Benang Merah dari Konflik di Papua Barat
Serta Pengenalan Argumentative Essay
Author: Aulia Priangan
Telah
tiga minggu lamanya saya dan teman sekelas tidak berjumpa dan bertatap muka
dengan pelatih kami. Selama tiga minggu itu, rasanya hidup dalam ketidak tahuan,
entah harus berbuat apa dan bagaimana. Tak ada penuntun dan pembimbing. Hanya
ada beberapa informasi yang menjadi acuan dalam berbuat sesuatu. Bersumber dari
informasi itulah, selama tiga minggu dalam “pengasingan” itu kami melakukan
“gerilya” dalam perkuliahan ini.
Minggu
pertama dari “pengasingan” kami, pembagian kelompok dilaksanakan dan anggotanya
lima orang. Kelompok saya terdiri dari Alfinia, Aneu, Asy-Syifa dan Friska.
Kelompok saya melakukan eksekusi terhadap artikel Eben Kirksey yang berjudul
“Don’t Use Your Data as a Pillow.” Diskusi pertama kelompok saya membahas
mengenai judul artikel dan paragraf awalnya. Hasilnya:
Aulia : data itu jangan disimpan sendiri
saja seperti halnya bantal tapi harus berguna
untuk orang
lain.
Friska : setelah mendapatkan data harus
melakukan sesuatu, jangan untuk kepentingan
sendiri.
Alfinya : data jangan hanya sebagai “data”
saja tetapi data itu adalah awal masalah yang
harus dipecahkan.
Aneu : jangan biarkan data yang ada
mati, harus ada penghidupan yang baru.
Syifa : jangan gunakan data hanya
sebagai sandaran (bantal) untuk sender saja tetapi
data harus
dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulannya :
data bukanlah akhir dari sebuah penelitian tetapi awal dari masalah yang harus
kita pecahkan, kita tidak boleh merasa puas setelah mendapat data
tetapi harus
memutar otak lagi untuk membuat data tersebut dapat berguna bagi
orang lain
bukan hanya untuk kita seorang.
Minggu
kedua dalam “pengasingan”. Berdasarkan informasi dari oknum-oknum tertentu mengenai
apa yang harus dilakukan oleh kami, para gerilyawan, kami pun berselancar di
internet (red: google) untuk mencari informas-informasi yang terkait dengan
artikel Eben tersebut. Artikel Eben berisi mengenai Papua, wilayah timur Indonesia.
Setelah dirasa cukup mencari informasi, kemudian kami berdiskusi kembali.
Minggu ketiga, akhir dari “pengasingan” kami. Di minggu
ini kami mendapat informasi bahwa pembahasan artikel “Don’t Use Your Data as a
Pillow” harus perkalimat. Setelah itu, kami pun melakukan pembagian tugas dan
berdiskusi kembali. Hasil diskusi kali ini akan menjadi draf 2 dan ke-3 dari
kelompok kami.
Perpisahan selalu berujung dengan perjumpaan, itu sebuah
siklus yang digariskan oleh Tuhan. Setelah masa “pengasingan” berakhir,
rutinitas pun kembali seperti semula. Pertemuan kali ini terjadi di minggu
keempat di bulan April, tepatnya Jum’at, 25 April 2014. Ini merupakan tatap
muka perdana dengan Mr. Lala setelah masa “pengasingan” kami. Berbeda dengan
tatap muka sebelumnya yang berlangsung pukul 9.10 pagi, kali ini tatap muka
kami dimulai pukul 6 pagi dan hadir minimal 15 menit sebelum perkuliahan dimulai.
Spesialnya lagi tempat yang digunakan untuk tatap muka adalah ruangan sidang.
Pagi itu, menjadi pertanda bahwa tatap muka sekarang dan kedepannya bukanlah
tatap muka biasa. Hal ini karena setiap tatap muka dimulai pukul 6 tepat dan
dilaksanakan di ruang sidang. Ini menjadi “seleksi alam” yang akan memusnahkan
gerilyawan-gerilyawan yang setengah-setengah. Serta menjadikan gerilyawan
terkuatlah yang mampu bertahan sampai akhir, kemerdekaan seutuhnya.
Setelah tatap muka berakhir tepat pukul 7.15 pagi,
kelompok saya mulai mendiskusikan eksekusi apa yang harus dilakukan selanjutnya
terhadap artikel Eben. Perjanjian yang disepakati kelompok saya adalah membaca
ulang artikel tersebut dan di hari yang lain mengeksplorsi secara mendalam
artikel Eben yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” secara
bersama-sama.
Setelah mengeksplorasi artikel Eben secara lebih
mendalam, kelompok saya sedikit demi sedikit menemukan benang merah dari
konflik yang sering terjadi di Papua, wilayah timur dari bumi pertiwi. Konflik
yang sering terjadi di Papua diawali pada tahun 1961, muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua
Barat terlepas dari Indonesia. Akan tetapi,
sejak 1 Mei 1963, Papua menjadi bagian dari bumi pertiwi. Setelah 2 tahun Papua
dibawah pemerintahan Indonesia tidak terjadi perkembangan signifikan. Oleh
karenanya, terbentuklah OPM (Organisasi Papua Merdeka) pada tahun 1965 untuk
menjatuhkan pemerintahan Indonesia di Papua. Dua kubu yang berbeda, yaitu
pemerintahan Indonesia dan OPM menjadikan di Papua banyak terjadi konflik. Belanda
sukses membuat Papua menjadi negara bonekanya. Sejak saat itulah konflik sering
terjadi di bumi Cendrawasih.
Berdasarkan
artikel Eben, konflik (red: pembantaian satu peleton polisi oleh OPM, operasi
isola) yang terjadi di Papua Barat atau lebih tepatnya Wasior merupakan konflik
yang direncanakan atau settingan. Otak dibalik konflik settingan tersebut
adalah perusahaan asing yang berada di tanah Papua Barat, yakni Beyond
Petroleum (BP) yang dulunya bernama British Petroleum. Beyond Petroleum memanfaatkan
konflik antara OPM dan aparat keamanan Indonesia (Polisi dan Militer) yang
sudah terjadi sebelumnya. Tujuannya adalah agar bumi Cendrawasih tidak
ditempati oleh perusahan-perusahaan asing yang lain. Agar lebih jelasnya,
kelompok saya menggambar bagan seperti dibawah ini:
(bagan)
Dari bagan di atas dapat kita lihat bahwa BP merupakan
otak dibalik semua konflik yang terjadi di Papua. Pihak BP mengadu domba antara
polisi dengan militer yang bekerja sama dengan OPM (dalam bagan di atas,
militer yang dimaksud adalah double agen Papua). Seperti yang terlihat dalam
bagan bahwa militer sendiri terbagi menjadi dua, yakni militer yang pada
pendirian semula atau masih mendukung Indonesia dengan militer yang bekerja
sama dengan OPM (Pro-OPM/ double agen Papua). Para agend ganda Papua-lah yang
melakukan pembantaian bersama-sama dengan OPM terhadap satu peleton polisi di
Papua Barat. Peristiwa pembantaian tersebut dijadikan alasan oleh Polisi untuk
melaksanakan operasi Isolat, penyisirian OPM di Papua Barat. Dalam melaksanakan
operasi Isolat, para polisi pun meminta perlindungan HAM dan jaminan keamanan
dari BP. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa polisi juga bekerja sama dengan
BP. Dengan kata lain BP-lah yang mendalangi konflik yang terjadi di wilayah
timur Indonesia. British Petroleum melakukan hal tersebut karena perusahaan
tersebut menginginkan bumi Cendrawasih dipenuhi konflik dan menjadi daerah
horor sehingga hanya perusahaannya saja yang dapat mengeksploitasi Sumber Daya
Alam yang melimpah ruah di Papua Barat.
Perbuatan British Petroleum membuat rakyat Papua Barat
menderita. Dengan adanya konflik-konflik yang sering muncul menyebabkan wilayah
timur Indonesia selalu dijaga ketat oleh militer. Rakyat Papua tidak dapat
bergerak secara leluasa di wilayahnya. Akibat perbuatan BP, masyarakat bumi
Cendrawasih mengalami banyak kerugian; kerugian berkurangnya SDA di wilayahnya
dan kerugian karena kebebasannya berkurang di wilayahnya sendiri.
***
Argumentative Essay
Argumentative essay adalah sebuah genre tulisan
yang mengharuskan siswa untuk menyelidiki topik; mengumpulkan, menghasilkan, dan mengevaluasi bukti; dan membentuk posisi pada
topik secara ringkas.
Note: Beberapa kebingungan mungkin terjadi antara esai
argumentatif dan esai
ekspositori. Kedua genre ini serupa, tetapi esai argumentatif berbeda
dari esai ekspositori dalam jumlah pre-writing
(penemuan) dan penelitian yang terlibat. Esai argumentatif
umumnya ditugaskan sebagai puncak atau
tugas akhir secara tertulis tahun pertama atau kursus komposisi maju dan melibatkan
penelitian yang lama dan terperinci selai itu esai argumentatif
juga panjang. Sedangkan esai eksplositori melibatkan
penelitian yang tidak terlalu banyak atau mendetail serta lebih pendek dari
argumentatif esai. Esai ekspositori sering
digunakan untuk latihan menulis di
kelas atau tes, seperti GED atau
GRE.
Menurut Fitzpatrick (2005) dalam menulis argumentatif
essay, penulis harus mengajak (persuade) pembaca untuk mempertimbangkan sudut
pandang yang digunakan oleh penulis, bahkan jika mereka tidak setuju dengan
pendapat penulis. Argumentatif essai memerlukan perhatian dan skill khusu
karena:
1.
kita
perlu menunjukkan rasa hormat untuk sudut pandang yang menentang kita,
2.
kita
harus memilih kosa-kata secara hai-hati karena setiap kata mempunyai ruhnya
tersendiri,
3.
dan
yang terpenting dari semuanya adalah kita harus menulis secara jelas dan
logis.
Setelah mengetahui tentang apa itu argumentatif essai dan
apa saja yang perlu diperhatikan dalam menulis argumentatif essai, kita harus
mengetahui eksekusi apa yang harus dilakukan selanjutnya. Berdasarkan
powerpoint, langkah selanjutnya adalah:
1.
define
the topic : mendefinisikan topik karena terkadang beberapa topik memerlukan
definisi.
2.
Limit
the topic : membuat batasan terhadap topik agar tidak terlalu melebar/ jauh.
3.
Analyze
the topic : sebelum memutuskan menggunakan sudut pandang yang mana, kita
seharusnya melakukan analisi terhadap topik secara menyeluruh. Kebanyakan topik
argumentatif mempunya dua sudut pandang, for (setuju) dan against (tidak
setuju) dan dapat di stated sebagai pertanyaan yes/no.
4.
Menulis
thesis statment : thesis statment dalam agrumentatif essai harus memuat sebuah
opini. Pendapat biasanya dinyatakan dengan modal verb “should” atau penilaian
seperti baik dan buruk. Sebuah thesis statment yang lengkap juga memuat
alasan-alasan atau argument pendukung. Bagi penulis yang sudah ahli, thesis
statment dalam argumentatif essay juga memuat pandangan yang menentang.
Berikut adalah struktur dari argumentatif essay:
1.
Introduction:
2.
Body
First
point and supporting info
Second
point and supporting info
Third
point and supporting info
3.
Conclusion:
***
Draft of Argumentative Essay
Indonesia Should Maintain West Papua
Introduction:
·
Tell
location of West Papua and its boundaries.
·
Tell
about the reason why West Papua belong to Indonesia.
·
Reason
why West Papua wants to disintegration with Indonesia.
Separation
Is Not the Answer
1.
To
keep wholeness of Indonesia.
2.
To
Continue what is Indonesia government has been doing to West Papua.
3.
To
respect struggle from Indonesian hero.
Conclusion:
Freedome
is not guarantee to solve West Papua’s problems.