8th Class Review: Argumen dan Kebenaran Konflik Papua yang Semu



Argumen dan Kebenaran Konflik Papua yang Semu
By. Aneu Fuji Lestarie
Jum’at, 25 April 2014 adalah hari pertama aku dan teman-teman seperjuanganku memulai mata kuliah writing 4 pada pukul 06.00.  Memulai mata kuliah sepagi itu ternyata ada sensasi yang berbeda, lebih fresh meskipun aku harus berangkat ke kampus dimana jalanan serasa milik ku seoarang.  Pada hari jum’at juga kami sekaligus mendapatkan jawaban atas kegelisahan kami, keresahan kami, dan kekhawatiran kami yang memenuhi pikiran kami akan kelanjutan tim kami (PBI-A) di mata kuliah ini.  Sang pelatih pun memberi kesempatan kembali kepada kami untuk mengikuti dan masuk kembali dalam area writing 4 ini.  Tentnya, rugi dan bodohlah kami jika menyianyiakna kesempatan emas yang Mr. Lala berikan setelah 3 minggu kami ditinggalkan karena kesalahan fatal yang telah kami buat.

Tantangan dalam mata kuliah writing 4 ini pun semakin besar dan rumit.  Namun, ketertinggalan tim kami dengan tim lainnya selama 3 minggu di masa keanggagangan tidak membuat kami diam termenung dan menikmati masa itu.  Kami pun berusaha menggali informai dan alhasil kami berhasil mendapatkan info dari tim lain bahwa kami harus membagi kelompok untuk mendiskusikan sebuah artikel.  Kemudian aku dan teman-teman pun langsung membagi kelompok yang mana kelompokku beranggotakan 5 orang, yaitu aku, Alfiniya, Asy Syifa, Aulia dan Friska.
Setelah mendapatkan info itu, maka di minggu pertama dalam masa keanggangan, tim PBI-A pun melakuakn perundingan pertama pada artikel Eben Kirksey yang berjudul ‘Don’t Use Your Data As A pillow’ dengan kelompoknya masing-masing.  Dalam zona perundingan itu, kelompok saya berdiskusi tentang judul dari artikel tersebut, dan inilah hasil masing-masing pendapat tentang judul tersebut:
Alfiniya
Data jangan hanya sebagai ‘data’ saja, tapi data adlah awal masalah yang harus dipecahkan.
Aneu
Jangan biarkan data yang ada mati, hidupkan dan eksplortasikan data itu agar bermanfaat.
Asy Syifa
Jangan gunakan data sebagi sandaran (bantal) untuk sender saja, tetapi data harus dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi orang lain.
Aulia
Data itu jangan disimpan sendiri saja seperti halnya bantal, tapi data itu harus berguna untuk orang lain.
Friska
Setelah mendapatkan data, kita harus melakuakn sesuatu, jangan ntuk kepentingan sendiri.
Kemudian, setelah mengungkapkan pendapat kita masing-masing, kita pun menyatukan suara, hati dan pikiran kita dengan membuat kesimpulan berikut ini.
“Data bukanlah akhir dari sebuah penelitian, tetapi awal dari masalah yang harus kita pecahkan.  Kita tidak boleh merasa puas setelah kiat mendapatkan data, namun kita harus memutar otak kita kembali untuk emmbuat data tersebut berguna bagi orang lain, bukan hanya untuk kita seoarang”.
Pada minggu pertama, kita hanya menghasilkan makna dari judul artikel saja.  Hal itu dikarenakan kita hanya mendapatkan sedikit informasi dan langsung melakukannya untu mengurangi ketertinggalan tim kita.  Berbeda dengan minggu kedua, ternyata setelah kita menggali informasi lebih dalam lagi, kita pu mendapatkan informasi dari oknum-oknumtertentu yang mana mengharuskan kita untuk langsung terju dan berselancar ke dunia lain yang dikuasai oleh ‘Mbah Google’ untuk memahami artikel Eben tersebut.  Kita pun mendapatkan jawaban dari Mbah Google tentang Papua Brat beserta sejarahnya dan jawaban dari trivia Quiz.
Papua Barat adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian Barat pulau Papua.  Ibukotanya adalah Manokwari.  Undang-undang no 45 tahun 1999 telah menetapkan bahwa nama provinsi ini sebelumnya adalah Irian jaya Barat.  Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat dan Papua merupaan provinsi yang memperoleh status otonomi khusus.
Wilayah provinsi ini mencakup kawasan kepala burung pulau Papua dan juga kepulauan-kepulauan disekelilingnya. Di sebelah Utara, provinsi ini dibatasi oleh Samudera Pasifik, bagian Barat berbatasan dengan provinsi Maluku Utara dan provinsi Maluku.  Bagian Timur dibatasi oleh teluk cenderawasih.  Sedangkan Selatan dan tenggara berbatasan dengan provinsi papua.  Batas Papua Barat hampir sama dengan batas Afdelling (bagian) West Niew Guinie (Guinea Baru Barat) di masa Hindia Belanda.
Nama Irian Jaya (nama pulau sebelumnya) merupakan langkah antisipasi yang dilakukan oleh Soekarno untuk menjauhkan rakyat Papua dari haustan Belanda.  Wilayahnya dijuluki Irian yang berarti “Ikut Republik Indonesia Anti Nedherland.  Berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 1 Oktober 1962 pemerintah Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNTEA hingga 1 Mei 1967.  Setelah tanggal tersebut, bendera Belanda diturunkan dan diganti dengan bendera Merah Puti dan bendera PBB.
Konflik Papua Barat dimulai pada tahun 1961 yang mana pada saat itu muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat terlepas dari Indonesia.  Langkah Belanda ini dilawan oleh Presiden Soekarno dengan mendekatkan diri pada negara komunis terutama Uni Soviet.  Selain itu, Indonesia juga membentuk TRIKORA (Tri Komando Rakyat) yang merupakan bentuk perlawanan kepada pemerintah Belanda yang tidak segera mengemasi ‘barang-barangnya’ dan ‘angkat kaki’ dari Papua.  Pada saat itu, Belanda juga mempunyai niat licik untuk menjadikan Papua sebagai wilayah dekolonisasi, yaitu rencana bahwa Belanda akan memerdekakan Papua pada waktu yang telah ditentukan.
Merasa geram dengan rencana licik Belanda tersebut, presiden Soekarno langsung mengumumkan pelaksanaan TRIKORA pada tanggal 19 Desember 1961 di alun-alun Utara Yogyakarta.  Soekarno juga membentuk komando Mandala.  Mayor Jenderal Soearto diangkat menjadi panglima.  Tugas komando ini adalah merencakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua Barat dan Indonesia.  Adapun isis TRIKORA adalah sebagai berikut:
1.        Gagalkan Negara Boneka buatan Belanda
2.        Bersiaplah untuk Memobilisasi Umum
3.        Kibarkan Bendera Merah Putih di seluruh pelosok Tanah Papua.
            Soekarno telah melakukan perundingan Linggarjati, KMB, perjanjian Renulle dan KAA untuk mendapatkan kembali Papua ke dalam wilayah NKRI.  PBB pun merancang suatu kesepakatan yang dikenala sebagai “New York Agreement”.  Perjuangan Bung Karno pun membuahkan hasil ketika Indonesia-Belanda menandatangani New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962.  Sesuai persetujua New York Agreement Belanda harus segera menyerahkan Papua kepada PBB.
Amerika Serikat yang takut bila Uni Soviet makin kuat campur tangan dalam soal Papua bagian Barat, mendesak Belandauntuk mengadakan peru dingan denngan Indobesia.  Delegasi Indonesia dipimpin oleh Adam Malik dan Belanda oleh Dr. Van Roijen, sedang E. Banker dari Amerika Serikat menjadi perantaranya.  Akhirnya pada tanggal 1 Oktober 1962 pemerintah Belanda di Irian Barat menyerahkan wilayah ini kepada PBB melalalui United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA).  Tanggal 1 Mei 1963 Papua Barat kembali ke Indonesia.
Kedudukan Papua Barat menjadi lebih pasti setelah diadakan Penentuan Pendapat Rakyat tahun 1969.  PEPERA dimulai di Meroeke pada tanggal 14 Juli 1969 dab diakhiri di Jayapura pada tangga 4 Agustus 1969.  Masyarakat Papua Barat melakukan jajak pendapat melalui PEPERA yang diwaili oleh 175 orang sebagai utusan dari 8 Kabupaten pada masa itu.  Hasil PEPERA menunjukkan rakyat Papua Barat untuk bersatu dengan pemerintahan Republik Indonesia.
Akan tetapi, masyarakat menyadari bahwa ternyata ada kecurangan dibalik ketersetujuan mereka, yang mana PEPERA melibatkan wakil-wakli orang asli Ppaua sebanyak 1026 orang dibawah tekanan dan ancaman aparat militer Indonesia di Papua.  Sehingga masyarakat Papua yang berjumlah sedikit itu memilih bergabung di Indonesia.  Padahal pada saat PEPERA jumlah penduduk asli Papua berjumlah 814.000, sedangkan hanya 1026 orang saja yang bergabung, lalu kemanakah sisanya?  Padahal pemungutan suara harus melibatkan seluruh penduduk asli Papua.  Mak hal ini membuat Papua risih dan geram akan perbuatan aparat militer Indonesia.
Kemudian, sebagian orang Papua pun membentuk OPM (Organisasi Papua Merdeka) pada tahun 1965.  OPM pada awalnya adalah reaksi dari orang-orang Papua terhadap sikap pemerintah Indonesia yang membuat kesal orang Papua.  Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini bertujuan untuk membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia, memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak pembangunan ekonomi dan modernitas.  Organisasi ini mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan Muammar Gaddafi dan pelatihan dari grup gerilya New People's Army beraliran Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia.  Perjuangan meraih kemerdekaan ditingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan pengkhianatan terhadap negara.  Akan tetapi, ternyata rakyat Indonesia itu sebagian lebih licik dan khianat terhadap negarnya sendiri, karena selain Amerika Serikat ternyata masih adalagi pihak lain yang membiayai OPM yakni ironisnya adalah agen militer Indonesia sendiri yang secara diam-diam menduung Papua merdeka.  Mereka bersekutu dengan Inggris an Australia dengan maksud terselubung yaitu untuk menjarah lahan emas yang ada di Papua.
Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan bendera Bintang Kejora dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua.  Para pendukungnya sering membawa-bawa bendera Bintang Kejora dan simbol kesatuan lainnya seperti lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua” dan lambang nasional.  Lambang nasional tersebut diadopsi sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963 sesuai perjanjian New York.
Pada bulan Oktober 1968, Nicdaas Jouwe anggota Dewan dan Komite nasional Nugini yang dipilih dewan pada tahun 1962 melalui PBB dan mengklaim 30.000 ribu tentara Indonesia dan ribuan PNS Indonesia menindas penduduk Papua.  Menurut duta besar Amerika Serikat Francis Joseph Galbrait, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik juga meyakini bahwa militer Indonesia adalah penebab munculnya masalah di teritori ini dan jumlah personilnya harus dikurangi smapai separuhnya.  Galbrait menjelaskan bahwa OPM “mewakili orang-orang sentimen yang anti Indonesia” dan kemungkinan 85-90% (penduduk Papua) mendukung OPM atau setidaknya sangat tidak menyukai orang Indnesia.
Ternyata, konflik-konflik di paua terjadi atas perilakua sebagian warga Indonesia yang hanay ingin menguasai dan berlaku curang untuk menjarah lahan emas yang ada di aua.  Hal tersebut sama saja Indonesia seperti Belanda yang menjadikan Papua sebagi ‘boneka’ saja.
Setelah asyik berselancar di dunia Mbah Google dan kita mendapatkan jawaban dari trivia quiz, kita pun dicengangkan oleh informasi baru dari oknum-oknum tersebut bahwa kita harus meneliti dan mendalami artikel Eben per kalimat.  Saya dan kelompok saya pun bergegas membagi tugas dalam pendalaman artikel itu.  Untuk mempermudah dan mempercepat tugas kita, maka kelompok saya pun mensiasatinya dengan setiap orang (dalam kelompok saya) masing-masing mendapatkan 5 pargraf bahan penelitian, karena pada minggu kedua ini kita hanya meneliti 26 paragraf saj.  Setelah meneliti masing-masnig kalimat dalam 5 paragraf tersebut, kita pu langsung menggabngkannya.  Kemudian kita print out dan hasilnya menjadi draft 2.
Kemudian di minggu terakhir mas keanggangan sekaligus masa pengasinga kita, kita pun menyelesaikan artikel Eben sampai paragraf 4terakhir yaitu 49 paragraf.  Kelompok saya pun menyelesaikannya dengan cara yang telah kita lakuakan sebelumnya, dan hasilnya menjadi draft 3 karena kita pikir bahwa cara seperti itulah cara tcepat dan epat untuk untuk memahami sebuah teks.
Akan tetapi, Mr. Lala mengatakan bahwa cara yang kita terapkan tidaklah tepat, karenakita hanya akan memahami paragraf yang kita teliti saja, sedangkan kita akan melewati pargaraf sebelum dan sesudahnya sehingga kita pun tidak akan memahami artikel tersebut secar menyeluruh.  Mr’ Lala pun menginstrupsikan kepada kita untuk memahami artikel Eben secara menyeluruh dan setipa kelompok harus memetakan isi dari artikel tersebut.
Kemudian saya dan teman-teman kelompok pun berdiskusi kembali tentang artikel Een lebih dalam lagi.  Setipa orang dalam kelompok mengungkapakan pendapatnya masing-masing dan di akhir kita membuat kesimpulan setiap paragraf.  Kita print out hasil tersebut menjadi draft 4 kita.
Setelah membahas lebih dalam dna lebih jauh lagi, kelompok saya pun memnemukana titik terang menegnai konflik-konflik yang terjadi di paua.  Ternyata benar, konflik yang terjadi di papua bukanlah secara lami, namun konflik rtersebut merupakan settingan yang dibuat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yaitu perusahha asing yang ada di Papua.  Selain orang asing, ternyata sebagian warga Indonesia pun terlibat dalam kejadian itu yang mana ada maksud terselubung yang ingin mereka dapatkan.  Untuk lebih jelasnya inilah konsep sekaligus pemetaan yang kelompok saya buat dari artikel Eben.
Bagan dari Artikel S. Eben Kirksey
Text Box: OPM“Don’t Use Your Dta As a Pillow”
Isosceles Triangle:


Memberi bantuan
Dana bagi ketiganya
 
BP
 













Dari bagan di atas, terlihat bahwa otak di balik semua konflik yang terjadi di papua adalah Beyond Petrolium.  BP mengambil alih kuasa di Papua dan mengambil keuntungan dari SDA yang berlimpah di mengam Papua dengan kecuranag yang ia buat.  BP memberi bantuan dana kepada 3 bagian penting di Papua yaitu OPM, Polisi dan Militer.  BP melakuakn hal itu untuk membuat mereka percaya dan menutupi kecurangan yang ia buat.  BP juga mengadu domba polisi engan militer sehingga terjadi pembantaan satu sma lain.
Dari bagan di atas juga terlihat militer terbagi dua, yaitu militer Pro Indonesia dan Pro OPM yang dalam artikel Eben disebut dengan double agen.  BP mempengaruhi double agen dan OPM, sehingga para double agen dan OPM melakuakn pembantaian terhadap polisi.  Pembantaian OPM menjadi alasn polisi melakuakn operasi Isolat yaitu penyisiran OPM.
Dalam melakuakan operasi isolat, para polisi pun meminta perlindungan HAM dan jaminan keamnan dari BP, sehingga dapat dikatakan bahwaa polisi bekerjasama degan BP.  BP berhasrat untuk menguasai wilayah Ppaua dan hanya perusahaanya saja yang dapat mengeksploitasi SDA di Papua, sehingga BP berencana untuk mengambil alih wilayah tersebut dan menjadikan bumi Cenderawasih ini kosong melongpong, sehingga yang paling dirugikan  dalam konflik ini adalah wilayah Papua beseta penduduknya.
Dari semua informaasi yang saya dapat dari Mbah Google maupun artikel Eben mengenai sejarah Ppau, saya akan jadikan informasi itu sebagai sebuah data untuk tugas argumentatif esai, karena untuk menulis argumentatif esai maka diperlukan sebuah data yang man data itu bersifat credible (dapat dipercaya).
Argumentative Essay is a genre of writing that requires the student to investigate a topic; collect, generate, and evaluate evidence; and establish a position on the topic in concise manner.  Menurt Chaedar Al-Wasilah dalam bukunya “Pokoknya Menulis” (2005:116) bahwa argumentasi esai adalah karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidak benaran dari sebuah pernyataan.  Chaedar juga mengatakan bahwa argumen tidak berarti pertengkaran.  Dalam teks argumen penulis menggunakan berbagai strategi atau piranti retorika untuk meyakinkan pembaca ihwal kebenaran atau ketidakbenaran itu.
Argunebtative esai dengan expository esai berbeda walaupu  genre keduanya serupa.  Dalam argumentasi esai memerlukan data yang akurat dan berupa penelitian, sedangkan expository esai hanya sebuah laporan yaitu menginformasikan yang terjadi saja.  Biasanya expository esai sering digunakan untuk latihan menulis di kelas atau tes, seperti GED atau GRE.  Sehingga kekuatan kedua esai tersebut jelas berbeda.  Daun dalam bukunya “Sastra dan Bahsa Indonesia” (2004:25) mengemukakan bahwa kekuatan argumen terletak pada kemampuan penulis dalam mengemukakan tiga prinsip, yaitu:
1.        Pernyataan mengacu penentuan posisi dalam masalah yang masih kontroversial.
2.        Alasan-alasan atau bukti yang sesuai.
3.        Pembenaran mengacu pada usaha dalam menunjukkan hubungan antara pernytaan dan alasan.
            Menurut Fitz Patrick (2005) “writing is merely a matter of giving information to your audience”.  Sehingga dalam menulis argumentatif esai kita harus membujuk dan membuat pembaca tertari akan sudut pandang kita, karena akan ada pembaca yang tidak setuju atas alasan kita.  Argumentasi esai juga harus ditulis dengan jelas dan harus logika entah itu mengambil point of view secara historis ataupun ideologi.  Argumentasi esai juga terdiri dari tiga siklus reading, antar lain:
1.        Define the topic
      Some topics require definition. For example, if your topic is “Should schools provide moral education?” you will have to explain what moral education is. 
2.        Limit the topic
      Some argumentative topics require limiting.  For example, if your topic is “letter grades” and your thesis says “teacher should not use letter grades”, readers may wonder whether you mean “all teachers at all levels from kindergarten through college” or “just certain teachers” shoul not use them.
3.        Analyse the topic
      Before you decide upon a point of view, you should analyse the issue thoroughly.  Most argumentative topics have two points of view – for and against – and can be stated as a yes/no question, such as “Should high school students work during the school year?”
            Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam argumentasi esai:
  Before making a final decision about your own point of view, it is a good idea to evaluate the strength and of the supporting reasons you have listed.
  A strong reason is one that is believable, relevant, and important.
  To test each reason on your lists, ask yourself these questions: is it itrue? Is it clearly connected to my topic? Does it matter, or does it have real consequences
  Write a thesis statement!
  The thesis statement of an argumentative essay must contain an opinion.  Opinions are usually expressed with the modal verb “should” or evaluative such as “good” and “bad”.
  Teenagers should have part-time jobs.
  Part-time work is good for teenagers.
  A complete thesis statement also contains reasons, or supporting arguments:
  Employers should hire teenagers because they are eager to work, they are flexible, and they have the knowledge and skills required to do many entry-level jobs
  A thesis statement may also contain an opposing view:
  While some people say that teenagers do not have a good work ethic, employer should hire teenagers because they are eager to work, they are flexible, and they have the knowledge and skills required to do many entry-level jobs.
            Format atau structure dari argumentasi esai tidak serumit critical review, yang mana hanya ada tiga structure saja yaitu:
1.      Introduction
2.      Body
Ø  first point and supporting info
Ø  second point and supporting info
Ø  third point and supporting info
3.      Conclusion
            Dari uraian di atas menegnai Papua dan argumentasi esai, saya dapat menyimpulkan bahwa ternyata konflik-konfli Papua terjadi karena ada oknum-oknum jahat yang sengaja membuat risih wilayah Papua sehingga mereka dapat mengambil keuntungan secara diam-diam.
            Dalam menulis argumentasi esai kita harus mengetahui secara jelas tentang topik yang akan dianalisa.  Kita juga harus mempertimbangkan pendapat yang akan dimunculkan untuk memperkuat sebuah data dan juga argumen kita untuk meyakinkan pembaca.
Referencess:

 

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment