appetizer: “Bukan Bangsa Literasi”



Bukan Bangsa Literasi
(By: Endang Siti Nurkholidah)

“Bukan bangsa Literasi” mungkin ini slogan yang disandang oleh Negara kita (Indonesia) sekarang. Memang pada dasarnya Negara Indonesia termasuk Negara yang tertinggal dalam bidang pendidikan dan ekonomi. Pendidikan di Indonesia kurang berkualitas jika dibandingakan dengan Negara-negara lain seperti Malaysia, Amerika, Australia dan lain-lain. Negara kita tertinggal karena ada beberapa masalah dalam pendidikan, yaitu dalam hal kurangnya budaya yang berliterasi pada pendidikan di Negara kita ini. Mungkin ini merupakan salah satu alasan mengapa pendidikan di Indonesia tertinggal.
Seperti dalam article yang telah saya baca, diantaranya (Bukan) Bangsa Penulis, Powerful Writers Versus The helpless Readers dan Learning and Teaching Process: More about Readers and Writers miliknya Bapak Chaedar Alwasilah dapat disimpulkan bahwa permasalahan budaya literasi di Negara Indonesia yang sangat rendah, sehingga pendidikan di Indonesia kurang berkualitas. Khususnya di bangku perkuliahan atau perguruan tinggi (PT) negeri maupun swasta yang ada diseluruh bagian penjuru Indonesia.
Ketika berbicara tentang literasi, otomatis kita berbicara tentang Membaca dan Menulis. Baca-tulis memang sangat penting di era ini, bukan hanya di bangku perkuliahan saja. Bahkan mereka (Baca-Tulis) mempunyai andil yang sangat besar dan mempunyai peran yang penting bagi bangsa, Negara bahkan dunia. Pendidikan disetiap Negara di dunia mempunyai posisi yang terpenting setelah ekonomi (perekonomian). Mengapa bisa demikian? Karena pendidikan dapat mencerminkan dari sebuah Negara tersebut. Semakin bagus pedidikan disuatu Negara, semakin berkembang dan terkenal pula Negara tersebut. Hal ini sudah terbukti diberbagai Negara seperti Malaysia, Amerika, Belanda dan sebagainya.
Dapat kita ketahui bahwasannya ketika sebuah Negara terkenal dengan pendidikannya, berarti Negara tersebut berliterasi dan tentu saja banyak masyarakat yang ada di Negara tersebut yang menggemari membaca dan menulis. Contohya seperti Negara Malaysia yang setiap tahunnya para dosen dan mahasiswa mencetak sebuah karya tulis. Jika dibandingkan dengan Indonesia mungkin hanya sepertujuh saja.
Ketika berbicara tentang masalah literasi yang tidak membudaya di Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi negeri ataupun swasta, memang benar banyak PT negeri atau swasta yang hanya meluluskan mahasiswanya asal-asalan. Asal lulus. Asal jadi sarjana. Asal mendapat gelar. Asal dapap nilai. Dan masih banyak lagi asal-asalan lainnya. Sungguh sangat miris sekali jika benar faktanya seperti itu. Banyak mahasiswa bahkan dosennya pun yang tidak bisa menulis atau membuat tulisan semacam essay atau jurnal. Padahal standar mahasiswa harus bisa membuat sebuah essay atau jurnal, bahkan skipsi atau thesis sebagai syarat lulusnya mahasiswa dan mendapatkan gelar sarjana. Ini semua termasuk ke dalam permasalahan kurang membudayanya literasi (Baca-Tulis) di Negara ini.
Menulis dan membaca merupakan satu elemen yang kokoh yang tidak akan bisa dipisahkan, karena sudah menjadi satu paket atau satu kesatuan yang saling melengkapi. Contohnya, ketika kita akan menulis sebuah karya tulis, kita sangat memerlukan nutrisi-nutrisi ide yang banyak. Nutrisi-nutrisi tersebut didapatkan dari hasil membaca materi dari buku yang kita perlukan. Sudah terbukti bahwa baca-tulis adalah sepasang cara yang bisa membuat orang berliterasi, bahkan budaya literasi ini patut dibudayakan dan disosialisasikan di Negara Indonesia.
Mensosialisasikan budaya membaca-menulis alangkah baiknya dilakukan dan dibenahi pada bangku SMP atau SMA. Agar siswa yang masuk perguruan tinggi (PT) tidak kaget dan sangat siap untuk mengaplikasikan budaya literasi itu. Contohnya membuat karya tulis seperti jurnal, essay dan bahkan karya sastra yang sebaiknya dikenalkan ketika siswa berada di bangku SMA, dan siswa dituntut untuk belajar menulis bahkan menghasilan karya sendiri. Selain itu siswa diberi buku-buku bacaan yang berkualitas, jika siswa disuguhi dengan bacaan yang memiliki kualitas yang tinggi dan memerlukan pemahaman yang tinggi, tidak kaget dan sudah memiliki bekal sebelumnya ketika siswa memasuki jenajng perkuliahan. Mungkin ini termasuk resolusi agar Negara Indonesia tidak tertinggal oleh Negara lain dalam bidang pendidikan.
Untuk meningkatkan minat budaya Membaca-Menulis, sebaiknya dibiasakan sejak dini, karena untuk menciptakan generasi penerus yang bermutu. Tidak dengan mahasiswa diperguruan tinggi (PT) yang tidak bisa menulis bahkan malas membaca buku. Menurut Dirjen Pendidikan Tinggi mengatakan bahwa pada saat ini jumlah karya tulis ilmiah dari PT di Indonesia seara total masih rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan Negara tetangga (Malaysia), meskipun termasuk Negara yang kecil, akan tetapi banyak mahasiswa dan dosen yang mencetk karya ilmiah. Jika dibandingkan dengan Indonesia mungkin hanya sepertujuh saja. Sangat tertinggal sekali bangsa kita ini.
Jika faktanya seperti itu pun kita harus bangga, karena masih ada segelintir mahasiswa yang mencetak karya tulis ilmiah dan banyak penulis-penulis di Indonesia yang hebat meskipun tidak sebanyak penulis hebat di luar negeri. Contohnya seperti Bapak Chaedar Alwasilah ini yang sangat hebat dan sudah mencetak banyak buku yang berkualitas. Jadi Negara kita masih bisa mengambil kesempatan untuk menjadi Negara yang mendapat julukan “Bangsa Literasi”. Kita sebagai generasi penerus harus membudayakan budaya literasi tersebut, agar kesempatan itu dapat kita raih bersama-sama.
Agar Negara Indonesia tidak tertinggal dalam bidang pendidikan, maka mari kita budayakan bersama-sama dan aplikasikan budaya literasi itu lewat membaca dan menulis. Walaupun awalnya sangat sulit untuk dilaksanakan, tapi ada pepatah yang mengatakan bahwa “bisa alah biasa”. So, mari kita budayakan baca-tulis dalam kehidupan kita, agar Negara yang kita cintai ini tidak tertinggal dan bisa mencetak jutaan karya tulis hasil karya anak bangsa. Bangsa Indonesia JJJ
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment