Meniru: Fase Awal Menjadi Literat
(By: Ida Fauziyah)
Jumat pagi. Jelas berbeda
dengan sebelumnya ketika kami harus bertemu Mr.Lala di kelas writing 4 dalam
keadaan masih pagi buta. Hari itu merupakan make-up kelas kami. Dalam session
ke enam itu banyak menjelaskan writing dan reading.
Mr.Lala
menggambarkan orang literat sebagai orang yang tercerahkan. Mereka adalah
orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Mereka juga adalah orang-orang
yang “affordance” dan “meaning potential”. Mereka adalah orang-orang yang
menjadi sumberdaya.
Beda
halnya, katanya dengan mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari
“suara-suara penuh kuasa” di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat
dikatakan “yang tercerahkan”-literat-mereka baru pada fase awal; peniru. Mungkin
“peniru” adalah gambaran sosok-sosok kami saat ini. Kami masih banyak
mengira-ngira tanpa adanya bukti sebagai landasannya. Akan tetapi ini merupakan
fase awal kami sebelum kami menjadi orang literat.
To
emitate Þ To
discourse Þ To
create
Itulah
gambaran fase untuk menjadi literat. Fase awal
yaitu kami harus menjadi peniru. Lalu, kami menjadi orang yang memiliki
sumberdaya (pengetahuan). Setelah itu, baru kami menjadi orang yang menciptakan
dan memberikan ilmu pengetahuan.
Fowler (1996: 10): “Like the historian critical linguist
aims to understand the values which underpin social, economic, and
political formations, and diachronically, changes in values and changes in
formaitons”.
Untuk
menjadi literat kami bisa meniru apa yang dilakukan
oleh orang-orang historian critical linguist. Kami bisa mengerti nilai-nilai
yang terkandung dalam suatu hal (data) dan bagaimana perubahannya. Kami harus
memastikan apakah data itu sudah synchronic dan diachronic atau malah
sebaliknya. Jika terjadi sebaliknya. Seharusnya kami menanyakan tentang
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Apakah itu valid atau tidak.
Fowler (1996: 12): “Ideology is of
course both a medium and an instrument of historical processes”.
Fowler (1996) Ideology is omnipresent in every single
text (spoken, written, audio, visual or the combinations of all of them).
Itulah
gambaran Fowler (1996) tentang ideology. Menurutnya, ideology adalah satu
perantara dan sebuah instrument proses sejarah. Ideology juga mana-mana yang
ada di setiap text (spoken, written, audio, visual atau kombinasi dari mereka).
Oleh karena itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis.
Mr.Lala
kemudian menjelaskan bahwa writing in college atau academic writing sering
berbentuk “ajakan”- menarik dan memiliki point of view yang logis. Ajakan
adalah bentuk kemampuan yang sering kami lakukan setiap hari. Di kampus,
tugas-tugas yang diberikan dosen sering meminta kami untuk membuat “a
persuasive case in writing”
Dalam menulis, kami diminta untuk menjelaskan dimana
sudut pandang kami dalam teks yang kami tulis. Dalam bentuk ajakn, sering
disebut juga sebagai “academic argument” yang mengikuti aturan-aturan menulis
yang dapat diprediksi. Setelah menjelaskan tentang pengenalan topic yang kami
pilih, kami harus menggambarkan di mana posisi kita (sudut pandang) dalam
tulisan tersebut dalam satu kalimat. Kalimat inilah yang kemudian disebut
sebagai “Thesis statement”.
Thesis
statement adalah ringkasan dari argument-argument yang kami jelaskan dalam
tulisan kami. Thesi statement juga merupakan ide utama dari tulisan kami.
Thesis statement dari satu essay terdiri dari satu atau dua kalimat yang
menggambarkan ide utama. Thesis statement juga mengidentifikasi topic penulis
dan pendapat penulis tentang topic yang ia pilih. Thesis statement memiliki dua
fungsi, yakni:
1. The
writer creates a thesis to focus the essay’s subject.
2. The
presence of a good thesis statement aids reader
understanding
Berikut
ini beberapa penjelasan lebih lanjut tentang thesis statements.
- Tells the reader how you will
interpret the significance of the subject matter under discussion.
- Is a road map for the paper; in
other words, it tells the reader what to expect from the rest of the
paper.
- Directly answers the question asked
of you. A thesis is an interpretation of a question or subject, not the
subject itself. The subject, or topic, of an essay might be World War II
or Moby Dick; a thesis must then offer a way to understand the war or the
novel.
- Makes a claim that others might
dispute.
- Is usually a single sentence
somewhere in your first paragraph that presents your argument to the
reader.
Sebagai
pengingat penting:
·
A thesis is the
result of a lengthy thinking process.
·
Before you
develop an argument on any topic, you have to collect and organize evidence,
look for possible relationships between known facts (such as surprising
contrasts or similarities), and think about the significance of these
relationships.
Berikut
beberapa catatan tentang penilaian pembaca dan apa yang harus kami lakukan
senagai penulis.
¡ Does my thesis pass the “So what?” ” test?”
jika pembaca pertama merespon dengan kata “so what?” kemudian kami sebagai
penulis butuh bahkan harus mengklarifikasinya, memaparkan hubungannya atau
mengkoneksikan isu besarnya.
¡ Does my essay
support my thesis specifically and without wandering? Jiak
thesis penulis dan body dari essay penulis tidak terlihat berjalan bersama.
Dengan kata lain, antara thesis dan body paragraphnya tidak
sejalan/senada/seirama, maka salah satu dari mereka harus diganti. Mengganti
thesis statement bisa menjadi refleksi atas sesuatau yang penulis gambarkan
dalam paper essaynya.
Dari
pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini kami masih berada pada fase
“peniru”. Kami masih belum banyak membaca, sehingga kami masih belum bisa
menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan teks-teks yang telah kami baca. Kami
juga masih dalam tahap menerka-nerka informasi yang kami dapat lalu kami
bagikan. Akan tetapi, fase inlah sebagai fase awal kami untuk menjadi LITERAT.