TERSISIH JAUH (Appetizer Essay-1)



TERSISIH JAUH
(By: Ade Puadah)
Banga Indonesia adalah bangsa yang memiliki budaya tutur sangat kuat. Oleh karena itu, budaya menulis di Indonesia sangat rendah dan tersisih jauh dari negara lain di Asia. Kesadaran bangsa kita akan menulis begitu lemah, sehingga Indonesia meraih peringkat kedua terendah di 52 negara di Asia. Ketika literacy di Indonesia harus tertinggal jauh dengan Malaysia, maka apa yang harus dilakukan Indonesia untuk mengejar ketertinggalan. Kita terlalu santai mengkonsumsi hasil karya orang lain tanpa memikirkan nasib negara kita sendiri. Ironis sekali ketika mayoritas sarjana lulusan Perguruan Tinggi tidak bisa menulis, bahkan lebih ironis lagi ketika survei membuktikan bahwa mayoritas dosenpun tidak bisa menulis.
Jika di Indonesia mayoritas dosen dan guru tidak bisa menulis, maka bagaimana nasib bangsa Indonesia. Dari mulai anak sekolahan sampai perguruan tinggi, mereka akan jauh   dari budaya menulis. Menurut saya, sudah seharusnya pemerintah memerhatikan kemampuan menulis anak bangsa. Solusinya, dengan mencanangkan pelajaran wajib menulis dari mulai sekolah dasar  hingga PT serta kurikulum di sekolah memungkan agar siswa atau mahasiswa terampil dalam menulis. Kita bisa meniru Amerika Serikat yang selalu memaksa mahasiswa untuk menulis esai seperti ringkasan bab atau sebagainya. Atau sekedar diberi tugas untuk menceritakan kejadian di masa lalu. Pokoknya, apapun bisa dilakukan untuk merangsang peserta didik dalam menulis.
Budaya menulis pada dasarnya adalah budaya yang sudah ada sejak zaman prasejarah. Sudah saatnya kita sebagai generasi muda mampu melanjutkan dan mengembangkan budaya tersebut sebagai budaya yang banyak diminati oleh semua kalangan. Baik oleh pengusaha, penegak hukum, masyarakat, bahkan ibu rumah tangga sekalipun. Dalam teks Al-quran diperintahkan untuk membaca, maka dengan adanya perintah tersebut merupakan perintah untuk menulis pula.
Jika mahasiswa dibiasakan untuk menulis, maka tidak akan ada lagi sarjana muda yang tidak bisa menulis. Tak akan ada lagi sarjana lulusan perguruan tinggi plagiasi terhadap karya orang lain. Mungkin, akan banyak alasan ketika orang tidak suka membaca dan menulis seprti telah dipaparkan dalam artikel pak Dr. Chaedar dalam “Pokoknya Rekayasa Literasi”, memang tidak mudah untuk bisa menulis. Perlu latihan yang rutin untuk mengasah otak agar bisa menulis. Tetapi pada dasarnya semua orang pasti bisa.
Budaya membaca menjadi pemicu bisa atau tidaknya seseorang menulis. Seandainya mayoritas mahasiswa di Indonesia tidak suka membaca, seperti textbook dan lain sebagainya. Maka Indonesia akan lebih sulit menghasilkan karya dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, perlu motivasi yang kuat dari para dosen sebagai pembimbing mahasiswa untuk memaksa peserta didik selalu ingin membaca dan menulis. Menurut saya, menggunakan buku impor juga baik, karena mahasiswa dilatih untuk berpikir mengenai tulisan tersebut. Sehingga mahasiswa bisa bercermin pada mereka dan berfikir, sehingga bisa menghasilkan karya yang berkualitas dan bisa mengasah kemampuannya dengan bahasa asing.
Mewajibkan menulis artikel jurnal untuk lulusan S-2 menurut saya lebih baik. Karena mereka akan terus berkarya dan mengasah otaknya dengan menulis. Sehingga akan menghasilkan sarjana yang berkualitas dan menjadi dosen yang berkualitas dan bisa menciptakan karya kelas dunia.
Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya menulis harus terus dikembangkan. Baik oleh masyarakat, pelajar, pendidik maupun oleh pengusaha. Bukan hanya sejak masuk di perguruan tinggi, tetapi harus diterapkan sejak usia dini. Sejak anak mengenal membaca dan menulis. Jadi mereka bisa belajar menulis dari kecil sehingga akan terbiasa untuk menulis.

                                                                                    By : Ade Puadah
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment