Chapter review 1: POTRET BURAM LITERASI



POTRET BURAM LITERASI
(By: Endang Siti Nurkholidah)
Literasi? Ketika mendengar kata itu sangat elegan sekali. Kata yang memiliki misteri dibalik elegansinya itu. Literasi memanglah kata asing jika belum menjamahnya. Apa sih literasi itu?? Well, literasi menurut KBBI adalah sesuatu yang berhubungan dengan membaca-menulis. Ketika mendengar kata baca-tulis memang seperti tidak bisa dipisahkan. Dimana ada kata membaca pasti disitu ada kata menulis dan istilah literasi atau literer memiliki definisi yang sangat luas sekali.
Menurut definisi dari UNESCO literasi yaitu kemampuan mengidentifikasi memahami, menafsirkan, menciptakan, mengkomunikasikan dan kemampuan berhitung melalui materi-materi dan variannya. Menurut koichiro Matsura (Direktur UNESCO) menjelaskan bahwa literasi bukanlah hanya mencakup baca-tulis saja, akan tetapi mencakup bagaimana berkomunikasi dalam masyarakat terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya.
Menurut bukunya Bapak Chaedar yang berjudul “Rekayasa Literasi” menjelaskan bahwa literasi adalah kemampuan baca-tulis yang menjadi buah bibir dalam masyarakat, karena ketidak tahuan (awamnya) masyarakat dengan kata literasi ini. Bahkan dalam konteks pendidikan di Negara Indonesia istilah literasi jarang dipakai.
Ketika mengingat sejarah peradaban umat manusia, bahwa bangsa atau Negara yang maju tidak bisa dibangun dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah saja, akan tetapi didapat dari peradaban tulisan atau penguasaan literasi yang dapat menghasilkan kualitas Negara yang lebih baik lagi.
Perlu kita ketahui islam pula menganjurkan kita untuk menulis, ketika zaman para sahabat nabi (Ali Bin Abi Thalib) menganjurkan untuk menulis ilmu yang kita dapat. Agar ilmu yang kita dapat tidak lepas ataupun hilang. Nah dari penjelasan ini saja sangat terlihat sekali bahwa literasi (baca-tulis) itu sangat penting bagi manusia yang ada di dunia. Hal ini menunjukan bahwa agama islam pun menjunjung tinggi budaya literasi.
Pada masa silam, membaca dan menulis (literasi) dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar (umum) untuk membekali manusia kemampuan menghadapi tantangan zaman. Karena pada zaman sekarang ini merupakan zaman yang serba canggih. Jika manusia tidak dibekali dengan literasi (baca-tulis), mungkin manusia pada peradaman saat ini akan tertinggal jauh sekali.
Literasi selama ini dianggap sekedar persoalan psikologis yang berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan membaca-menulis. Padahal literasi adalah praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik. Oleh karena itu pakar pendidikan dunia berpaling ke definisi baru yang menunjukan paragadigma baru dalam upaya memahami literasi. (Chaedar Alwasilah)
Literasi dan budaya?? Dalam hal objek studi literasi dan budaya saling bertupang tindih yang memiliki hubungan variable social dan maknanya atau lebih tepatnya bagaimana devisi-devisi social dibermanknakan (o’sulivan, 1994:72)
Dalam buku rekayasa literasi ada tujuh dimensi yang saling terkait dalam hal literasi. Diantaranya:
1.      Dimensi geografi (local, nasional, region, dan international). Dalam bidang ini, seseorang bisa dikatakan berliterasi tinggi tergantung pada tingkat pendidikan dan jenjang vokasionalnya.
2.      Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hubungan dan militer).
Pada dimensi ini mencakup beberapa dimensi bidang. Literasi bangsa tampak terlihat pada bidang pendidikan dan komunikasi. Semakin banyak orang yang berliterasi, maka semakin tinggi pula kualitas pendidikan di Negara tersebut.
Seperti yang telah dilakukan oleh KAA di bandung yang mengadakan acara pecan Literasi Asia Afrika 2014 yang memiliki tujuan mengedukasikan masyarakat, khusunya anak-anak agar lebih dekat dengan museum. (Thomas A Siregar, kepala museum KAA Bandung). Menurut beliau museum KAA memiliki potensi yang sangat kuat dalam menyediakan sarana literasi untuk masyarakat.
3.      Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung dan berbicara). Pada dimensi ini yang paling menonjol, yaitu baca-tulis. Kita bisa mengambil contoh sarjana yang sangat menggemari membaca, tapi tidak semua sarjana mampu menulis. Memang kualitas menulis juga tergantung dari “gizi” bacaan yang disantapnya. “Gizi” itu akan tampak ketika seseorang berbicara dan akan lebih bergizi lagi jika seseorang memiliki kualitas membaca yang bagus.
4.      Dimensi fungsi (memecahkan persoalan mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri). Orang berliterasi akan mampu memecahkan sebuah masalah dengan baik. Selain itu memiliki potensi untuk meraih dan menggapai tujuan hidupnya. Maka dari itu, mari budayakan berliterasi agar semua tujuan yang ingin kita capai bisa kita raih.
5.      Dimensi media (teks, cetak, visual, digital). Ya memang benar sekali, pada zaman sekarang yang serba canggih, tidaklah cukup jika hanya membaca dan menulis teks alphabetis saja. Melainkan harus mengandalakan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual maupun digital. Selain literasi, penguasaan ilmu tekhnologi pun sangat penting sekali pada zaman sekarang ini.
6.      Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa). Jumlah disini bisa merujuk banyak hal, seperti bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media dan sebagainya. Orang multiraterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi. Literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi yang bersifat relative. Mungkin sangat komunikatif dalam bahasa Indonesia, tapi kurang komunikatif dalam bahasa ibu. Demikian pula dengan literasi.
7.      Dimensi bahasa.
Ada literasi singular dan plural. Hal ini beranalogi ke dimensi monolingual, bilingual dan multilingual. Contoh, jika kita orang sunda tulen dan mahasiswa jurusan bahasa inggris, berarti kita adalah multilingual dalam bahasa inggris, Indonesia dan sunda, dan hal ini bisa diartikan multilaterat.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi di atas, sekarang kita akan melanjutkan pemaparan selanjutnya. Seyogyanya pendidikan bahasa berbasis literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip dibawah ini, diantaranya:
1.      Literasi adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkin manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat. Mengenalkan bahasa pada pendidikan dasar dapat melatih dan memberdayakan siswa memfungsikan bahasa dengan baik dan benar.
2.      Literasi mencakup kemampuan representif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan. Pendidikan bahasa usia dini membiasakan siswa berekspresi, baik secara lisan maupun tulisan.
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Baca-tulis adalah kegiatan mengetahui hubungan antar kata dan antar unit bahasa dalam wacana. Bahasa adalah alat berfikir, karena itu berbahasa yang berliterasi dapat memecahkan masalah dengan baik pula.
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Nah pendidikan bahasa seyogyanya mengajarkan tentang budaya dan kebetulan antar budaya dan literasi saling bertumpang tindih.
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Seharusnya pendidikan bahasa menanamkan pada diri kita kebiasaan melakukan refleksi bahasa maupun bahasa orang lain, yakni tentang komunikasi.
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi. Contohnya antara baca-tulis yang selalu berkolaborasi dan saling berinteraksi satu sama lain.
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Banyak penulis memaknai alam semesta dan pengalaman subjectivenya lewat kata-kata dan kemudian ditulis sehingga menghasilkan sebuah karya tulis yang bagus.
Ketika terus menerus berbicara tentang literasi , saya piker tidak aka nada habisnya. Terutama di Negara Indonesia ini yang konon katanya sangat minim bahkan mendapatkan rapor merah tentang literasi. Oh sangat miris sekali.
Sejak tahun 1999 indonesia menghadapi dan mengikuti proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (Program for International Student Assesment) dan TIMSS (The third international Matemathic and Science Study)  untuk mengukur kemampuan dan sejauh mana kita berliterasi. Dalam penelitian ini bertujuan membaca tentang Literacy Purposes dan international purposes. Sedangkan membaca meliputi interprectine, integrating dan evaluatrol.
Ternyata baca-tulis (literasi) di Indonesia sangatlah rendah, bahkan dibawah standar rata-rata tingkat internasional. Skor prestasi membaca Negara Indonesia adalah 407 (semua siswa), 417 untuk perempuan, dan 398 untuk laki-laki. Angka ini dibawah rata-rata yang seharusnya minimal 500. Sangat miris sekali ketika mendengar Negara kita yang berarti kurang berliterasi. Survey membuktikan bahwa Indonesia hanya memiliki HDI 0,711 dan GNI/kapita 810 US $.
Di Indonesia hanya tercatat 2% saja siswa yang termasuk kedalam kategori tingkat tinggi dalam membaca, 19% kategori menengah dan 55% kategori rendah. Artinya 45% siswa di Indonesia tidak dapat mencapai skor 44.
Tingkat literasi di Indonesia sangat jauh tertinggal oleh Negara lain. Artinya pendidikan nasional kita belum berhasil menciptakan warga Negara yang literat yang siap bersaing dengan Negara lain di dunia. Ringkasnya dalam skala internasional, literasi siswa belum kompetitif. Hal ini terlihat pada variable yang terkait dengan pendidikan literasi, yakni pendapatan perkapita, pendidikan orang tua dan fasilitas belajar yang minim.
Banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis. Di Indonesia jauh lebih banyak ilmuan dari pada penulis. Sampai dengan tahun 2003, Indonesia setiap tahunnya hanya memproduksi 6000 buku saja dan ini jumlah yang kurang banyak, karena Negara lain lebih dari 6000 buku yang berhasil dicetak.
Linguistik
(text)
Potret buram literasi diatas adalah hilir persoalan dan untuk memahami hulunya. Dalam konteks pembelajaran di sekolah, misalnya kita harus melihat pemahaman guru ihwal literasi dan penguasaan tehnik pengajaran siswa. Artinya penguasaan literasi dan pedagogi pengajaran literasi mesti dikuasai oleh guru.Dibawah ini adalah dimensi literasi membaca dan menulis yang memiliki peran dalam kehidupan kita, khususnya bagi para pelajar. Diantaranya :
Menulis-menulis : Sosiokultural(group)
                           Kognitif (mind)
                           Perkembangan (growth)

Literasi tidaklah sesederhana sekedar menguasai alphabet atau mengerti hubungan antara bunyi dengan symbol tulisan, tetapi mengerti bagaimana symbol itu difungsikan secara bernalar dalam konteks social. Kualitas literasi pada diri kita akan berkembang atau kematangan pada diri.
Ada beberapa paradigm yang penting untuk kita ketahui, diantaranya :
1.      Paradigm #1: decoding yang mengatakan bahwa graffonem berfungsi sebagai pintu masuknya literasi dan belajar bahasa dimulai dari menguasai bagian-bagian bahasa. Dalam paradigm ini ada rumus yang berlaku, seperti:
Perkembangan literasi= belajar ihwal literasi            belajar literasi             belajar melalui literasi.
2.      Paradigm #2: keterampilan bahwa penguasaan morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Contoh : siswa dilatih reading comprehention sebagai penguasaan kosa kata baru. Dengan kata lain siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu dalam pengetahuan tentang literasi, yakni bagaimana caranya memaknai bentuk bahasa: morfem dan kosa kata.
Dalam paradigm ini ada rumus yang berlaku, seperti:
Perkembangan literasi= belajar ihwal literasi            belajar literasi             belajar melalui literasi.
3.      Paradigm #3: bahasa secara utuh dilihat dari namanya, paradigm ini menolak pembelajaran yang menitik beratkan pada focus pada bagian atau serpihan bahasa. Akan tetapi pembelajaran ini harus pada pembelajaran makna.
Dalam paradigm ini ada rumus yang berlaku, seperti:
Perkembangan literasi adalah belajar melalui literasi belajar  literasi           belajar ihwal literasi.
             Jadi dari semua wacan di atas dapat disimpulkan bahwa literasi memang sangat penting. Dunia tanpa literasi akan suram. Termasuk Negara yang tidak berliterasipun akan hancur termakan peradaban yang semakin amazing. Bila rapor anak bangsa (Indonesia) ini merah, bagaimana Negara kita mau maju? Untuk mengakhiri masalah ini, ada satu cara yang paling jitu, yaitu mari kita budayakan berliterasi sejak dini. Agar tidak menyesal dikemudian hari.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment