Karenamu (buku) sejarah bisa
berubah
Author : Dwi Arianti
Author : Dwi Arianti
Anybody can make a history, only a great man can write it.
-Oscar wilde-
Setiap orang yang hidup di dunia
mempunyai kesempatan untuk meciptakan sejarah dalam hidupnya. Akan tetapi orang
yang yang menciptakan sejarah adalah orang yang mampu menuliskannya dalam
sebuah kata-kata indah yang terangkai menjadi sebuah tulisan. Ketika seseorang
menulis maka ia diibaratkan sedang mengukir sejarah (crafting history). Sejarah mengenai apa yang telah terjadi di
dalam hidupnya. Tulisan inilah yang nantinya menjadi arsip penting yang dapat
dijadikan petunjuk atau arahan hidup di masa depan. Tulisan ini pula dapat dijadikan
sebagai kenangan hidup dan sejarah si penulisnya.
Orang boleh pandai
setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis,ia akan hilang dalam masyarakat
dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadiaan.
-Pramoedya Ananta Toer-
-Pramoedya Ananta Toer-
Setiap orang yang mempunyai wawasan yang luas tetapi ia
tidak dapat menciptakan tulisan dalam hidupnya, ia bagaikan orang yang tidak
berguna. Kita dapat menilik sedikit mengenai kehidupan pendidikan di Indonesia.
Sebagian orang yang mempunyai wawasan yang luas, pengetahuan yang tinggi dengan
bergelar Master ataupun Profesor disandangnya, tetapi apa yang
telah mereka sumbangkan kepada pendidikan di Indonesia. Tidak ada tulisan yang
diciptakan oleh mereka. Ini merupakan bukti nyata kegagalan pengajaran menulis
dalam pendidikan negara kita. Dari sinilah, kita harus menyadari bahwa pendidikan
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap pembangunan literasi. Tiada pembangunan
tanpa pendidikan, dan tiada pendidikan tanpa buku.
Buku adalah
kumpulan kertas yang berisi tulisan-tulisan dari penulisnya. Seringkali orang tidak pernah menyadari
bahwa buku adalah hal yang memiliki pengaruh penting bagi kehidupan seseorang.
Sebagian orang hanya memandang buku
sebagai suatu tumpukan kertas tak berjiwa yang penuh oleh kumpulan paragraf yang
bergandengan menjadi sebuah tulisan dan merupakan curahan hati sang penulis
yang jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Namun orang tidak pernah menyangka
bahwa dibalik sebuah buku telah tersimpan suatu kekuatan hebat. Seperti hal nya
pepatah mengatakan bahwa “Buku adalah jendela dunia yang dapat
mengubah bumi tempat kita berpijak ini, tidak ada seorang pun yang
memungkirinya”. Pepatah ini
jelas mengatakan bahwa buku dapat mengubah sejarah di dunia ini.
Buku merupakan instrumen yang berdaya
kuat, mencengkeram erat, menggetarkan dan berkuasa mengubah arah
peristiwa-peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Perubahan yang akan terjadi
dapat berupa kebaikan bahkan seringkali kepada keburukan. Seperti halnya buku Common
Sense (Pikiran Sehat) karya Thomas Paine, seorang
pengarang Amerika Serikat, terbit pada 10 Januari 1776. Buku tersebut pada
dasarnya sebuah pamflet. Hal ini karena jumlah halamannya setebal 47 halaman.
Dalam waktu tiga bulan saja, buku tersebut terjual habis 120.000 eksemplar.
Perkiraan penjualan seluruhnya mendekati jumlah setengah juta eksemplar. Suatu
jumlah yang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada masa itu, sama
besarnya dengan penjualan enam puluh juta di Amerika Serikat masa sekarang.
Setiap orang yang pandai membaca di
ketigabelas koloni jajahan Inggris masa itu telah membaca buku Common
Sense. Sekalipun penjualan buku tersebut luar biasa besarnya,
Paine tidak bersedia untuk menerima honorarium walau sesen pun. Tidak ada buku
di Amerika Serikat masa itu yang mempunyai pengaruh begitu cepat seperti Common
Sense. Buku ini laksana tiupan nyaring sangkakala yang memanggil kolonis-kolonis Amerika untuk bangkit
memperjuangkan kemerdekaan mereka tanpa syarat. Paine telah mengemukakan dalam
bukunya bahwa revolusi adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan
persengketaan mereka dengan Inggris dan Raja George III. “Lantaran tidak
ada cara lain mencapai tujuan kecuali ledakan-ledakan,” kata Paine. Hal yang membuat pena Thomas Paine begitu berarti dalam
perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat adalah ia meminum dari tinta yang gelap,
lalu melukiskan cahaya. Buku Paine ini salah satu seberkas cahaya yang
diarahkan bagi kemaslahatan.
Akan tetapi berbeda dengan contoh
diatas, buku juga dapat mendatangkan bencana. Mein Kampf
(Perjuanganku) karya Adolf Hitler contohnya. Buku ini ada yang mengatakan
sebagai “karya besar propaganda zaman ini”. Jika dilihat dari kacamata seorang
hakim Mahkamah Kejahatan Perang Internasional yang dibentuk seusai Perang Dunia
II, Mein Kampf adalah “buku abad ke-20 yang paling
dibebani kejahatan”. Melalui buku ini, sebuah bangsa besar, yakni Jerman, dan
kawan-kawan serikatnya telah menyediakan diri untuk melaksanakan pikiran-pikran
fanatik yang terkandung dalam buku tersebut. Mein Kampf
terdiri dari 2 jilid. Jilid pertama diterbitkan tahun 1925, dan jilid kedua
setahun berikutnya, dengan ketebalan keduanya 700 halaman lebih. Dengan
demikian buku tersebut terbit jauh hari sebelum Adolf Hitler mengambil kendali
pemerintahan di Jerman pada 1933.
Sesungguhnya Mein Kampf
lebih merupakan buku yang diucapkan ketimbang yang dituliskan. Buku tersebut
diselesaikan saat Hitler meringkuk dalam penjara Bavaria. Orang yang menyertai
Hitler dalam penjara adalah pengikutnya yang setia, Rudolf Hess. Jilid pertama
dari buku ini didiktekan kepada Hess dan langsung diketik di atas sebuah mesin
ketik. Buku ini dipersembahkan kepada 16 orang Nazi yang gugur dalam
pemberontakan Munich. Aslinya buku jilid pertama diberi judul “Empat
Setengah Tahun Perjuangan Melawan Dusta, Kebohongan dan Kepengecutan“.
Lantas oleh penerbit, diubah menjadi Mein Kampf yang
berarti Perjuanganku. Sementara itu, jilid kedua diselesaikan dan terbit pada
tahun 1926.
Di Jerman, sewaktu Perang Dunia II
pecah pada 1939, 5.000.000 (lima juta) eksemplar buku Mein Kampf
telah diedarkan. Nyanyi pokok buku karya Hitler –yang selalu diulang-ulang–
ialah ras, kemurnian ras, keunggulan ras dan keangkuhan ras, seraya merendahkan
ras lain, utamanya ras Yahudi. Didorong oleh percikan api buku Mein
Kampf ini, dan propaganda masif yang menyertai, kaum Nazi
pada Perang Dunia II tanpa rasa berperikemanusiaan telah membakar dan
membumihanguskan kota-kota, serta menewaskan jutaan orang di daratan Eropa.
Hanya karena berbeda ras. Dalam hal ini kaum ras Yahudi, Gipsy, Negro dan
lain-lain di luar ras Arya.
Menurut Norman Cousins, seorang
wartawan politik Amerika Serikat yang juga aktivis perdaMaian dunia, “Buku Mein
Kampf adalah buku yang paling efektif dalam abad ke-20. Bagi setiap kata
yang terdapat di dalamnya 125 nyawa telah hilang; bagi setiap halaman 4.700
jiwa lenyap; dan bagi setiap bab lebih dari 1.200.000 nyawa melayang”.
Kehebatan buku Mein Kampf, kata Cousins lebih lanjut, lantaran ia
merupakan kitab suci politik rakyat Jerman, dan pembimbing politik dari Reich
Ketiga itu dari tahun 1933 sampai akhir Perang Dunia II.
Jika dilihat dari kedua contoh
tersebut, di manakah rahasia kekuatan sebuah buku? Dalam konteks tulisan di
atas, inilah hukum besi yang berlaku di mana-mana: tiada lain lantaran tuntutan
zaman telah siap buat para penulis bersangkutan. Rakyat Amerika kala itu tengah
bersitegang dengan Inggris hingga melahirkan perang kemerdekaan. Sumbu-sumbu
pendek dinamit yang siap terbakar dan meledak, mendapatkan percikan api lebih
cepat dari pamflet Common Sense Thomas Paine. Demikian
pula Jerman di masa Hitler hidup. Dipermalukan sebagai bangsa melalui
Perjanjian Versailles pada 1919 oleh Sekutu karena kalah dalam Perang Dunia I,
ekonomi Jerman kalang kabut dan terhempas di titik nadir. Kehidupan dan masa
depan tidak menentu. Kondisi psikologi publik semacam itu melahirkan perlunya
suatu kambing hitam. Lantas, ras Yahudi di Eropa dipersalahkan sebagai penyebab
kekacauan tersebut dan sasaran utamanya. Terbitnya Mein Kampf
karya Adolf Hitler dinilai sebagai jawaban atas situasi kacau itu. Dan ia
dianggap membawa pesan-pesan yang acapkali emosional sifatnya.
Dua buah buku yang dikupas sekilas di
atas, harus diakui memiliki kekuatan-kekuatan. Kekuatan dimaksud bisa
menimbulkan pengaruh baik maupun buruk. Pada dasarnya, buku bukanlah untuk
mengukur nilai-nilai moral, akan tetapi untuk menunjukkan bahwa buku adalah
suatu instrumen belaka yang dapat menjadi senjata-senjata dinamis dan hebat,
tergantung sejauhmana kita meresapi dan mendalami kandungan isinya.
Mengenai pengaruh dan kekuatan yang
dapat ditimbulkan oleh suatu buku bagi manusia dan kebudayaannya, ada baiknya
pula jika saya sitir kata-kata seorang penulis Amerika Serikat, Ray Bradbury.
Dengan kalimat menyentak ia mengatakan, “Anda tidak perlu membakar buku
jika ingin menghancurkan kebudayaan. Perintahkan orang untuk berhenti
membaca, itu sudah cukup!”.
Buku dan sejarah tentunya
memiliki hubungan yang saling berkaitan. Dengan buku, seseorang dapat mengukir sejarahnya.
Dengan buku pula, seseorang dapat merubah sejarah dalam kehidupannya. Sejarah adalah
hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Dengan sejarah orang akan
mengetahui kehidupan di masa lampau yang nantinya akan di jadikan rujukan untuk
menempuh kehidupan yang lebih baik di masa sekarang dan khususnya di masa
depan. Menurut Soekarno dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa “ Jangan
sekali-kali melupakan sejarah”. Jelaslah bahwa sejarah memang tidak untuk
dilupakan tetapi untuk dikenang.
Sejarah yang diukir melalui
buku tentunya harus sesuai dengan kebenaran yang ada. Kebenaran memiliki arti sebagai sesuatu yang dianggap nyata dan benar-benar
terjadi. Sedangakan pengertian kebenaran dalam sejarah itu sendiri menurut
Louis Gottschalk (1975:96) “kebenaran sejarah dapat didefinisikan
sebagai suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tidak langsung dari
dokumen-dokumem sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang seksama
sesuai dengan hukum-hukum metode sejarah”.
Apakah ada kebenaran dalam sejarah? Pertanyaan mendasar seperti ini seringkali
timbul ketika kita membaca sebuah uraian sejarah tentang sebuah peristiwa.
Namun kita seringkali mengabaikan arti dari ‘kebenaran’ dalam sebuah sejarah
atau cenderung menganggap ‘kebenaran sejarah’ itu adalah apa yang diuraikan
dalam uraian sejarah yang kita baca. Ketika anggapan kita sebagai pembaca
seperti itu, maka keadaan tersebut akan menimbulkan suatu pandangan subjektif
terhadap suatu peristiwa dan lebih parah lagi akan menimbulkan fanatisme
terhadap suatu ‘kebenaran’ dari satu atau sekelompok sejarawan. Hal seperti ini
menyebabkan pandangan keliru khalayak terhadap peristiwa tanpa melihat sudut
pandang lain sebagai pembanding. Selain itu, paradigma seperti ini memberikan
ruang untuk ‘memalsukan’ sejarah dengan mempergunakan sejarah sebagai alat
propaganda dalam penyebaran ideologi maupun dalam usaha menjatuhkan lawan
politik.
Oleh karena itu kebenaran dalam
sejarah merupakan sesuatu hal yang harus dipenuhi, karena apabila dalam sejarah
tersebut tidak mengandung unsur kebenaran sama sekali, maka sejarah tersebut
sama saja dengan mitos. Sehingga kebenaran dalam sejarah itu adalah sesuatu
yang mutlak harus terpenuhi. Bukan hanya itu. saja sejarah juga sebagai wadah
kita untuk mempelajari apa yang telah terjadi dimasa lalu, sehingga manusia
yang tidak tau sejarahnya adalah manusia yang sedang hilang ingatan atau
manusia itu sedang omnesia. Kebenaran juga bisa dibuktikan dengan menggunakan
sumber tertulis (dokumen, arsip, prasasti), juga biasa menggunakan sumber
sumber lisan dari saksi saksi orang yang
ada dan kemudian dihipotesa, jika ada yang tidak sesuai dengan hipotesa
tersebut, Maka pernyataan itu patut diragukan.
Pada buku howard Zinn yang
berjudul “Anthropology off the Shelf: Speaking Truth to Power with Book” menjelaskan
bahwa buku memiliki efek yang sangat penting dalam mepengaruhi dan mengubah
kesadaran seseorang di dalam hidupnya. Ketika sesorang menginjak usia
limabelas, enambelas, dan tujuhbelas tahun disinilah buku memiliki efek yang
kuat untuk mepengaruhi pembacanya. Seperti halnya Howard zinn, ketika berusia
14 tahun ternyata mulai tertarik kepada buku. Dan kemudian buku tersebut mampu
mempengaruhi kehidupan yang ia jalani dalam hidupnya.
Howard zin
membayangkan orang lain memiliki pengalaman yang sama dengan dirinya. Lalu sebenarnya
apa hubungan buku dengan pengaruhnya. Bagaimana keduanya mampu berhubungan? Ternyata
buku dapat mengubah hidup seseorang yang ditemuinya, sebagai contoh yang telah
membaca buku The Color Purple dari Alice
Walker. Jika buku dapat mempengaruhi seseorang atau mengubah hidup kesadaran
seseorang maka semuanya akan memiliki efek pada dunia.
Pada buku
howard Zinn yang berjudul “Anthropology off the Shelf: Speaking Truth to Power
with Book” menjelaskan tentang Christopher Columbus. Ketika beliau menulis buku
mengenai sejarah Amerika, ia menuliskan bahwasannya Columbus sebagai pembunuh, penyiksa,
penculik, mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas,
bersedia untuk membunuh orang dan mencincang orang-itu mengejutkan. Hal ini
berlawanan sekali dengan pendapat orang-orang amerika yang beranggapan bahwa Columbus
adalah seorang pahlawan, penemu besar dari
benua mereka , serta pembaca Alkitab
yang saleh.
" Perlakuan
pahlawan ( Columbus ) dan korban mereka ( Arawaks ) - penerimaan tenang
penaklukan dan pembunuhan atas nama kemajuan - hanya satu aspek pendekatan
tertentu untuk sejarah , di mana masa lalu diceritakan dari sudut pandangan
pemerintah, penakluk, diplomat,pemimpin."
-Howard Zinn-
Dalam buku A people’s History of The United State,
Howard Zinn menyatakan bahwa sejarah sebuah rakyat Amerika Serikat dimulai
dengan menceritakan kembali dari pertemuan pertama dari masyarakat adat di
Karibia dengan ekspedisi Christopher Columbus. Pandangan Zinn tentang ini
pertemuan pertama sangat berbeda dari pandangan tokoh sejarah yang populer, di
mana Columbus digambarkan sebagai
penjelajah damai yang tercerahkan setelah “menemukan” tempat yang berada
di tanah baru, berteman dengan orang-orang pribumi . Penggambaran dari jurnal
Columbus sendiri serta tulisan-tulisan lain sezaman, Zinn menghadapkan Columbus
sebagai agen penaklukan dengan nafsu untuk emas dan sumber daya lainnya yang
juga memiliki keinginan untuk menyiksa dan membunuh orang lain untuk mencapai
tujuan tersebut . Ini adalah titik utama dari ini bahwa narasi Zinn di A people’s History of The United State, menyimpang
dari banyak dari apa yang telah mendahuluinya. Zinn melanjutkan dengan
menyatakan bahwa banyak dari apa yang telah disampaikan kepada siswa sebagai
" sejarah " di masa lalu itu pada kenyataannya adalah agenda siap
terfokus pada menjaga kekuatan elit sosial. Columbus dan motivasinya merupakan
bentrokan pertama nilai-nilai yang terjadi di Dunia Baru. Dalam
tulisan-tulisannya, Columbus melihat bahwa penduduk Kepulauan Bahama damai,
akomodatif dan tidak memiliki unsur-unsur yang terorganisir untuk membela diri
. Dalam pikiran Columbus, faktor-faktor ini membuat orang-orang pribumi matang
untuk ditaklukkan oleh Spanyol dan negara Eropa lainnya . Dalam analisis Zinn
itu, pandangan ini membentuk perilaku orang Eropa dan keturunan mereka selama
berabad-abad . Ide eksploitasi sumber daya, orang, perbedaan budaya adalah
faktor utama dalam masuknya dan penaklukan Dunia Baru. Para pemukim dan
penakluk Eropa siap untuk menggunakan semua jalan kekerasan dan pemaksaan
terhadap penduduk yang pandangan dunia, dalam banyak kasus, tidak termasuk
cita-cita penaklukan, kerja paksa atau hukuman massa (Zinn, hal 5, 1995).
Konsekuensi yang mendalam. Menggambar dari berbagai sumber, baik dari periode
dan modern, Zinn memperkirakan bahwa mungkin 3 juta orang tewas di Karibia
sendiri dari serangan, kerja paksa dan penyakit ( Zinn, hal 7, 1995). Sementara
jumlah orang di Amerika sebelum 1492 tidak pasti, pada saat permukiman permanen
Jamestown pada awal 1610, para penduduk asli dari Karibia telah begitu habis
bahwa pemukim Eropa telah membutuhkan sumber lain kasar, tenaga manusia
permanen.
Jika
kita menganggapi kedua sejarah Amerika yang berbeda jelas kita harus meluruskan
bahwasannya manakah sejarah yang benar mengenai Colombus. Ada beberapa fakta
mengenai Colombus yang sebenarnya. Columbus memperkosa putri salah satu
bangsawan Spanyol yang masih berusia 13 tahun. Pengadilan tidak bisa memutuskan
ia harus di hukum mati. Terjadi pada tahun 1491 dan seorang Pastor bernama
Pastor Perez menengahi atas nama Columbus dan memohon dengan Ratu Isabella
untuk mendanai Columbus yang , jika ia berhasil akan mampu untuk mengkonversi
penduduk asli Kristen, sehingga akhirnya Ratu Isabella mengirimnya dalam
misi mencari benua baru (saat itu tujuan utama adalah mencari India) dan dengan
harapan, Columbus tidak akan bisa pulang kembali.
Saat akhirnya
Columbus mendarat pertama kali di Benua Biru Amerika, ia masih mengira
inilah tanah India. Saat itu para penduduk asli menyambut Columbus dengan
gembira. Namun, sebaliknya apa yang ditulis Columbus dalam jurnalnya?
“Mereka membawakam kami
burung beo, bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya sebagai hadiah.
Mereka rela memperdagangkan segala yang mereka miliki … Mereka tidak memanggul
senjata, padahal saya menunjukkan pedang. Mereka tidak memiliki besi. Tombak
mereka terbuat dari tebu … Mereka akan dengan mudah kami taklukan menjadi budak….
Dengan lima puluh orang saja, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat
mereka melakukan apapun yang kita inginkan.”
Columbus juga
menulis, “Saya percaya, bahwa mereka akan dengan mudah menjadi orang
Kristen buatan, karena sepertinya mereka tidak beragama.” Dalam catatan
hariannya, Columbus mengakui, bahwa saat ia tiba di Hindia (ia saat itu masih
percaya telah menemukan India, bukan Amerika), ia menyiksa penduduk pribumi,
menggantung, mencambuknya, hanya demi satu informasi penting : “Dimana ada
Emas?“ Helen Ellerbe, dalam “The Dark Side of Christian History”
(hal. 86-88), menggambarkan keberingasan Columbus. Selain menyiksa, ia
juga sering memperkosa perempuan-perempuan pribumi, lalu mencambuk mereka demi
kesenangan belaka. Koloni yang di bawa Columbus pada pelayaran berikutnya
(1496), di klaim bertanggungjawab atas kematian 34 juta penduduk asli Amerika.
Colombus Penyebar
Sifilis di Europa
Pandemi sifilis melanda Eropa
tak lama setelah Columbus ‘kembali, dan itu mengubah jalannya sejarah. Awalnya
sangat mematikan, penyakit yang menyeramkan dan banyak kematian pada saat itu. Nah,
kini apakah masih pantas jika si Columbus ini disebut-sebut sebagai tokoh besar
penemu Amerika? Dan diperingati pula seluas dunia dengan “Columbus Day”?
Setelah mengetahui fakta kebohongan yang sangat mencengangkan atas kekejaman
luar biasa yang telah dirinya lakukan. Dia adalah seorang pembunuh ,
pemerkosa , dan seseorang yang secara aktif berpartisipasi dalam genosida yang
akhirnya menyebabkan kematian dari 20 juta masyarakat adat di Indian di
Haiti.
Setiap orang yang hidup di dunia
mempunyai kesempatan untuk meciptakan sejarah dalam hidupnya. Akan tetapi orang
yang yang menciptakan sejarah adalah orang yang mampu menuliskannya dalam
sebuah kata-kata indah yang terangkai menjadi sebuah tulisan seperti halnya
buku. Buku adalah kumpulan kertas yang berisi tulisan-tulisan dari penulisnya.
Buku adalah hal yang memiliki
pengaruh penting bagi kehidupan seseorang. Dibalik sebuah buku telah tersimpan
suatu kekuatan hebat. Buku dan
sejarah tentunya memiliki hubungan yang saling berkaitan. Dengan buku,
seseorang dapat mengukir sejarahnya karena dengan buku sejarah dapat dirubah.
REFERENSI
A people’s History of The United State