Literasi
Bukanlah Satu-satunya Kemampuan
By: Daroni
Setelah
minggu kemarin, kita membuat tugas Appetizer.
Di pertemuan kedua kita beralih ke tugas chapter review. Ulasan bab pertama ini
membahas tentang “Rekayasa literasi”.
Definisi (lama) literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (7th
Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005: 898). Dalam konteks persekolahan Indonesia, istilah
literasi jarang dipakai. Istilah yang sering
dipakai adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi: 2010). Padahal literasi adalah praktik cultural yang
berkaitan dengan persoalan sosial dan politik.
Di
zaman modern ini, kita dituntut tidak hanya cukup memiliki kemampuan pendidikan
dasar berupa membaca dan menulis. Kini
bermunculan ungkapan literasi computer,
literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Karena kita berada di ruang lingkup zaman
modern, Freebody & Luke menyodorkan model literasi sebagai berikut: (1)
memahami kode dalam teks, (2) terlibat dalam memaknai teks, (3) menggunakan
teks secara fungsional, dan (4) melakukan analisis dan mentransformasi teks
secara kritis. Keempat peran literasi ini dapat diringkas ke
dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan
mentransformasi teks. Itulah hakikat
berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Pendidikan
bahasa berbasis literasi seharusnya dilaksanakan atas tujuh prinsip sebagai
berikut:
1.
Literasi
adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai
anggota masyarakat.
2.
Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan.
3.
Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah.
4.
Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5.
Literasi
adalah kegiatan refleksi diri.
6.
Literasi
adalah hasil kolaborasi.
7.
Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Metode dan
Pendekatan Pengajaran Bahasa Inggris
|
Pendekatan Struktural
|
Pendekatan Audiolingual
|
Pendekatan Kognitif dan Transformatifif
|
Pendekatan Communicative Competence
|
Pendekatan Literasi
|
Keterangan:
ü Pendekatan struktural: pendekatan yang menggunakan metode grammar.
ü Pendekatan audiolingual memiliki nama lain dengar-ucap (1940-1960). Pendekatan ini lebih fokusnya pada latihan
dialog-dialog pendek untuk dikuasai oleh siswa.
ü Pendekatan kognitif dan transformatif lebih terfokus pada potensi
berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya. Materi yang diajarkannya pun berorientasi ke
sintaksis.
ü Pendekatan communicative competence lebih menitik beratkan
dalam komunikasi manusia tidak sekedar memproduksi ungkapan yang komunikatif,
tapi harus bernalar. Tokoh-tokoh dalam
pendekatan ini antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978). Adapun tujuan pendekatan ini adalah
menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi
terbatas sampai dengan komukasi spontan dan alami.
ü Pendekatan literasi memiliki kata lain genre-based. Tujuan pendekatan ini adalah menjadikan siswa
mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Literasi
tetap berurusan dengan penggunaan bahasa, dan saat ini kajian lintas disiplin
memiliki tujuh dimensi yang saling terkait.
Ø Dimensi geografis, di mana dimensi ini mempengarungi tingkat
pendidikannya.
Ø Dimensi bidang. Dimensi ini meliputi
pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan sebagainya.
Ø Dimensi keterampilan.
Dimensi ini meliputi membaca, menulis, menghitung, dan berbicara.
Ø Dimensi fungsi. Dimensi ini
meliputi pemecahan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,
mengembangkan pengetahuan, dan mengembangkan potensi diri.
Ø Dimensi media meliputi media teks, cetak, visual, dan digital. Penguasaan IT (information technology)
sangat penting, sehingga kini kehebatan perguruan-perguruan tinggi salah
satunya diukur melalui webometrics.
Ø Dimensi jumlah, yaitu demensi yang berupa angka. Dimensi jumlah merujuk pada banyak hal,
contohnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media, dan
sebagainya.
Ø Dimensi bahasa meliputi etnis, lokal, nasional, regional, dan
internasional.
Dalam
lima definisi di atas ada 10 gagasan kunci literasi yang menunjukkan perubahan
paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu
pengetahuan sekarang ini.
1.
Ketertiban
lembaga-lembaga sosial
Lembaga-lembaga itu menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa,
sehingga muncul bahasa birokrat atau bahasa politik yang menunjukkan kekuasaan
birokrat terhadap rakyat.
2.
Tingkat
kefasihan relatif
Dalam tingkat kefasihan ini yang perlu dikuasai adalah kefasihan
(literasi) minimal atau literasi yang diperlukan untuk memainkan peran
fungsional dalam setiap interaksi.
3. Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi
membekali orang kemampuan mengembangkan segala potensidirinya. Penguasaan bahasa ibu adalah alat untuk
berinteraksi dan mengapresiasi, serta memikirkan segala hal dalam lingkungan
sosial budaya dan psikologismya yang terdekat, yakni keluarganya.
4. Standar dunia
Masyarakat
dunia kini menggunakan hsil-hasil evaluasi melaului PIRLS (Progress in
International Reading Litercay Study), PISA (Program for International Student
Assesment), dan TIMSS (The Third International Matematics and Science Study).
