Chapter Review 1 : Benahi Sekarang atau Bangsa Mati!

Benahi Sekarang atau Bangsa Mati!
Author: Ida Fauziyah


Dalam KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia), yang dimaksud dengan literer adalah (sesuatu yang) berhubungan dengan tulis-menulis. Namun, sekarang literasi atau literer memiliki definisi dan makna yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Menururt definisi UNESCO, literasi merupakan kemampuan mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengkomunikasikan, dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan variannya. Koiichiro Matsuura (Director General UNESCO) menjelaskan lebih dalam lagi bahwa literasi bukan hanya sekedar membaca dan menulis, tetapi mencakup bagaimana berkomunikasi dalam masyarakat, terkait dengan ilmu pengetahuan, bahasa, teknologi dan budaya. Jadi, sebenarnya literasi bukan hanya berfokus pada tulis-menulis saja, melainkan banyak aspek lain.
Kini, ada ungkapan literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Untuk menjawab tatangan zaman, Freebody dan Luke mengadakan empat model literasi, yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasikan teks. Itulah hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Mengapa literasi itu penting?
Martha C. Pannington (1996:186) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat “survive” lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi satu ke generasi berikutnya.
Harus dipahami juga bahwa menulis membantu siswa menumbuhkan bakat dan minat belajar suatu bahasa yang menjadi kebanggan siswa itu sendiri juga lembaga sekolahnya. Oleh karena itu, penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi tulang punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak mungkin suatu bangsa menjadi bangsa yang besar, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pembelajaran di lembaga sekolah maupun perguruan tingginya.
Sejauh yang kita ketahui, pembelajran bahasa di Indonesia yang berbasis literasi masih terlihat sangat rendah dan memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Untuk itu harus ada upaya untuk mensejajarkan pebelajaran bahasa berbasis litersi. Salah satu caranya bisa melalui penanaman budaya literasi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.
Chaedar Al Wasilah tentang Dimensi literasi:
ü  Dimensi geografis (lokal, nasional, regional dan internasional)
Literasi seseorang bergantung pada tingkat pendidikan, jejaring sosial dan vokasionalnya. Literasi seorang Diplomat jelas berbeda dengan literasi seorang bupati.
ü  Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dan dan sebagainya)
Literasi suatu  bangsa bergantung pada kualitas penddikan, komunikasi, administrasi, hiburan dan militer bangsa itu sendiri. Semakin baik kualitasnya, maka kualitas literasi pun akan semakin baik pula.
ü  Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, dan berbicara)
Literasi seseorang bergantung pada intensitas atau daya membaca, menulis, berhitung dan berbicaranya. Semakin tinggi intensitas atau daya dari keempat keterampilan tersebut, maka semakin tinggi pula litersinya.
ü  Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan serta mengembangkan potensi diri)
Orang yang literat—karena pendidikannya—mampu memecahkan persoalan, tidak sulit utuk mendapatkan pekerjaan, memiliki potensi untuk mencapai tujuan hidupnya dan gesit mengembangkan serta mereproduksi ilmu pengetahuan (kepakaran).
ü  Dimensi media (teks, cetak, visual dan digital)
Untuk menjadi literat zaman sekarang, orang juga harus melek teknologi, karena orang tersebut tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks alfabetis, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital.
ü  Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
Orang multiterat seharusnya mampu beriteraksi dalam berbagai situasi. Sehubungan litaersi itu bersifat relatif, maka mungkin Anda sangat mampu berkomunikatif dalam bahasa Indonesia, tapi Anda kurang komunikatif dalam bahasa ibu. Oleh karena itu, dimensi jumlah di sini bisa merujuk pada banyak hal, misalnya bahasa, varian bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media dan lain sebagainya.
ü  Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional dan internasional)
Apabila Anda adalah orang Sunda dan mahasiswa bahasa Inggris, berarti Anda adalah orang multilingual dalam bahasa Sunda, Indonesia dan Inggris. Artinya, Anda multiterat.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Dr. Cahedar tentang mengapa literasi itu penting., juga guna menjawab tantangan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan.
1.      Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Lembaga-lembaga sosial yang ada seperti RT, RW sampai tingkat DPR dan presiden menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa, sehingga muncul bahasa birokrat atau bahasa politik. Untuk itu, kita sebagai anggota masyarakat harus berliterasi untuk memehami bahasa birokrat tersebut.
2.      Tingkat kefasihan relatif
Kita perlu menguasai kefasihan literasi minimal untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi yang kita lakukan. Hal ini diperlukan agar kita diyerima sebagai anggota masyarakat di daerah atau tempat yang kita tinggali.
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa literasi itu sangat penting. Literasi membekali manusia kemampuan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Pada tahap tinggi, literasi membekali orang (baca:mahasiswa) kemampuan memproduksi ilmu pengetahuan. Menulis akademik adalah bagian literasi yang harus dikuasai oleh para (calon) sarjana.
4.      Standar dunia
Dewasa ini, bangsa-bangsa di dunia berlomba-berlomba untuk meningkatkan kualitas pendidikannya dengan cara meningkatkan tingkat literasi masyarakat bangsanya. Hal ini disebabkan oleh persaingan global dalam rujuk mutu (bench marking) yang dikembangkan ke tingkat internasional.
5.      Warga masyarakat demokratis
Pendidikan di setiap negara seharusnya menghasilkan manusia literat, yakni manusia yang memiliki literasi yang memedai sebagai warga negara yang demokratis.
6.      Keragaman lokal
Literasi diperlukan mabusia untuk menyikapi keragaman lokal yang ada. Semakin tinggi literasi yang ia miliki, maka ia akan semakin sensitif dan antisipatif.
7.      Hubungan global
Agar mampu bersaing di tingkat dunia, manusia juga harus memiliki litersi tingkat dunia. Literasi ini bergantung pada dua hal, yaitu penguasaan teknologi informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
8.      Kewarganegaraan yang efektif
Literasi membekali manusia untuk menjadi warga negara yang efektif, yakni warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi, serta berkontribusi bagi keluarga, lingkungan dan bangsanya.
9.      Bahasa Inggris ragam dunia
Telah kita ketahui bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa internasional. Namun, setiap bangsa membangun literasi dalam budaya dan etnis lokalnya. Bhasa Inggris mereka kental dengan kelokalan, sehingga muncul berbagai ragam bahasa Inggris.
10.  Kemampuan berfikir kritis
Literasi membekali manusia bukan hanya kemampuan dalam baca-tulis, melainkan juga kemampuan menggunakan bahsa itu secara fasih, efektif dan kritis.
11.  Masyarakat semiotik
Budaya merupakan sistem tanda, dan untuk memaknai tanda, manusia harus menguasai literasi semiotik, karena semiotik adalah ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur dan komunikasi.
Rapor merah literasi anak negeri yang yang diterima dari proyek dunia PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), PISA (Program for International Student Assessment), dan TIMSS (the Third International Mathematics and Science Study) membuktikan bahwa tingkat litaerasi anak bangsa Indonesia sangat jauh tertinggal oleh siswa negara-negara lain. Itu berarti pendidikan nasional yang ada di Indonesia belum berhasil menciptakan warga negara yang literat yang siap bersaing dengan teman sejawatnya dari negara lain.
Kemudian dari hasil tersebut, prestasi menulis anak bangsa juga tidak ditemukan. Jelas saja jika kemampuan mambaca anak bangsa juga rendah, maka begitu pun untuk menulis, karena prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca. Tanpa banyak membaca, orang akan sulit untuk menjadi seorang penulis.
“Rekayasa Literasi”
Kata rekayasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan, orang literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Jadi, rekaya literasi adalah upaya penerapan kaidah-kaidah ilmu untuk menjadikan manusia yang terdidik dan berbudaya melalui penguasaan dan penerpan bahsa secara optimal.
Menurut Dr. Chaedar, rekayasa literasi berarti merekasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi, yakni:
1.      Linguistik atau fokus teks
2.      Kognitif atau fokus mind
3.      Sosiokultural atau fokus kelompok
4.      Perkembangan atau fokus pertumbuhan
Oval: Linguistik (text)Pengajaran bahasa (language arts) yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan ke empat dimensi di atas secara serempak, aktif dan terintegrasi. Dia menggunakan bahasa secara efektif dan efisien. Dia juga menerapkan bahasa secara optimal, karena penguasaan bahasa merupakan pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
 







Diagram Dimensi pengajaran literasi
Keterangan diagram:
ü  Dimensi pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Literasi memerlukan pengetahuan yang mencakup beberapa hal, yakni:
1)      Sistem bahasa untuk membangun makna
2)      Persamaan dan perbedaan bahsa lisan dan tulis
3)      Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan, status sosial dan lain sebagainya.
ü  Dimensi pengetahuan kognitif (fokus pada mind)
Membangun literasi berarti membangun keterampilan.
ü  Dimensi pengetahuan perkembangan (fokus pada pertumbuhan)
Berliterasi itu sebuah “proses” menjadi secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.
ü  Dimensi pengetahuan sosiokultural (fokus pada kelompok)
Mengajarkan literasi berarti mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
ü  Kegiatan literasi
Kegiatan literasi tidaklah sederhana. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi tingkat literasi seseorang. Semakin tinggi pendidikannya, maka semakin tinggi pula literasinya.

Dr. Chaedar lebih lanjut menjelaskan bahwa ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu decoding, skills dan whole language (Kucer 2000).
·         Decoding
Untuk membangun literasi, siswa diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode.
·         Skills
Untuk membangun literasi, siswa terlebih dahulu diajari tentang literasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata.
·         Whole language
Pengajaran bahasa harus berfokus pada pembelajaran makna, yakni kegiatan mengajarkan makna secara utuh, tidak secara parsial.
Dari pembahasan dan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan literasi tidaklah sederhana. Banyak hal yang harus diperhatikan. Banyak pihak yang terkait. Pembelajaran literasi jelas berkesinambungan dari tingkat pendidikan awal sampai pendidikan tinggi. Literasi yang telah diperoleh pada tingkat sebelumnya menjadi tumpuan atau pondasi untuk peningkatan dan pengembangan literasi pada tahap berikutnya.
Faktanya, pondasi pengajaran literasi ada pada guru. Guru yang mengajarkan bagaimana menjadi orang literat. Oleh sebab itu, untuk membangun literasi bangsa harus diaawali dengan  membangun guru yang terdidik dan profesional, dan guru yang terdidik dan profesional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang berkualitas.


Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment