Class Review 7
Modal
Seorang Kritikus
Sebuah cambukan keras bagi para Mahasiswa TBI_A
dalam Mata Kuliah Writing and Comprehension yang masih jauh memenuhi apa yang
diinginkan dosennya. Semuanya tertunduk
tanpa sepatah katapun. Mererka tak
ubahnya seperti lebah madu yang menyengat manusia dan akhirnya mati sendiri
karenanya. Begitupun dengan Mahasiswa
TBI-A yang begitu semangatnya menyuntikkan tiap goresannya pada
lembaran-lembaran kosong, tapi pada akhirnya tertunduk karena salah. Ya, mereka salah membuat tugas critical
review pada Mata Kuliah Writing and Comprehention 4 yang dilatih oleh Mr. Lala
Bumela.
Senin, 17 Maret 2014 merupakan hari dimana Mata
Kuliah Writing and Comprehension menunjukkan existensinya. Sang pelatih Mr. Lalapun masih dengan
semagatnya mengajari mahasiswa dalam menjadi good reader and good writer
dalam ranah Academic Writing. Pada pertemuan kali ini, beliau membawakan
sepaket pemahaman dari mereview pertemuan minggu sebelumnya. Pad minggu sebelumnya membahas bagaimana
tahapan-tahapan yang harus ditempuh oleh seorang penulis yang dimulai dari
Emulate-Discover hingga Create untuk mencapai sebuah pemahaman. Tugas utama seorang penulis adalah mengungkap
kemungkinan-kemungkinan yang dipahami.
Menulis adalah cara yang menciptakan affordances (kesempatan) dan
menyelidiki potensi meaning. Menulis
adalah semogenesis dan dalam menulis yang penting itu adalah thesis statement
yang merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan permulaan sebuah
tulisan.
Membahas tentang Milan Kundera comments (in L’Art
Duro Man, 1986) : ‘to to write,means for the poet to crush the wall behind
which something that ``was always
there'' hides. In this respect, the task of the poet is not different
from the work of history, which also discovers rather than invents‘. History, like poets, uncovers,
in ever new situations, the human
possibilities heretofore hidden.
Beberapa hal yang perlu dipahami yaitu permasalahan
sejarah sebenarnya. History sebagai
sebuah misi bagi para pengungkapnya.
Seorang pengungkap sejarah harus memiliki wawasan yang luas, pemikiran
yang tajam untuk mengkritisi sesuatu.
Tidak mudah menelaah hal yang masih dianggap mentah atau yang belum
diketahui dan dibuktikan kebenarannya.
Banyak bagian-bagian dari sejarah yang tidak ditunjukkan secara gambling
dan jelas. Maka dari itu tugas dari
seseorang yang gkritisi sejarah tidaklah mudah, karena harus mengungkapkan
hal-hal yang tidak tampak/ditampakkan oleh penulis sejarah.
Setelah membahas hal-hal yang perlu dikritisi dan
dipahami, kinilah saatnya para mahasiswa TBI-A mulai melakukan aktifitas
selanjutnya yaitu melakukan peer review selama kurang lebih 45 menit. 45 menit ini, Mr. Lala menginstruksikan
kepada para Mahasiswa untuk melakukan review terhadap tugas critical review
yang telah ditugaskan minggu kemarin.
Pada peer review ini, penilaian dilakukan dengan menilai dua aspek yaitu
unity dan coherence (melihat lebih detail dalam supplementary materi). 40 % untuk UNITY dan 60 % untuk COHERENCE.
Setelah peer review dilakukan, selanjutnya paper-paper
mahasiswa dilihat oleh Mr. Lala. Rupanya
paper-paper Mahasiswa TBI-A masih belum bisa membuat puas beeliau. Mungkin ini yang dinamakan salah kaprah. Dari satu kelas papernya salah semua. Tidak ada yang benar satupun. Tugas sebenarnya ternyata melanjutkan dan
merevisi critical sebelumnya yaitu wacana yang berjudul “Speaking Truth to Power
With Books”. Namun, para Mahasiswa TBI-A
mengira tugas kali ini adalah melanjutkan Free Writing tentang Howard
Zinn. Ya… meski ujung-ujungnya criitk
juga tapi mahasiswa tetap masih jauh dari kata benar. Hal ini cambukkan bagi mahasiswa yang disebut
mengabaikan karena dalam silabuspun tertulis critical review bukan free
writing.
Tidak cukup sampai disitu ternyata kesalahan kami
berujung pada generic structure of critical review. Yang mana generic structure pada paper-paper
mahasiswa TBI-A tidak explicit dijabarkan.
Tidak habis fikir mengapa semuanya bisa salah, bahkan kelas sebelumnyapun
(TBI-B) juga terjebak pada trap yang sama, tapi untungnya masih ada satu pahlawan
yang tidak terduga yang membuat critical review dengan benar, sehingga kelas
mereka masih bisa terselamatkan. Lalu
bagaimana dengan kelas TBI-A? masih
tanda tanya besar dan berharap bisa memperbaiki semuanya dan bisa kembali pada
one destination yang tercerahkan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan melihat
review Mr. Lala tentang kelas TBI-B dan TBI-A. hal-hal tersebut yaitu:
1.
Lebih memperhatikan kontrak
belajar yang ternyata masih dilalaikan oleh para mahasiswa.
2.
Memahami tugas yang diberikan. Mesti
adanya evaluasi yang intents agar dapat memahami tugas dengan baik. Perlu juga adanya konsultasi dengan dosen
jika masih tersesat dalam mengerjakan tugas.
3.
Memahami cara mengerjakan
tugas. Tugas yang ternyata critical
review haruss lebih dipahami lengkah-langkah membuatnya agar lebih mendapatkan
hasil yang maksimal.
4.
Memahami apa yang kita
tulis. Dalam tugas critical review ini,
masih banyak mahasiswa yang masih tersesat dan tidak mengetahui/mengerti apa
yang telah mereka tulis dalam papernya.
Hal ini sangat perlu perbaikan.
Berlanjut
pada pembahasan tentang critical review yang harus dibuat oleh para mahasiswa
TBI dalam Mata Kuliah Writing 4 yaitu antara lain. Pertama, introduction; dalam itrodoction,
mahasiswa harus menawarkan sebuah pandangan dan wawasan yang kritis terhadap
artikel Howard Zinn “Speaking Truth
to Power With Books”. Kedua, ada
beberapa poin yang dituliskan oleh Howard Zinn dalam artikelnya mengenai
Columbus yang mana secara absurd kita menganggap dia adalah sebagai pahlawan
atau penemu benua America. Point ini
yang menjelaskan tentang “summary”.
Ketiga, critique yang berisi beberapa point yang diabaikan tentang
Columbus dalam tulisan Howard Zinn.
Keempat, yaituconlusion yang mana berisi kesimpulan. Menunjukkan/menyebutkan beberapa poin dasar
yang dapat disimpulakan dari aritkel Howard Zinn.
Dari pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa penting memperhatikan hal-hal yang membangun diri dalam
menulis. Di dalamnya terdapat banyak hal
yang dapat dikritisi entah itu dari segi tehnik maupun keterampilan yang
dimiliki, untuk itu, pengetahuanlah yang dapat mendukung semua itu. Serta perlu juga yang namanya ketelitian
sebagai tameng dari sebuah kelalaian.
Apalagi untuk para kritikus yang masih belajar dari dasar. Semuanya merupakan modal awal.a merupakan
modal awal.