1 st Critical Review: Sistem Pendidikan Mempengaruhi Kualitas Suatu Negara

1 st Critical Review
Sistem Pendidikan Mempengaruhi Kualitas Suatu Negara
(By: Fitria Dewi)

Sistem pendidikannyan itu bisa dijadikan penentu dalam kemajuan suatu negara, karena suatu negara bisa dikatakan maju jika sistem pendidikan di negara tersebut juga maju. Begitupun sebaliknya, jika sistem pendidikan di negara tersebut tidak ataupun kurang baik, maka sulit bagi negara tersebut untuk maju.  Hal itu terjadi karena pendidikan adalah hal yang paling penting dalam kehidupan kita, dalam pendidikan tersebut menyangkut mengenai moral, akhlak dan kepribadian siswanya tersebut.

Pendidikan di indonesia masih sangat kurang sekali di bandingankan dengan negara-negara lain, yang meskipun negara kecil tetapi maju dalam sistem pendidikannya.  Tetapi negara Indonesia negara yang begitu luas dan beragam tetapi sistem dan kualitas pendidikannya itu masih sangat kurang sekali, kita masih kalah sistem pendidikannya dengan sistem pendidikan negara kecil seperti singapura dan malaysia.  Sistem pendidikan di negara tersebut masih cukup baik dibandingkan dengan sistem pendidikan di negara kita ini.
Sebenarnya ujung tombak dari keberhasilan suatu pendidikan itu adalah guru tau pendidiknya, maka dari itu sebagai pendidik seharusnya bisa menerapkan sistem yang baik untuk pendidikan di negaranya.  Seperti contohnya penerapan metode diskusi dalam kelas, itu sebenarnya baik karena untuk menimbulkan rasa saling menghormati, menghargai satu sama lain dan bisa saling bertoleransi pada setiap pendapat yang berbeda dalam setiap kelompoknya.
            Rasa saling toleransi bisa diajarkan secara global terlebih dahulu seperti contoh diatas, karena dikhawatirkan jika topik mengenai toleransi itu sudah sangat khusus sekali seperti toleransi dalam setiap agama itu dikhawatirkan siswa akan merasa bingung, apalagi jika itu dialami oleh anak-anak sekolah dasar.  Dalam pendidikan sekolah dasar mungkin bisa diterapkan toleransi yang bersifat global dan halus saja dahulu, untuk mempermudah siswa agar mengerti apa toleransi itu sendiri.

Menurut teks dari prof. A. Chaedar Alwasilah, yang mengenai “Classroom Discourse to Foster Religious Harmony”, menurutnya kualitas dari suatu bansa itu bisa dilihat dari kualitas dan sistem pendidikannya.  Negara-negara maju menyadari akan hal itu, maka dari itu mereka terus memperbaiki sistem dan kualitas pendidikan di negaranya itu.  Misalnya saja, negara-negara kecil tetapi memiliki kualitas dan sistem pendidikan yang baik mereka menjadi negara yang maju, itu tidak heran karena pendidikanlah salah satu hal yang paling penting dalam kehidupan kita sendiri dan kualitas negara itu sendiri.
Di dalam teks tersebut juga menjelaskan mengenai salah satu tujuan dari pendidikan itu adalah untuk memberikan keterampilan dasar untuk siswanya agar bisa mengembangkan kehidupannya di masa yang akan datang dan keterampilan ini juga bisa membekali mereka untuk ke jenjang pendidikan yang lebih lanjut.
Dalam sekolah juga biasanya terdapat masalah atau konflik sosial seperti tawuran pelajar, bentrokan para pemuda yang sering terjadi dikalangan pendidikan jaman sekarang, dan bentuk lain dari radikalisasi di seluruh indonesia atau juga penyakit sosial yang sering terjadi di indonesia.  Hal itu terjadi semata-mata karena kurangnya rasa peka dan rasa saling menghormati kepada sesama dan pada kelompok yang berbeda.
Konflik sosial dan ketidakharmonisan agama yang terjadi itu sebenarnya adalah tantangan yang paling besar untuk para pendidik, karena para pendidik bertanggung jawab untuk melakukan hal yang terbaik dan mempersiapkan generasi yang memiliki karakter yang baik juga sebagai warga negara yang demokratis ini.
Sebenarnya untuk mewujudkan tujuan seperti itu, kerukunan pada setiap umat yang beragama itu harus kita terapkan pada pendidikan anak di awal pendidikannya, karena biasanya jika dari kecil anak sudah dibiasakan untuk saling bertoleransi, nanti kedepannya anak itu akan bisa menerika semua perbedaan yang terjadi pada lingkungan di sekelilingnya.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, menunjukan bahwa anak-anak usia sekolah lebih memilih berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.  Hal itu mungkin saja karena jika sesama teman sebaya mereka akan jauh lebih nyaman, bisa saling membantu, menghargai satu sama lain, saling berbagi dan biasanya bisa lebih sopan antara satu dengan yang lainnya itu.  konsep interaksi dengan teman sebaya adalah komponen yang paling penting dalam pembangunan sosial itu di kemukakan oleh Rubin, 2009.
Dalam teks tersebut juga mengemukakan bahwa dalam pengaturan multikultural, siswa itu pada dasarnya berasal dari berbagai etnis, agama dan sosial yang berbeda, itu juga berpengaruh pada pola pikir mereka yang telah terbentuk sejak mereka kecil dan dari latar belakang mereka sendiri.
Di setiap sekolah siswa harusnya diajarkan untuk mendengarkan secara efektif dengan mempertahankan kontak mata dengan lawan bicaranya itu, dan jika ingin berbicara harus secara bergantian.  Kemudian mereka juga harus bisa menyumbangkan ide-ide yang baik dan relevan, untuk setiap diskusi yang mereka jalani itu.
Pada tingkat sekolah dasar, guru kelas itu sangat berfungsi penting untuk siswa-siswanya, pakah mereka melakukan interaksi dengan benar atau tidak.  Hal itu sangat penting karena jika sudah masuk pada lingkungan sosial, kita hrus pintar-pintar menjaga hubungan baik dengan orang lain, jika tidak kita akan mereugikan diri kita sendiri dan memungkinkan terjadinya konflik di kalangan masyarakat tertentu.
Bukti kejadiannya itu sangat banyak sekali, konflik sosial, antar etnis dan konflik agamapun masih banyak terjadi di kalangan masyarakat kita ini.  Sebenarnya konflik-konflik tersebut itu bisa menyebabkan ketidakharmonisan dalam kalangan-kalangan tertentu, maka dari itu sikap toleransi dalam setiap hal itu sangat diperlukan dan harus kita tanamkan sejak usia dini, agar mempunyai sikap toleransi pada sesama untuk kedepannya.
Masih kita ingat kejadian pada tahun 2010 yang lalu, saat angota parlemen itu saling melontarkan kata-kata kasar dalam sebuah sidang padahal itu disiarkan langsung di seluruh negeri.  Itu bukanlah contoh yang baik untuk anak-anak, seharusnya mereka bisa memberikan contoh yang baik bagi anak-anak tapi pada kenyataannya malah seperti itu.  Akhirnya ujung tobak dari semuanya itu adalah seorang guru, maka disarankan pada para pendidik untuk memberikan pengalaman yang bermakna dan sikap toleransi pada setiap orang, terutama guru SD yang harus menanamkan sikap itu dari mereka kecil.
Sebenarnya idealnya kebijakan seperti itu harus kita terapkan dimanapun, di Indonesia pendidikan liberal itu harus mencakup pengetahuan etnis, agama, bahasa dan budayanya, atau bisa didefinisikan bahwa pendidikan liberal itu bertujuan untuk membebaskan siswa dari sikap rabun terhadap toleransi terhadap sesamanya.

            Dalam teks tersebut juga prof. A.Chaedar Alwasilah lebih mengutamakan pendidikan sejak dini agar nanti kedepannya bisa bersikap lebih toleransi terhadap berbagai agama, etnis dan masalah sosial yang akan di hadapi oleh anak dalam sistem pendidikan selanjutnya.
            Saya setuju dengan pendapat beliau, karena dalam teks itu pak prof. A. Chaedar Alwasilah itu mengungkapkan bahwa orang-orang mengambil tempat di sekolah dasar dan taman kanak-kanak, untuk melakukan pendekatan agar bisa saling memupuk rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain meskipun mereka berasal dari latang belakang agama etnis atau ras yang berbeda.
Cara memupuk rasa toleransi antara sesama itu bisa dilakukan dengan cara diskusi dalam kelas, agar bisa menumbuhkan rasa toleransi antar sesama, tetapi metode itu aja tidak cukup karena dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial juga itu sangat berpengaruh terhadap pribadi anak.  Terutama orang tua itu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, orang tualah sebenarnya pendidikan yang paling utama untuk anak, karena anak itu akan mengikuti semua perilaku dari orang tuanya baik sikap yang baik maupun yang buruk sekalipun, maka dari itu orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik pada anaknya, karena sikap yang ditanamkan sejak kecil itu bisa jadi anak dia bawa sampai dia tumbuh dewasa nanti.
Semua itu berlangsung pada konteks sistem pendidikan di Indonesia, yang dimana pendidikan pada semuanya itu tidak bersifat universal semua.  Banyak anak yang menghindar jika dipaksa untuk sekolah yang tujuannya itu untuk menanamkan rasa perbedaan bukan kesamaan terhadap sesamanya.
Memperkenalkan reformasi pendidikan dasar untuk menanamkan rasa toleransi antar sesama itu sangay tidak mudah, apalagi untuk negara yang sangat luas dan beragam seperti Indonesia ini.  Hal itu tidak akan mudah dan cepat dilakukan, justru itu hal yang paling menakutkan untuk dilakukan situasi terus berubah dan sekolah-sekolah umum itu hanya mampu menjangkau segmen anak-anak di Indonesia atau orang tua mereka saja.
Masalah sosial juga sering terjadi, bisa dilihat di Haynes, Lassa dan Menara 2010, Anak dalam iklim yang berubah, dalam penelitian yang dilakukan di Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan di Garut, Jawa barat mengenai apa yang bisa dilakukan oleh anak-anak untuk mengurangi resiko iklim.  Salah satu dari jawaban yang paling menarik dari mereka adalah anak-anak itu masih terlalu kecil untuk menghadapi risiko bahwa alam menyajikannya.  Kemudian anak laki-laki juga dipandang lebih kuat dan lebih mampu dibandingkan dengan gadis-gadis untuk menangani resiko tersebut.
Sebenarnya terlepas dari jenis kelamin mereka itu, anak-anak memiliki peran yang sanagt baik dan potensial untuk bermain dalam menghadapi iklim dan resiko dari bencana alam.  Anak-anak yang saat ini itu adalah orang dewasa masa depan yang harus menginternalisasi alasan mulia untuk mengurus anak cucu mereka nantinya.  Ketidaktahuan atau kecerobohan mereka itu tidak akan berdampak baik terhadap alam kita ini, maka mulai dari kecil anak-anak harus mengambil posisi tegas dalam mengambil keputusan untuk lebih peduli terhadap alam kita, dan itu akan semakin baik untuk planet kita ini di masa depan.
Ada sekelompok anak-anak yang berpendapat bahwa mereka memiliki kekuatan dan bisa memutuskan untuk memilih mana pohon yang harus ditebang saat pengumpulan kayu bakar dari hutan didekatnya.  Mereka juga mengusulkan proses tebang pilih, hal itu menunjukan bahwa meskipun mereka hidup dalam daerah terpencil tetapi mereka memiliki pikiran yang indah untuk menjaga lingkungan dan planet ini.  Seharusnya siswa SMA yang mengambil pelajaran geografi di sekolahnya lebih mengerti tentang proses tebang pilih ini dan lebih mengerti jika penebangan secara liar itu bisa menyebabkan bahaya alam lokal, seperti banjir, dan tanah longsor.  Mereka juga dapat mengusulkan penebangan secara terkontrol karena dengan demikian kita akan semakin menghijaukan kembali hutan.
Kita tidak memiliki banyak pilihan selain harus membujuk anak-anak dan pemuda agar bisa menjaga iklim untuk masa depan, karena menurut studi yangdi lakukan di Sikka bahwa dalam peningkatan populasi kaum muda pada tahun 1970-an itu juga bisa menunjukan keberhasilan yang relatif dengan lebih banyak pohon yang ditanam.
Dari beberapa hal yang telah diamati bahwa remaja itu telah mempelajari dasar-dasar ilmu alam dan geografi disekolahnya, mereka sebenarnya mampu melakukan perubahan yang lebih baik lagi untuk iklim kita ini dibandingkan dengan orang tua mereka dan bahkan beberapa birokrat.  Tetapi pada kenyataannya masih banyak sekali inisiatif dari remaja ini sering tertinggal, itu sangat menyedihkan sekali karena sebenarnya itu adalah inisiatif yang bagus untuk perbaikan iklim kita selanjutnya di masa yang akan datang.
Sebelum lebih jauh melangkah untuk menjelaskan mengenai konflik-konflik yang terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia, kita terlebih dahulu melihat dan mengetahui apa sebenarnya pengertian dari pendidikan umum itu sendiri dan pendidikan liberal dan apa perbedaannya diantara kedua pendidikan tersebut.
            Sebelum mengetahui pendidikan liberal itu apa, kita juga pengting untuk mengetahui bagaimana proses munculnya pendidikan liberal itu sendiri, lahirnya liberalisasi pendidikan ini berawal dari kesepakatan dalam WTO (World Trade Organization), sebuah organisasi di bawah PBB.
Banyak orang keliru dengan pengertian kedua pendidikan tersebut, karena memang sebenarnya tujuan dari kedua pendidikan tersebut itu hampir sama yaitu untuk menyiapkan individu sebagai pribadi yang utuh bukan hanya menyiapkan tenaga vokasionalnya saja.  Pendidikan umum itu lebih berfokus pada perkembangan pribadi dalam skala yang lebih luas, tidak hanya pada aspek intelektualnya saja, tetapi semua aspek yaitu intelektual, emosi, sosial dan moral peserta didik.  Sedangkan pendidikan liberal itu berfokus pada mata pelajaran sebagai warisan tradisi (klasik) dan lebih mengembangkan aspek intelektualnya.
Cara yang paling mudah yang bisa dilakukan untuk mengajarkan pendidikan klasik yaitu dengan menjadikan buku-buku klasik sebagai bahan bacaan yang wajib dibaca untuk mahasiswa, karena dalam teks klasik memiliki nilai sejarah dan kebenaran yang tinggi yang tetap harus dipelajari dan dijadikan sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada jaman sekarang ini seperti contoh kisah klasik yang terdapat “The great books”.
Tantangan terbesar dan terberat dalam pendidikan liberal adalah sejauh mana pendidikan liberal itu mampu dan bisa menanamkan prinsip-prinsip pendidikan, agar lulusan agar lulusan siap menghadapi dunia nantinya.  Dengan kata lain, pendidikan liberal itu harus membekali mahasiswanya dasar-dasar pendidikan umum yang memungkinkan mereka terus belajar dalam dunia kerja mereka nantinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jauh lebih mudah belajar dari yang bersifat umum lalu ke yang bersifat khusus, dari pada sebaliknya yang dari khusus ke umum.  Maka dari itu, siistem kurikulum S-1 harus membekali siswa dalam kompetensi dalam tiga hal, yaitu:
1.    Akademik: menulis, matematika, sains;
2.    Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi;
3.    Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang hayat.
Pendidikan dinilai lebih terwadahi dalam konsep pendidikan umum dibandingkan dengan pendidikan yang liberal, ada beberapa orang yang bisa melihat kelemahan dari pendidikan liberal, antara lain:
1.    Orientasi yang berlebihan terhadap teks klasik menutup pintu bagi pengetahuan terkini, yang merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi yang terjadi dan sulit dihindari.
2.    Orientasi pada pengembangan intelektual itu bisa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan seutuhnya, seiring perkembangan yang terjadi dalam masyarakat yang semakain kompleks dari dari hari-kehari.
3.    Spesialisasi yang berlebihan, seperti yang tampak pada mata pelajaran, bisa berarti reduksi terhadap kemanusiaan.  Spesialisasi bisa mempersempit diri, sementara tantangan hidup yang semakin global, kompleks dan lintas disiplin.
Dalam konteks di AS, ada hal-hal yang melatarbelakangi munculnya pendidikan umum adalah karena manusia akan bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah kelompok.  MKDU harus menanamkan kebiasaan bekerjasa sama dalam setiap kelompok yang kadang berubah-ubah, baik teman maupun peranannya, maka kita harus mampunyai sikap pendidikan umumnya dan ujung-ujungnya itu kembali pada sikap toleransi yang harus di tanamkan sejak dini lagi.
Pendidikan liberalisasi akan mendatangkan dampak yang nantinya akan ada sekolah-sekolah yang dimiliki oleh orang asing, dan dikelola sesuai dengan tujuan diinvestasikannya modal tersebut.  Itu karena adanya modal asing yang masuk dalam pengelolaan pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, menengah, tinggi dan non-formal. Tujuan investasi modal tersebut adalah untuk mendapatkan laba, maka institusi pendidikan menjadi sebuah institusi bisnis yang proses pengelolaannya akan berorientasi kepada laba.  Bermunculannya sekolah-sekolah yang dimiliki oleh orang asing akan mendorong persaingan yang tajam dengan sekolah-sekolah swasta dalam negeri.  Di satu sisi, persaingan tersebut bersifat positif, karena sekolah swasta Indonesia akan dipacu untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan secara lebih baik lagi.
