class Review 6

Mar
18
Meniru: Fase Awal Menjadi Literat
(By: Ida Fauziyah)

Jumat pagi. Jelas berbeda dengan sebelumnya ketika kami harus bertemu Mr.Lala di kelas writing 4 dalam keadaan masih pagi buta. Hari itu merupakan make-up kelas kami. Dalam session ke enam itu banyak menjelaskan writing dan reading.
Mr.Lala menggambarkan orang literat sebagai orang yang tercerahkan. Mereka adalah orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Mereka juga adalah orang-orang yang “affordance” dan “meaning potential”. Mereka adalah orang-orang yang menjadi sumberdaya.

Beda halnya, katanya dengan mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari “suara-suara penuh kuasa” di bidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan “yang tercerahkan”-literat-mereka baru pada fase awal; peniru. Mungkin “peniru” adalah gambaran sosok-sosok kami saat ini. Kami masih banyak mengira-ngira tanpa adanya bukti sebagai landasannya. Akan tetapi ini merupakan fase awal kami sebelum kami menjadi orang literat.
To emitate Þ To discourse Þ To create
Itulah gambaran fase untuk menjadi literat. Fase awal  yaitu kami harus menjadi peniru. Lalu, kami menjadi orang yang memiliki sumberdaya (pengetahuan). Setelah itu, baru kami menjadi orang yang menciptakan dan memberikan ilmu pengetahuan.
Fowler (1996: 10): “Like the historian critical linguist aims to understand the values which underpin social, economic, and political formations, and diachronically, changes in values and changes in formaitons”.
Untuk menjadi literat kami bisa meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang historian critical linguist. Kami bisa mengerti nilai-nilai yang terkandung dalam suatu hal (data) dan bagaimana perubahannya. Kami harus memastikan apakah data itu sudah synchronic dan diachronic atau malah sebaliknya. Jika terjadi sebaliknya. Seharusnya kami menanyakan tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Apakah itu valid atau tidak.
Fowler (1996: 12): “Ideology is of course both a medium and an instrument of historical processes”.  Fowler (1996) Ideology is omnipresent in every single text (spoken, written, audio, visual or the combinations of all of them).
Itulah gambaran Fowler (1996) tentang ideology. Menurutnya, ideology adalah satu perantara dan sebuah instrument proses sejarah. Ideology juga mana-mana yang ada di setiap text (spoken, written, audio, visual atau kombinasi dari mereka). Oleh karena itu, membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideologis.
Mr.Lala kemudian menjelaskan bahwa writing in college atau academic writing sering berbentuk “ajakan”- menarik dan memiliki point of view yang logis. Ajakan adalah bentuk kemampuan yang sering kami lakukan setiap hari. Di kampus, tugas-tugas yang diberikan dosen sering meminta kami untuk membuat “a persuasive case in writing”
 Dalam menulis, kami diminta untuk menjelaskan dimana sudut pandang kami dalam teks yang kami tulis. Dalam bentuk ajakn, sering disebut juga sebagai “academic argument” yang mengikuti aturan-aturan menulis yang dapat diprediksi. Setelah menjelaskan tentang pengenalan topic yang kami pilih, kami harus menggambarkan di mana posisi kita (sudut pandang) dalam tulisan tersebut dalam satu kalimat. Kalimat inilah yang kemudian disebut sebagai “Thesis statement”.
Thesis statement adalah ringkasan dari argument-argument yang kami jelaskan dalam tulisan kami. Thesi statement juga merupakan ide utama dari tulisan kami. Thesis statement dari satu essay terdiri dari satu atau dua kalimat yang menggambarkan ide utama. Thesis statement juga mengidentifikasi topic penulis dan pendapat penulis tentang topic yang ia pilih. Thesis statement memiliki dua fungsi, yakni:
1.      The writer creates a thesis to focus the essay’s subject.
2.      The presence of a good thesis statement aids reader  understanding
Berikut ini beberapa penjelasan lebih lanjut tentang thesis statements.
  1. Tells the reader how you will interpret the significance of the subject matter under discussion.
  2. Is a road map for the paper; in other words, it tells the reader what to expect from the rest of the paper.
  3. Directly answers the question asked of you. A thesis is an interpretation of a question or subject, not the subject itself. The subject, or topic, of an essay might be World War II or Moby Dick; a thesis must then offer a way to understand the war or the novel.
  4. Makes a claim that others might dispute.
  5. Is usually a single sentence somewhere in your first paragraph that presents your argument to the reader.
Sebagai pengingat penting:
·         A thesis is the result of a lengthy thinking process.
·         Before you develop an argument on any topic, you have to collect and organize evidence, look for possible relationships between known facts (such as surprising contrasts or similarities), and think about the significance of these relationships.
Berikut beberapa catatan tentang penilaian pembaca dan apa yang harus kami lakukan senagai penulis.
¡  Does my thesis pass the “So what?” ” test?” jika pembaca pertama merespon dengan kata “so what?” kemudian kami sebagai penulis butuh bahkan harus mengklarifikasinya, memaparkan hubungannya atau mengkoneksikan isu besarnya.
¡   Does my essay support my thesis specifically and without wandering? Jiak thesis penulis dan body dari essay penulis tidak terlihat berjalan bersama. Dengan kata lain, antara thesis dan body paragraphnya tidak sejalan/senada/seirama, maka salah satu dari mereka harus diganti. Mengganti thesis statement bisa menjadi refleksi atas sesuatau yang penulis gambarkan dalam paper essaynya.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa saat ini kami masih berada pada fase “peniru”. Kami masih belum banyak membaca, sehingga kami masih belum bisa menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan teks-teks yang telah kami baca. Kami juga masih dalam tahap menerka-nerka informasi yang kami dapat lalu kami bagikan. Akan tetapi, fase inlah sebagai fase awal kami untuk menjadi LITERAT.  


Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment