Class Review 7 : Bencana



Bencana

Sudah hampir setengah musim saya dan kawan – kawan saya bermain di Academic Writing.  Saya merasa tenaga saya sudah terkuras habis, kawan – kawan yang lain pun pasti merasakan hal yang sama.  Haus, saya kehausan, haus sekali.  Di pertengahan musim ini kami dilanda bencana, atau mungkin adzab.
Senin, 17 Maret 2014 Pertemuan ke – 7…

Pagi itu, tepatnya pukiu 09.00 WIB Mr. Lala Bumela memulai pertemuan kali ini dengan meyodorkan satu artikel dari salah satu situs online mengenai kekalahan MU.  Dari artikel tersebut Mr. Lala menjelaskan tentang betapa pentingnya sebuah judul.
Judul memang salah satu hal terpenting dalam sebuah tulisan.  Seperti yang sering dikatakan Mr. Lala bahwa judul merupakan roh dari sebuah tulisan.  Sama seperti yang dipaparkan oleh Sugeng (kompasiana.com) bahwa judul tulisan ataupun artikel mempunyai roh bagi isi kandungannya.  Judul tulisan harusnya mewakili isi tulisan tersebut.
Sugeng lebih jauh memaparkan bahwa judul dari sebuah tulisan mempunyai peranan yang sangat besar untuk mencapai suatu tujuan tulisan yang akan diraihnya.  Bagi seorang penulis ati calon artikel, judul dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengambil hati pembacanya pada tulisan yang disajikan.  Judul tulisan akan mampu “menghipnotis” mata calon pembaca.
Itulah yang diharapkan oleh master kami (baca : Mr. Lala Bumela).  Beliau ingin kami mampu membuat artikel dengan judul yang mampu menarik minat baca sang master.  Bahkan lebih jauh lagi beliau berharap kami mampu membuat judul yang mampu menghidupkan minat baca seseorang yang telah mati.
Kemudian Mr. Lala kembali mempresentasikan tentang apa yang akan kami lakukan pagi ini.  pagi ini kita akan melakukan peer review.  Peer Review is a Must!
Sebelum kita memulai peer review, Mr. Lala membagi perkataan – perkataan yang berarti : The Flam That Fires Up My Soul :
Milan Kundera comments (in L’Art duroman , 1986) :
“to write,means for the poet to crush the wall behind which something that ``was always there'' hides.”
Arinya bagi sastrrawan menulis itu seperti menghancurkan tembok untuk melihat atau mengungkap sesuatu yang selalu disana dan tersembunyi di balik tembok.  Ini berarti tugas dari penulis atau sastrawan tidak berbeda dengan historian atau sejarawan, yang juga menemukan dari pada membuat.
“In this respect, the task of the poet is not different from the work of history, which also discovers rather than invents”
“History, like poets, uncovers, in ever new situations, the human possibilities heretofore hidden
Another source of inspiration :
“What history does matter of factly, is a mission for the poet.
Artinya apa yang dilakukan sejarah tentang fakta adalah misi untuk para sastrawan atau penyair.
“To rise to this mission, the poet must refuse service to the truths known beforehand, truths already `obvious' because floating on the surface.
Ini bermaksud, untuk mencapai misi, seorang sastrawan harus membuang anggapan bahwa kebenaran sudah diketahui karena kebenaran ada dipermukaan laut.  Penyair atau sastrawan harus mengungkap lebih dari yang terlihat, sastrawan harus mengungkap kebenaran yang tersembunyi di bawah permukaan laut, begitupun dengan sejarawan.
“Since history is the endless process of human creation, is it not for the same reason (and by the same token) the unending process of human self-discovery?”
Karena sejarah merupakan proses tanpa akhir ciptaan manusia, ini bukanlah untuk alasan yand sama ( dan dengan cara yang sama) proses tak berujung dari proses penemuan diri manusia.
Kata- kata tersebut mengartikan bahwa seorang penyair dan sejarawan memiliki tugas dan misi yang sama.  Seperti kata Fowler (1996 : 10) “Like the historian critical linguist aims to understand the values which underpin social, economic, and political formations, and diachronically, changes in values and changes in formaitons.
Ini berarti seorang penyair dan sejarawan memiliki tujuan yang sama, yaitu memahami value.  Value di sini yang mendukung formasi sosial, ekonomi, dan politik berdasarkan dengan ilmu linguistik, merubah atau perubahan nilai dan perubahan atau merubah formasi.
Setelah itu Mr. Lala menjelaskan bagaimana cara kita melakukan peer review :
  Peer review within an hour 45 mins
  What to assess include two basic parameters: unity-coherence (see the details in the supplementary material)
  what if I propose this: 40% for UNITY and 60% for coherence.
Kami duduk berhadapan dengan partner kami masing – masing, kebetulan pasangan saya saaat itu adalah Friska.  Mr. Lala mengatakan bahwa ini adalah critical review! Saya kaget dan tentu saja kawan – kawan saya yang lain juga turut kaget karena kami mengira ini free writing.
Setelah selesai melakukan peer review Mr. Lala mengambil 10 paper secara acak.  Kemudian Mr. Lala memeriksanya hanya dengan melihat sekilas sambil berkata : “generic structurenya tidak ada”.
Mr. Lala Nampak sangat kecewa sekali, atau bahkan marah.  Beliau berkata bahwa kami sudah sampai pada tahap ignorance kurang besar IGNORANCE.  Sebab tidak ada stupun dari kami yang menulis secara jelas generic structure dari critical review.
Lagi, class review kami pun tidak sebagus kelas lain.  Hanya dua orang saja yang menuliskan tentang India pada masa lampau, yaitu Fitria dan Aulia (padahal saya juga menulis tentang itu pak L).  Ini benar – benar bencana.
Mr. Lala benar – benar marah pada kami.  Sebenarnya kami tidak paham mengnai generic structure yang harus dituliskan secara gambling.  Kami merasa (berdasarkan writing yang sudah – sudah) generic structure biasanya tak tertulis.
In isalah kami yang “SOK TAHU” dan tidak mau bertanya, mungkin memang benar kami ini “BLAGU” tapi kami tidak bermaksud mengabaikan beliau.  Mr. Lala lembali murka pada kami.  Saya tidak tahu harus bagaiman lagi.  Saya dan kawan – kawan merasa bingung.
Untuk hari ini kesimpulannya adalah seorang penyair dan sejarawan memiliki misi yang sama, yaitu mengungkap kebenaran dan nilai – niali.  Sedangkan bencana atau mungkin adzab yang kami terima hari ini disebabkan karena kami terlalu percaya diri dan tidak meminta kejelasan kepada Mr. Lala dalam arti menanyakan langsung kepada beliau bagaiman jelasnya.
Pokoknya hari ini benar – benar horror, mencekam, dingin dan sepi.



Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment