tersebut.
Ternyata, jika kita melihat menulis dari ‘Behind the Scene’ maka
kita dapat menyimpulkan bahwa menulis itu tidaklah mudah. Menulis
memerlukan usaha yang maksimal dan re-take berkali-kali. Itu semua agar
kita mendapatkan produk yang bagus. Tak terkecuali untuk academic writing,
ketelitian sangat diperlukan agar produk ini tidak sia-sia dan bisa kita
promote di layar-layar sebuah buku. Jika shooting sebuah movie akan
menghasilkan DVD, maka menulis akan memproduksi sebuah buku yang merupakan
layar pena pikiran sang penulis.
Sedikit mengulas pada scene academic writing, sebenarnya academic
writing ini memiliki sifat-sifat tertentu seperti semi formal atau formal,
impersonal, evidence, siytematic, objective dan precise. Formal
maksudnya menulis dengan resmi, memiliki aturan dan tidak bebas. Impersonal adalah
menulis yang bersifat TIDAK pribadi. Evidence maksudnya menulis AC itu
harus dengan berdasarkan fakta atau bukti. Sedangkan systematic maksudnya
menulis AC secara tersusun, terpadu, dan menyeluruh. Kemudian objective
itu adalah apa adanya, tidak personal dan sesuai dengan fakta. Terakhir, precise
yaitu tepat dalam menulis.
Mr. Lala menjelaskan bahwa menulis itu bukan dengan sembarang cara,
bukan seperti gado-gado yang menyatukan segala bahan menjadi satu. Namun,
menulis disini terlebih pada academic writing memiliki tujuan yang signifiksn
dan cara yang lebih rapih. Menulis diartikan pula sebagai :
1)
A way of
knowing something
Dalam menulis, kita menemukan sesuatu
yang baru kita ketahui. Dengan menulis juga ilmu pengetahuan itu masuk ke dalam
memory kita dan akhirnya kita dapat mengetahui sesuatu itu dari menulis.
2)
A way of Representing
Menulis diartikan sebagai jalan pertunjukan atau penggambaran yang
mewakili diri seorang penulis.
3)
A way of Reproducing Something
Menulis pun diartikan sebagai jalan untuk mereprodusikan
sesuatu. Seoerti yang telah dijelaskan oleh Pa Chaedar di dalam bukunya, Pokoknya
Rekayasi Literasi tepat nya pada halaman 162 dijelaskan orang-orang yang literat.
Orang-orang yang literat ialah orang yang mampu mengembangkan serta memproduksi
ilmu pengetahuan.
Menurut
Hyland, menulis adalah sebuah praktek dasar. Beliau juga
mengungkapkan bahwa menulis adalah cara menyampaikan, mengungkapkan perasaan
dan berbagi pengalaman penulis kepada sang reader dengan menggunakan
bahasa tulis (Hyland-2003:9) Begitulah adanya, menulis memang melimpahkan
segala sesuatu yang ada di pikiran dan dihati penulis kemudian menjadi sebuah kata-kata
indah dan bahasa yang dapat menggerakan dan mempengaruhi si pembaca. Menulis
juga mencirikan karakter si penulis karena di dalamnya terdapat pikiran dan
perasaannya
Selain
itu, menulis menurut Heaton JB (1988) pada prinsipnya adalah suatu
aktifitas di mana penulis menuangkan idenya, pendapatnya, pengalamannya, dan
gagasannya ke dalam bentuk Linguistik dengan menggunakan kaidah-kaidah menulis
seperti isi (Content), tata bahasa (Stucture), mekanik (Mechanics),
pengorganisasian ide (Organization) dan kosa kata (Vocabulary) agar dipahami
pembaca. Di sini, kata yang perlu kita garis bawahi adalah “Linguistik”
menulis adalah cara untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengalaman dan sebagainya
menjadi sebuah LINGUISTIK. Dalam menulis, konteks bahasa sangat diperhatikan
dan inilah yang menjadi kekuatan menulis.
Menurut
Hyland
(2001) penulis dan pembaca itu bagaikan dancer. Mereka saling mengikuti
setiap langkah. Menjaga kekompakan dan selalu mengikuti alur sang writer.
reader dan writer ini adalah sebuah seni yang menyatu dan
mengalir.
Ketika
berbicara tentang menulis, kita pun akan terperangkap ke dalam elemen-elemen di
dalamnya seperti writer, reader, tex, conteck, dan meaning.
Semua elemen-elemen ini terkupas habis di dalam buku “The Cultural
Analysis of Texts” by Mikko Lehtonen, 2000.
Pada
halaman 72, Chapter 5- The World of Text. Sebenarnya secara fisik Text
memang sebuah tanda atau simbol dari kertas. Bisa juga bisa dikatakan sebagai
simbol sebuah Screen, televisi dan sebagainya. Mungkin makna yang banyak
diketahui oleh orang hanya dari segi Physical Material. Namun, bagaimana
dengan segi-segi yang lainnya ? seperti halnya Semiotic.
Text memang berbentuk fisik, tetapi mereka juga ada dalam bentuk Semiotic.
Text itu bisa berupa writing, speech, picture, musie, atau simbol
yang lainnya. Suatu yang pasti bahwa text itu mengatur dan
mengkombinasikan simbol-simbol yang muncul secara gamblang untuk diartikan.
Dari semua bentuk, Text dikarakterkan oleh tiga (3) segi,
yaitu :
1.
Materialy
2.
Formal
Relations
3.
Meaningfulness
Pertama, segi Materialy maksudnya teks adalah sebuah tanda
yang nyata atau fisik. Misalkan teks yang berada di buku adalah sebuah tanda
buku yang berasal dari tinta pena.
Kedua, Formal Relations maksudnya teks itu mengandung
hubungan yang formal atau unsur yang formal. Hal itu seperti letter, stence,
word, dan entive teks.
Ketiga, Meaningfulness
berarti teks itu memiliki sebuah makna, yakni makna semantik. Makna muncul
ketika adahubungan yang bersifat asosiasi atau absentia antara yang ditandai (Signified)
dan yang menandai (Signifier). Tanda merupakan suatu kesatuan
dari bentuk penanda (Signifier) dengan sebuah ide dan petanda (Signifier).
Dengan kata lain penanda
adalah “bunyi yang bermakna” atau “ coretan yang bermakna” jadi,
penanda (Signifier) adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang
dikatakan, didengar, ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda (Signifier)
adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Petanda dan penanda merupakan
kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas “ kata Saussare.
Beralih ke Scene
Context pada
chapter 6 ‘ The World of Context’, tepatnya pada halaman 111 dijelaskan
contex secara detail. Sebenarnya context tidak selalu ada sebelum penulis atau
text.
Perubahan
masalah kontextual mungkin memiliki kekuatan yang mempengaruhi bagamana kita
membaca sebuah teks. Konteks sebuah teks dapat berupa struktur sosial yang
umum. Konteks (context) termasuk semua faktor yang writer dan reader
bahwa menjadi sebuah proses informasi makna.
Beranjak ke Meaning.
Actually, menurut Saussare
bahasa adalah sebuah sistem yang hal
itu mendefinisikan makna itu sendiri. Barthes melihat peraturan
seseorang yang melakukan practice linguistik yang menjadi pusat adalah
informasi makna.
Bagaimana
dengan seorang writer
? sebenarnya, penulis bukanlah seorang yang sebelumnya melakukan apa
yang ia tulis, but ia memperoleh dan mengetahuinya ketika dia MENULIS.
(lehtonen [ 2000 : 74 Barthes). Penulis akan merefleksikan dirinya di dalam Essay.
Penulis juga menata ide beserta analisisnya ke wadah teks yang kemudian
dirngsang oleh sang pembaca.
Bagaimana
dengan pembaca?.\
Membaca atau menonton, bertentangan dengan konsepsi mengakar, bukan hanya
tawar-menawar antar dua pihak, yaitu teks dan pembacaannya. Teks berfungsi
sebagai unit signifikan dan pembaca agen yang memproduksi makna.
Menurut konsepsi Barthes, pengarang semata-mata menyalin
makna-makna kehidupan yang sebelumnya ia menafsirkan kembali realitas
empiris dalam kehidupan sehari-hari Pembaca juga berperan sebagai kritikus
sekaligus apresiator karya sastra. Oleh karena itu, penulis tidak boleh
mengabaikan nilai-nilai sosial budaya yang dianut pembaca. Pembaca
merupakan perespon yang penulis dari sebuah teks yang memiliki konteks dan
makna.
Dengan
demikian, mempelajari elemen-elemen dalam writing itu sangat diperlukan.
Hal itu merupakan magnet agar kita lebih ingin lagi dalam membaca. Penulispun
sangat perlu untuk mengetahui behind the scene sebuah essay
seperti teks, context, meaning, reader, dan writer. Hal itu
dilakukan agar sang penulis dapat mengisi layar-layar kosong dengan sebuah
tulisan yang menarik dan sesuai dengan gaya masing-masing. Dengan itu, tulisan
kita pun dapat launching di box office perpustakaan, toko buku, dan tempat buku
lainnya.