Namun di sisi lain, persaingan tersebut akan membuat perubahan yang sangat signifikan dalam orientasi pembangunan pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah swasta akan dipacu menjadi sebuah institusi bisnis yang harus mendatangkan laba, supaya mampu meningkatkan kualitas pendidikannya melalui pengembangan berbagai fasilitas pendidikan.  Tujuannya, agar dengan peningkatan fasilitas sekolah yang semakin bagus, akan mampu bersaing dengan sekolah yang memiliki modal yang kuat.  Kondisi ini akan menciptakan persaingan yang membuat pendidikan menjadi mahal dan makin tidak terjangkau oleh seluruh masyarakat. Hanya lapisan masyarakat yang mampu dan kaya akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sedangkan masyarakat yang miskin semakin tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas.
Kembali pada masalah-masalah yang sering terjadi dalam pendidikan di Indonesia, akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang terjadi karena ketidakrukunan antara agama, terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan,  menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Oleh sebab itu, kita harus menunjukkan diri sebagai manusia beriman dan beragama dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama.  Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.  Dari pembedaan tersebut, kita bisa berkembang menjadi pemisahan, salah pengertian, beda persepsi, dan lain sebagainya, kemudian berujung pada konflik. Tetapi seharusnya perbedaan itu bukanlah masalah karena dengan perbedaan itu kta bisa saling belajar menghormati satu sama lain dan bertoleransi satu sama lain.
  
Dari  pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas suatu negara bisa ddilihat dari kualitas dan sistem pendidikannya, jika sistem pendidikannya baik maka akan baik pula kualitas negara tersebut.  Itu bisa dilihat dari banyaknya negara-negara kecil tetapi maju, itu bisa disebabkan oleh kualitas pendidikan dinegara tersebut, banyak negara-negara kecil yang lebih maju di bandingkan dengan negara yang besar tetapi sistem pendidikannya itu masih kurang sekali karena negara-negara kecil itu sangat memperhatikan kualitas dari pendidikannya tersebut.
Menanggapi dari teks prof. A. Chaedar Alwasilah ialah bahwasannya saya setuju bahwa sikap toleransi antara sesama harus diterapkan sejak sedini mungkin, dan mungkin bisa diterapkan di pendidikan sekolah dasar karena semakin dini itu semakin baik.  Sikap toleransi dalam agama, etnis dan latar belakang yang berbeda itu sangatlah penting karena itu sebagai bekal untuk kehidupannya di masa yang akan datang, karena mungkin saja nanti ketika dia terjun ke lapangan dia akan menemukan berbagai macam orang yang dari berbagai macam agama, etnis, ras, dan latar belakang yang berbeda dengan dirinya.  Dalam setiap diskusi mungkin dia akan menemukan orang yang berbeda-beda dan topik yang berbeda pula, maka dari itu penerapan sikap toleransi sejak dini itu sangatlah penting.
Toleransi dalam beragama itu sangatlah penting untuk diajarkan sejak sedini mungkin, tetapi mungkin kita bisa lihat juga jika anak sekolah dasar (SD) sudah diajarkan mengenai toleransi dalam beragama, takutnya mereka tidak akan memahami betul maka dari itu pendidik harus pintar-pintar untuk memilih topik untuk di ajarkan kepada mereka.  Mereka harus mengerti sikap bertoleransi antara satu sama lain tetapi juga tidak membuat mereka bingung dengan contoh kasus yang seperti itu, mungkin pendidik bisa mengajarkannya secara global saja misalkan sikap toleransi dan saling menghormati jika sedang berdiskusi dalam kelas saja.
Dari pembahasan diatas, bahwa setiap pendidik harus mampu memberikan wawasan yang cukup baik untuk peserta didiknya, pendidik di haruskan untuk mampu meningkatkan kualitas pendidikan di negaranya tersebut.  Kita perlu menanamkan sikap toleransi dalam pendidikan tetapi kita juga tidak bisa melupakan peranan orang tua dan lingkungan sekitar pada diri anak, orang tua adalah cerminan untuk setiap anaknya, maka dari itu orang tua juga harus mengajarkan sesuatu hal yang baik untuk anaknya bukan hanya guru saja.  Peranan dari orang tua dan pendidik sangatlah penting karena untuk membentuk diri anak agar lebih bermoral, taat dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Referensi
·         Oxford Learner’s Dictionary (1989 : 717)
·         Onatan A. Lassa, The Jakarta Post, Jakarta I opinion I Sat, October 22 2011
·         Pokoknya Literasi (Prof. A. Chaedar Alwasilah)


Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment