Rumit Itu =
Argumentative Essay + Konflik Papua Barat
Akhirnya
kami (PBI – A) bisa bernafas lega.
Pasalnya setelah tiga minggu kami ditinggal sang pelataih karena
kesalahan yang kami buat sekarang Jumat 25 April 2014 sang pelatih kembali
dengan membawa tantangan yang lebih besar dan menantang tentunya. Namun selama tiga minggu terakhir kami tidak
hanya diam, kami terus berusaha agar sekiranya kami tidak tertinggal oleh tim
lain. Kami akhirnya membagi kelas kami
ke dalam beberapa kelompok dan kelompok saya terdiri dari lima orang, yaitu
sya, alfiniya, aulia, aneu, dan friska.
Minggu
pertama saya dan kelompok saya melakukan eksekusi pertama kepada teks yang
berjudul Don’t Use Your Data As Your Pillow karya Eben. Pertama yang kami eksekusi adalah juf=dul
dari artikel tersebut, dan berikut pendapat kami mengenai judul artikel
tersebut :
Aulia
: data itu jangan disimpan
sendiri saja seperti halnya bantal tapi harus berguna
untuk orang lain.
Friska
: setelah mendapatkan data
harus melakukan sesuatu, jangan untuk kepentingan
sendiri.
Alfinya
: data jangan hanya sebagai
“data” saja tetapi data itu adalah awal masalah yang
harus
dipecahkan.
Aneu
: jangan biarkan data yang
ada mati, harus ada penghidupan yang baru.
Syifa
: jangan gunakan data hanya
sebagai sandaran (bantal) untuk sender saja tetapi
data
harus dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulannya
: data bukanlah akhir dari sebuah penelitian tetapi awal dari masalah yang
harus
kita pecahkan, kita tidak boleh merasa puas setelah mendapat data
tetapi harus
memutar otak lagi untuk membuat data tersebut dapat berguna bagi orang
lain
bukan hanya untuk kita seorang.
Kami
berhenti disitu karena kami masih belum bisa terfokus, kami masih main – main
di minggu pertama. Pada minggu kedua
kami kembali mengadakan pertemuan untuk mengeksekusi kembali artikel tersebut. Kami mendengar kabar dari oknum – oknum
tertentu bahwa agar bisa memahami artikel tersebut kita harus mencari bahan
bacaan lain. Dan ahirnya kami pun
memutuskan untuk berselancar di dunia yang tak terlihat alias dunia
internet. Kami mencari tahu apa itu
Papua Barat, sejarahnya dan yang lainnya yang ada pada trivia quiz.
Setelah
masing – masing dari kami mempunya informasi yang dibutuhkan untuk bisa
memahami artikel tersebut kami berdiskusi kembali. Pada minggu terahir masa pengasingan kami,
saya dan teman – teman yang lain mendapat bisikan bahwa kami harus meneliti
tiap kalimat dari artikel tersebut. Dan
sang kapten memutuskan untuk meneliti setiap kalimat dan untuk membuatnya lebih
mudah maka kami membagi ertikel tersebut.
Jadi tiap orang pada satu kelompok meneliti kurang lebih 5 paragarf.
Kami bekerja keras meneliti artiekel tersebut dan ahkirnya kami bisa
mengeksekusi artikel tersebut, hasilnya kami print dan menjadi draft 2 dan 3.
Setelah
mengeksekusi dan mengeksplorasi artikel Eben lebih dalam kami pun sedikit demi
sedikit menemukan titik terang mengenai konflik – konflik yang terjadi di Papua
Barat. Berdasarkan artikel Eben kami
mengetahui bahwa konflik – konflik tersebut merupakan settingan belaka dari perusahaan
asing yang terdapat di Papua Barat.
Konflik
Papua Barat diawali pada 1961, muncul keinginan Belanda untuk membentuk Negara
Papua Barat terlepas dari Indonesia.
langkah Belanda ini dilawan presiden Soekarno dengan mendekatkan diri
pada Negara komunis terutama Uni Soviet.
Operasi Trikora (Trikomando Rakyat) dilaksanakan pada 19 Desember 1961,
Soekarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di alum – alun utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk komando mandala. Mayor jendral Soeharto diangkat sebagai
panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan,
mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua
Barat dengan Indonesia.
Akhirnya
pada 1 Oktober 1962, UNTEA (United Nations Temporary Executive) mengambil alih
kekuasaan administrative di Papua Barat dari pemerintah Belanda. Pelaksanaan PEPERA (Penentuan Pendapat
Rakyat) 1969 menghasilkan terintegrasi Papua Barat ke dalam Indonesia. PEPERA di mulai di Merauke tanggal 14 Juli
1969 diakhiri di Jayapura pada 4 Agustus 1969.
Namun
ternyata ada suatu kecurangan terjadi.
PEPERA melibatkan wakil – wakil orang asli Papua Barat sebanyak 1026
orang di bawah tekanan dan ancaman aparat militer Indonesia di Papua
Barat. Sehingga orang Papua Barat yang
sedikit itu memilih bergabung dengan Indonesia.
Padahal pada saat PEPERA jumlah penduduk asli Papua Barat ada sekitar
814.000 orang, lalu dimanakah 812.974 suara lain? Nyatanya dalam catatan yang dilahirkan
melalui perjanjian New York 15 Agustus 1963, urusan administrasi Papua Barat
diserahkan dari UNTEA ke pemerintah Indonesia dengan syarat pemerintah
Indonesia harus mengadakan pemungutan suara yang dalam prosesnya melibatkan
seluruh penduduk asli Papua Barat.
Pada
kenyataannya banyak warga Papua Barat yang tidak menginginkan Papua Barat
bergabung ke Indonesia. Terbukti dengan
terbentuknya OPM (Organisasi Papua Merdeka) pada 1965, kemudian munculah
konflik – konflik baru antara militer, OPM, Polisi yang sudah direncanakan oleh
oknum terkait.
Dari
artikel Eben yang berjudul Don’t Use Your Data as A Pillow yang telah kami
teliti, ternyata konflik pembantaian satu peleton polisi yang dilakukan oleh
militer Indonesia dan operasi isolat yang dilakukan oleh OPM merupakan konflik
settingan. Otak yang merencanakan itu
semua adalah BP (British Petroleum) yang sekarang Beyond Petroleum sebuah
peusahaan asing yang berdiri kokoh di Papua Barat. BP memanfaatkan konflik yang terjadi antara
OPM dan aparat keamanan Indonesia seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Agar lebih jelasnya mengenai
konflik settingan tersebut dan siapakah actor yang berperan dalam konflik
tersebut, kelompok kami pun menyederhanakannya ke dalam began berikut :
Dari
bagan tersebut dapat diketahui bahwa memang BP lah dalang dari semua konflik
yang terjadi. BP mengadu domba pihak
militer (pro Indonesia) dan pihak polisi Papua Barat. Militer sendiri terbagi menjadi dua, ada
militer yang pro – Indonesia dan ada militer yang pro – OPM. Anggota militer yang pro – OPM ini merupakan
agen ganda. Agen ganda yang mempunyai
hubungan militer inilah yang melakukan pembantaian terhadap satu peleton
polisi. Ini memicu polisi melakukan
operasi isolate dan timbul perselisihan antara militer danpolisi.
Belum
lagi pembunuhan yang dilakukan oleh agen ganda (anggota OPM) dibantu oleh
militer terjadi bertepatan dengan datangnya Orelly ke lokasi proyek. Ini menunjukan bahwa kasus ini memang benar –
benar direncanakan. Anggota polisi dan
militer yang ingin menjadi pasukan keamanan untuk BP, dan OPM yang yang butuh
bantuan BP. BP yang merupakan perusahaan yang licik maka untuk membuat BP tidak
mengeluarkan biaya dan energy yang besar serta untuk membuat BP mendapat
keuntungan makaBP hanya membuat ketiganya berselisih dan saling membunuh satu
sama lain sehingga Papua Barat menjadi daerah yang “horror” sehingga tak ada
perusahaan lain yang datang untuk berbisnis di Papau Barat selain BP itu
sendiri. Konflik tersebut sebenarnya
untuk memperebutkan sumber daya alam yang Papua Barat miliki. BP dengan kuasanya bisa mempertahankan sumber
daya alam yang dimiliki Papua Barat.
Dari
konflik ini sudah jelas bahwa yang mendapat keuntungan tentu saja sang
sutradara BP. Yang berhasil
mengembangkan sayapnya dan mengeruk sumber daya alam yang Indonesia atau lebih
tepatnya Papua Barat miliki. Tentu saja
pihak yang sangat dirugikan adalah masyarakat papua barat, polisi, militer dan
Indonesia.
Begitu
pelik permasalahan yang dialami negeri ini ditambah hari argumentative essay
yang lumayan ruwet. Argumentative
berbeda dengan expository dan exposition text.
Expository hanya sekedar report dan informing people, sedangkan
exposition sudah adanya point of view.