5. Warga masyarakat demokratis
Pendidikan
literasi harus mendukung terciptanya demokrasi bangsa. Proses pendidikan itu sendiri harus
demokratis, agar mahasiswa menjadi warga Negara demokratis sehingga menjunjung
nilai-nilai demokrasi.
6. Keragaman local
Masyarakat
local membangun literasi dalam konteks lokalnya sebelum memasuki konteks
nasional, regional, dan global. Dengan
demikian, semakin berwawasan global, semakin sensitive dan antisipatif dia
terhadap keraguan local.
7. Hubungan global
Literasi
tingkat ini bergantung pada 2 hal, yaitu penguasaan teknologi informasi (ICT
literacy) dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
8. Kewarganegaraan yang efektif
Warga Negara
efektif adalah warga Negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri,
serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan, dan negaranya. Warga Negara yang efektif juga harus
mengetahui hak dan kewajibannya.
9. Bahasa Inggris ragam dunia
Walaupun
Bahasa Inggris adalah Bahasa dunia, tapi bagi setiap bangsa lain Bahasa Inggris
adalah tetap sebagai kedua. Sama halnya
seperti Bahasa Indonesia yang dianggap Bahasa kedua oleh kota-kota yang ada di
Indonesia, ia memiliki bahasa ibu masing-masing.
10. Kemampuan berfikir kritis
Literasi
bukanlah hanya mampu membaca dan menulis, tapi harus mampu berfikir
kritis. karena manusia adalah makhluk
pengguna symbol.
11. Masyarakat semiotic
Semiotic
adalah ilmu tentang tanda. Setiap hari
kita berkomunikasi dengan sesame. Secara
tidak sengaja kita telah mengontruksikan diri kita sendiri secara semiotic,
mulai dari cara kita berkomunikasi non-verbal sampai cara kia berpakaian.
Rekayasa
literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia
terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahsa adlah pintu masuk menuju ke
pendidikan dan pembudayaan. Perbaikan
rekayasa literasi senantiasa mengangkat empat dimensi: (1) linguistic atau
focus teks, (2) kognitif atau focus minda, (3) sosiokultural atau focus
kelompok, dan (4) perkembangan atau focus pertumbuhan (Kucer, 2005: 293-4).
Sementara itu, Kern (200: 38) menyebut tiga dimensi,
yaitu dimensi linguistic, sosiokultural, dan kognitif/metakognitif. Dengan demikian, rekayasa literasi berarti
merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi di atas. Pengajarn membaca dan menulis harus
ditempatkan dalam keempat dimensi yang saling terkait.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan
langkah-langkah profesionalnya yang terlihat dalam enam hal:
1.
Komitmen
professional
2.
Komitmen
etis
3.
Strategi
analitis dan refleksi
4.
Efikasi
diri
5.
Pengetahuan
bidang studi, dan
6.
Keterampilan
literasi dan numerasi (Cole dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010)
Dalam
garis besarnya, ada tiga paradigm pembelajaran literasi, yaitu decoding,
skills, dan whole language (Kucer: 2000).
1.
Paradigm
Decoding, menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi,
dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahsa. Siswa membangun literasi dengan diajari
terlebih dulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa. Dalam paradigm ini berlaku rumus:
perkembangan literasi=belajar ihwal literasi-
belajar literasi-belajar
melalui literasi.
2. Paradigm keterampilan, bahwa penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar
untuk membaca. Siswa diajari mengenal
formula bahasa untuk diterapkan pada berbagai data atau peristiwa literasi
dalam berbagai konteks. Dengan kata
lain, siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dulu dalam pengetahuan
tentang literasi, yaitu cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan
kosakata. Dalam paradigma literasi ini berlaku rumus: perkembangan
literasi=belajar ihwal literasi-belajar
literasi-belajar melalui literasi.
3. Paradigma Bahasa secara utuh, dilihat dari namanya, pengajaran
bahasa harus berfokus pada pembelajaran makna, yaitu kegiatan mengajarkan makna
secara utuh, tidak persial. Paradigma
ini memiliki rumus yang berbeda dari kedua paradugma di atas. Paradugma ini mengajukan rumus berikut ini:
perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi-belajar literasi-belajar
ihwal literasi.
Jadi
pada intinya, literasi diajarkan tergantung pada pandangan literasi itu
sendiri. Dari dulu sampai sekarang,
materi pembelajaran bahasa terfokus pada empat keterampilan bahasa, yaitu
membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.
Pengajaran bahasa yang baik menghasilkan orang literat yang mampu
menggunakan keempat dimensi ini secara bersamaan, aktif, dan terintegrasi. Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan
manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan
menunjukkan apresiasi khusunya terhadap sastra.
Kemampuan
literasi tidak akan berkembang, jika dari diri kita sendiri tidak mau berubah
untuk kemajuan. Orang lain pun tidak
akan memberi pengaruh kepada kita, walau orang itu menyorakkan kata semangat. Sebuah kata atau ucapan tanpa tindakan atau
praktek bagaikan pepatah “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”.