Menggenggam Erat Literasi
(By: Iiz Lailatus Saidah)
Literasi telah lama menjadi
standar kemajuan bangsa, karenanya berbagai macam cara dilakukan untuk
memacunya. Tak hanya Indonesia, negara-negara berkembang di seluruh dunia berlomba-lomba
menekan angka buta aksara untuk meningkatkan taraf kemajuan negara yang
standarnya telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Harvey Graff dalam
Literacy Myth
menengarai bahwa literasi telah mempengaruhi mobilitas ekonomi dan peta sebaran
ras dan kelas. Definisi lama literasi
adalah kemampuan membaca dan menulis (7th Edition
Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005:898).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) termasuk edisi ke empat
(2008) tidak mencantumkan tema literasi, istilah yang ada diditu yaitu
leterator dan literer (hal 836).
Pada
masa silam membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar untuk
membekali kemampuan manusia menghadapi zamannya. Yang kita ketahui letarasi itu
hany mencakup kemampuan baca-tulis saja, padahal literasi bisa diartikan
sebagai praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Kini ada banyak ungkapan tentang literasi yaitu literasi computer, literasi matematika, litersai IPA dan
sebagainya.
Makna
literasi ini semakin meluas dan kompleks, akan tetapi literasi tetap berurusan
dengan penggunaan bahasa. Dalam banyak hal object studi studi literasi
bertumpang tindih dengan object studi budaya, yang berfokus pada hubungan
variable social dan maknanya atu lebih tepatnya bagaimana divis-divisi social
dibermaknakan (o’sulvian, 1994: 71).
Ada
tujuh dimensi kajian lintas disiplin tentang literasi yang saling terkait,
diantaranya adalah:
v Dimensi
Geografis
Dalam
dimensi ini literasi seseorang dapat dibilang berdimensi local, nasional,
regional atau internasional tergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring
social dan vokasionalnya. Maksudnya adalah orang yang bisa disebut sebagai
orang yang berliterasi dalam dimensi geografis yaitu tergantung seseorang yang
tingkat pendidikannya tinggi dan mempunyai banyak link.
v Dimensi
bidang
Dimensi
bidang mencakup pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan dan militer.
Literasi bangsa tampak dalam semua bidang tersebut.
v Dimensi
keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Litersi
seseorang tampak dalam kegiatan membaca, menuls, menghitung dan berbicara.
Setiap sarjana pasti mampu membaca, tapi tidak semua sarjana mampu menulis.
Kualitas tulisan bergantung pada gizi bacaan yang disantapnya. Dalam tradisi
barat, ketiga keterampilan ini bisa disebut 3R yaitu reading, writing dan
arithmetic.
v Dimensi
fungsi
Dalam
dimensi ini isinya tentang cara memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan,
mencapai tujuan, mengem bangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri. Orang
yang literat, pendidikannya mampu memecahkan persoalan, tidak sulit untuk
mendapatkan pekerjaan, memiliki potensi untuk mencapai tujuan hidupnya, dan
gesit mengembangkan serta memproduksi ilmu pengetahuan (kepakaran).
v Diemensi
media ( teks, cetak, visual, digital)
Untuk
menjadi literat pada zaman sekarang, orang tidak cukup mengandalkan kemampuan
membaca dan menulis teks alphabet, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan
membaca dan menulis teks, cetak, visual dan digital.
v Dimensi
jumlah (satu, dua beberapa)
Jumlah
dapat merujuk pada banyak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa
tutur, biang ilmu, media dan sebagainya. Orang yang multiliterat mampu
nerinteraksi dalamberbagai situasi. Literasi seperti hanya berkomunikasi,
mungkin kita sangat komunikatif dalam bahasa Indonesia, tapi kurang komunikatif
dalam bahasa ibu. Demikian pula halnya literasi.
v Dimensi
bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional).
Ada
literacy yang singular, ada juga literacies yang plural. Hal ini beranalogi ke
dimensi monolingual, blinguql, dan mulyilingual.
Setelah
memaparkan panjang lebar tentang dimensi-dimensi yang terkait dengan literasi,
ada 10 gagasan kunci literasi yang menunjukkan perubahan paradigm literasi
sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini,
diantaranya adalah:
Ø Ketertiban
lembaga-lembaga social
Peran
kelurahan sampai DPR dan Presiden pun ada, yaitu untuk menjamin ketertiban
social. Lembaga-lembaga social itu menjalankan perannya dengan fasilitas
bahasa, sehingga muncul bahsa birokrat atau bahasa politik yang menunjukkan
kekuasaan birokrat terhadap masyarakat. Tidak ada literasi yang netral. Semua
praktik literasi dan teks tulis memiliki ideologo, yakni didikte oleh lingkunag
social politiknya, ini adalah gagasan pertama
Ø Tingkat
kefasihan relative
Setiap
interaksi memerlukan kefasihan berbahsa dan literasi yang berbeda. Yang perlu
dikuasai adalah kefasihan (literasi) minimal atau literasi yang diperlukan
untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi.
Ø Pengembangan
potensi diri dan penegtahuan
Literasi
membekali orang dengan kemampuan mengembangkan segala potensi dirinya.
Penguasaan bahasa itu adalah alat untuk berekspresi dan mengapresiasi, serta
memikirkan segala hal dalam lingkungan social budaya dan psikologinya yang
terdekat.
Ø Standar
dunia
Dalam
persaingan global sekarang ini merujuk kepada mutu yang dikembangkan ke tingkat
internasional, sehingga tingkat literasi suatu bangsa dalam membaca kualitas
pendidkan mudah dibandingkan dengan bangsa lain. Contohnya saja Negara kita
sendiri dibandingkan dengan Negara-negara tetangga, tingkat literasinya sangat
rendah, karena literasi di Negara kita belum mencapai ketingkat internasional.
Ø Warga
masyarakat demokratis
Pendidkan
menghasilkan manusia literat, yaknimanusia yang memilki litersai memadai
sebagai warga Negara yang demokratis. Dengan kata lain, pendidkan literasi
harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa.
Ø Keragaman
local
Manusia
literat sadar mengenai keragaman bahasa dan budaya local atau cerlang budaya (Ayatrohaedi
:1986) dan manusia local membangun literasi dalam konteks lokalnya
sebelum memasuki konteks nasional, regional dan global.
Ø Hubungan
global
Untuk
bersaing ketingkat dunia, semua orang harus memilki literasi tingkat dunia.
Litarasi tingkat ini bergantung pada dua hal yaitu penguasaan teknologi
informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi. Dengan dua hal
tersebut akan bisa bersaing ketingkat dunia.
Ø Kewarganegaraan
yang efektif
Literasi
membekali manusia kemampuan menjadi warga Negara yang mampu mengubah diri,
serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
Ø Bahasa
Inggris ragam dunia
Bahasa
Inggris sudah menjadi bahsa internasional, dan telah dipelajari oleh
bangsa-bangsa dideluruh dunia. Namun, karena setiap bangsa membangun literasi
dalam bahasa etnis dan budaya lokalnya, bahasa inggris mereka masih kental
(fossilized) dalam kelokalan, sehingga muncul berbagai ragam bahsa inggris atau
multiple English.
Ø Kemam[uan
berfikir kritis
Literasi
bukan hanya sekedar mampu membaca dan menulis, melaimkan juga dengan
menggunakan bahasa secara fasih, efektif dan kritis.
Ø Masyarakat
semoitik
Smiotik
adalah ilmu tentanga tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode,
struktur dan komunikasi.
Disini
pa Chaedar mengatakan bahw adanya 7 litersi dan 10 frase kunci litersi yaitu
karena dilaksanakan mengukiti tujuan prinsip pendidkan bahasa berbasis
literasi. Prinsip yang pertama,
literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia
berfungsi sebagai anggota masyarakat. kedua, literasi mencakup kemampuan reseptif dan
produtif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun serta lisan. Ketiga, litarsi adalah kemampuan memecahkan masalah.
Berbaca-tulis adalah kegiatan mengetahui hubungan antar kata dan antar unit bahasa
dalam wacana, serta antar teks dan dunia tanpa batas.
Keempat, bahwa literasi adalah
refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Kelima, literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
bahwa oenulis dan pembaca senantiasa berfikir ihwal bahsa dan mengaitkannya
dengan pengalaman subjectif dan dunianya. Keenam, bahwa
literasi adalah hasil kolaborasi. Penulis (tidak) menuliskan sesuatu
berdasarkan pemahamannya untuk ihwal calon pembaca. Pembacapun harus
mengerahkan segala pengetahuan dan pengalamannya untuk memaknai tulisan itu.
Prinsip yang terakhir,
literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Penulus memkanai interprets
(menginterpretasi) alam semesta dan pengalaman subjectifnya lewat kata-kata.
Pendidikan bahasa sejak dini mengintegrasikan bahasa sebagai media, dengan
pusparagram konten untuk membangun literasi diberbagi bidang ilmu (content area
literacy).
Pa
Chaedar mengatakan Indonesia mendapatkan raport merah dalam hal berliterasi,
bagaimana tidak Indonesia selalu menduduki peringkat akhir dalam kaegori membaca.
Di Indonesia hanya tercatat 2% siswa yang prestasi membacanya masuk kategori
sangat tinggi, sungguh miris sekali apabila melihat dan mendengar Indonesia
menjadi peringkat akhir dalam kategori tersebut. Berbeda dengan Negara-negara
lain seperti Singapura, Rusia, Hogkong dan Kanada. Selain itu Indonesia juga adalahnegara yang
pendidikan orang tua siswanya paling rendah yang lulus SD yaitu sebanyak 46%.
Dari pernyataan diatas dapat mendapatkan
pelajaran bahwa tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh
siswa negara-negara lain. Artinya, pemdidikan nasional kita belum berhasil
menciptakan warga Negara literat yang siap bersaing dengan Negara lain. Dalam
skala internasional, literasi siswa kita belum kompetitif. Buktinya saja
Perguruan Tinggi (universitas dan yang sejajar) menjadi pendidikan tertinggi
dalam tingkatan pendidikan yang seharusnya menjadikan setiap mahasiswanya gemar
membaca dan menulis, namun yang saya alami, di perguruan tinggilah membawa buku
dan laptop hanya menjadi tren (Simbol) yang menunjukkan sang empunya sebagai
masyarakat modern berpengatahuan tinggi, maka tak heran jika setiap tahun
semakin meningkat pula pengangguran terdidik di negeri ini. . Sebenarnya yang
menjadi biang kerok terjadinya tragedi pendidikan dan bencana pengangguran
adalah malas membaca. Yang sialnya diperparah dengan tidak adanya rangsangan
dan dorongan dari lingkungan perguruan tinggi yang dapat membangkitkan minat
dan kebiasaan membaca baik untuk mahasiswa maupun dosennya.
Pendidikan literasi adalah investasi
jangka panjang yang berfungsi transformative, untuk meningkatkan HID dan
menjamin kehidupan social ekonomi yang lebih baik (Wagner, 1999 dan
Barton, 2001 dalam Setiadi, 2010).
Dengan kata lain, pendidikan literasi pasti mengubah pendapat dan pendapatan.
Kemudian dapat diprediksi bahwa prestasi
menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca. Tanpa kegiatan banyak
membaca, orang sulit menjadi penulis. Namun, banyak membaca tidak menjamin
orang rajin menulis. Ujung tombak pendidkan literasi itu sendiri adalah seorang
guru. Membangun litersi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang
professional, dan guru professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan
yang professional juga.
Perbaikan rekayasa literasi senantiasa
menyangkut empat dimensi yaitu:
1. Limgustik atau focus
teks
2. Kognitif atau focus
mind
3. Sosiokultural atau
focus kelompok
4. Perkembangan atau
focus pertumbuhan
Mengajarkan literasi pada intinya
menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik,
cerdas, dan menunjukkan apresiasi saatra. Dalam garis besarnya, ada tiga
paradigm pembelajaran literasi yaitu decoding,
skill dan whole language (Kucer :2000).
Dari pemaparan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa literasi bukan hanya baca-tulis, literasijuga diartikan sebagai
praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik. Tingkat
literasi di Indonesia sangatlah rendah, Indonesia mendapatkan peringkat
terakhir, betapa anak-anak bangsa dan masyarakat Indonesia tidak banyak yang
berliterasi. Ujung tombak pendidikan literasi adalah Guru, jadi tingkatkan
kualitas guru yang professional. Orang yang literat adalah orange yang terdidik
dan budaya, seorang yang literat tidak hanya sekeadar membaca baca-tulis,
tetapi juga terdidik dan mengenal sastra.