Sementara argumentative essay yang sudah semakin kompleks. Argumentative essay sudah harus berhubungan
dengan data dan penelitian yang dalam tentang sebuah phenomena.
Argumentative
essay is a genre of writing that requires the student to investigate a topic
;collect, generate, and evaluate evidence ; and establish a position on the
topic in concise manner. Namun harus
diingat bahwa argumentative essay berbeda dengan expository text. These two genres are similar but the
argumentative essay is differs from the expository text in the amount of pre –
writing (invention) and research involved.
The argumentative essay is commonly assigned as a capstone or final project
in first year of writing or advanced composition courses and involved lengthy
detailed research.
Menurut
Fitzpatrick (2005) argumentative essay adalah :
Writing is merely a matter of giving information to your
audience?
In writing an arguemntative essay you have to persuade
your audience to consider your point of view, even if they may disagree
with you.
This requires some care and skill: you need to show
respect for opposing points of view, you must choose vocabulary carefully, and,
above all, you must write clearly and logically.
Dalam
bukunya Hyland (2009 : 253) Helm Park mengatakan bahwa argumentative writing is
an empirical study with pedagogical implications. Hyland (2003 : 218) menyatakan bahwa ada
tugas yang dirancang untuk menilai kemampuan dalam menulis targumentative
essay. Penulis harus mampu menyajikan
dan mendukung proposisi menjelajahi sudut pandang dan mempertimbangkan bukti,
alamat audience dengan tepat dan memanfaatkan bahan topic yang relevan.
Menulis
argumentative essay bukanlah hal yang mudah, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menulis argumentative essay, yaitu:
Define the topic
Some topics require definition. For example, if your
topic is “Should schools provide moral education?” you will have to explain
what moral education is.
Limit the topic
Some argumentative topics require limiting. For example, if your topic is “letter grades”
and your thesis says “teacher should not use letter grades”, readers may wonder
whether you mean “all teachers at all levels from kindergarten through college”
or “just certain teachers” shoul not use them.
Analyse the topic!
Before you decide upon a point of view, you should
analyse the issue thoroughly. Most
argumentative topics have two points of view – for and against –
and can be stated as a yes/no question, such as “Should high school students
work during the school year?”
Write
a thesis statement
The thesis statement of an argumentative essay must
contain an opinion. Opinions are usually
expressed with the modal verb “should” or evaluative such as “good” and “bad”.
e.g:
Teenagers should have part-time jobs.
Part-time work is good for teenagers.
A complete thesis statement
also contains reasons, or supporting arguments:
Employers should hire teenagers because they are eager to work, they are
flexible, and they have the knowledge and skills required to do many
entry-level jobs.
A thesis statement may also contain an opposing view:
While some people say that teenagers do not have a good work ethic,
employer should hire teenagers because they are eager to work, they are
flexible, and they have the knowledge and skills required to do many
entry-level jobs.
Mr. Lala memberikan suggestionnya
dalam slidenya hari ini , yaitu :
Before making a final decision about your own point of
view, it is a good idea to evaluate the strength and of the supporting reasons
you have listed.
A strong reason is one that is believable, relevant, and
important.
To test each reason on your lists, ask yourself these
questions: is it itrue? Is it clearly connected to my topic? Does it matter,
or does it have real consequences?
Generic structure dari argumentative essay ( the
basic format):
- Introduction
- Body
first
point and supporting info
second
point and supporting info
third
point and supporting info
3.
Conclusion.
Begitulah tahap awal perkenalan saya dengan argumentative essay dan
masalah – masalah yang ada di Papua Barat.
Sulit, itu yang terbesit dalam fikiran saya. Keraguanpun mulai menghampiri saya. Belum lagi saya harus membuat argumentative
essay mengenai Papua Barat yang begitu
pelik. Untuk melakukan sebuah pemanasan
berikut draft mentah untuk argumentative essay saya :
Introduction:
a.
History of West Papua.
b.
Politic system in West Papua.
Main Body:
a.
West Papua is a treasure of Indonesia.
b.
Indonesia will be broke.
c.
West Papua’s fate is not sure be better than now.
Conclusion: Persuade that West
Papua should still in Indonesia.
Baru itu saja brainstorming atau outline yang bisa saya buat untuk argumentative essay. Sebisa mungkin saya akan membuat outline
tersebut menjadi essay yang baik.
Kesimpulannya, pertemuan kali ini memang benar – benar “BIG CHALLENGE”
diawali dengan pemahaman West Papua yang cukup rumit sampai pada argumentative
essay yang luar biasa sulit. Kali ini
benar – benar tantangan yang berat.