Sentuhan
literasi
Ahmad Khoerul Mustaqim
Penguasaan baca-tulis dan tata bahasa adalah upaya masyarakat agar
menjadi manusia terdidik dan berbudaya. Dengan penguasaan secara optimal mampu
membangun masyarakat literat terutama ketika seseorang menuju pintu masuk dunia
pendidikan. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal adalah situs pertam
untuk membangun literasi. Oleh karena itu wajar jika proses dan hasil
pembelajaran bahasanya sering dijadikan rujukan dalam upaya mengukur tingkat
literasi di suatu Negara.
Adanya literasi ini pada intinya adalah menjadikan manusia yang secara
fungsional mampu berbaca tulis, terdidik, cerdas dan menunjukanapresisasi
terhadap sastra. Memnag pendidikan di Indonesia relative berhasil memprodukasi
manusia terdidik pada tapi umumnya kurang memiliki apresiasi terhadap sastra
khususnya, humaniora khususnya.
Meluruskan rekayasa literasi seyogyanya diawali dengan pemahaman atas berbagai
paradigm pengajaran literasi. Dalam garis besarnya ada tiga paradigm
pembelajaran literasi, yaitu :
1. Decoding , decoding ini berfungsi sebagai
pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian
bahasa yang pertama kali siswa menjadi literat adalah menguasai hubungan
huruf-bunyi untuk membentuk kata, lalu siswa mampu membuat hubungan tulisan
dengan makna, seterlah itu siajari formula bahasa untuk diterapkan kepada
berbagai konteks, dan dikenali tentang literasi yakni tentang bagaimana
memaknai kode bahasa (decoding). Maka dengan proses ini siswa mampu belajar
literasi adalah ihwal literasi kemudian belajar literasi dan yang akhirnya akan
menjadi belajar melalui literasi.
2. Skills (keterampilan), penguasaan morferm
dan kosa kata merupakan dasar untuk seseorang bisa membaca. Di bagian ini kita
ditekankan focus terhadap penguasaan system morfemik bahasa, sama halnya
decoding siswa belajar secara deduktif dan diberlakukan juga seperti tumus
paradigm yang pertama.
3. Whole language (bahasa secara utuh),
paradigm ini menolak kepada pembelajaran yang focus kepada bagian atau serpihan
bahasa. Di sini lebih menekankan pembelajaran kepada makna seutuhnya. Siswanya
pun dihapkan kepada teks otentik yang kontekstual guna mendapatkan makna baru bukannya
kosa kata baru. Seperti system pembelajaran bayi yang langsung secara induktif,
ketika bayi itu belajar bahasa ujaran yang ada disekitarnya. Paradigm ini
bertolak belakang dengan yang lainnya. Begitu pun rumus perkembangannya juga
terbalik, yakni literasi adalah belajar melalui literasi dan kemudian baru
belajar ikhwal.
Banyak perdebatan sehingga tidak
henti-hentinya mengenai pengajaran bahasa asing diantara kaum-kaum ikhwal dan
yang berpendapat mengajar literasinya berkonsekuensi penggunaan metode
pembeajaran bahasa asing kepada beberapa kelompok yaitu ;
a. Pendekatan dengan struktural dang rammer
b. Pendekatan audio lingual atau dengar-ucap
(difokuskan kepada dialog-dialog pendek)
c. Pendekatan kognitif (yang memfokuskan
kepada teori-teori structure)
d. Pendekatan communicative competence (para
siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa, target dari komunikasi terbatas,
spontan maupun alami)
e. Pendekatan literasi sebagai implikasi dari
studi wacana. Pendekatan ini memiliki empat tahapan ( membangun pengetahuan,
menyusun model teks, menyusun teks bareng-bareng dan menciptakan teks sendiri).
Pendekatan-pendekatan ini sangat membantu para siswa, terutama mahasiswa
dalam belajar bahasa asing di sekolah. Namun pendekatan literasilah yang paling
tepat diterapkan untuk kalangan pelajar ini karena disana mencakup segala hal
baik itu tat bahasa, komunikasi serta teori-teori yang dijadikan implikasinya. Iti
semua dibutuhkan dalam literasi.
Mengenai ikhwal
literasi ada sepuluh gagasan kunci ihwal literasi :
ª Dilihat dari ketertiban lembaga sosialnya
ª Tingkat kefasihannya relative
ª Perkembangan potensi diri dan pengetahuannya
ª Diakui standar dunia
ª Warga Negara yang demokratis
ª Keragaman local
ª Mampu bersaing ditingkat dunia
ª System Negara yang efektif
ª Bahasa inggris sebagai bahasa ragam dunia
ª Masyarakat semiotic
Semua gagasan tersebut
di atas akan menunjukkan sebuah perubahan paradigma literasi sesuai dengan
tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini. Kesepuluh
gagasan ini menjadi awal dibukanya jendela dunia melalui literasi yang
menerobos ke segala aspek. Jika kita ingin berliterasi dengan quality yang
tidak sembarang, kita pun harus melekat pada aspek-aspek kehidupan, terlibat
dalam sosial, masalah global, dan sebagainya.
Tujuh prinsip yang kita
miliki diantaranya: pertama, Literasi adalah kecakapan hidup. Kedua, literasi
mencakup kemampuan yang reseptif dan produktif. Ketiga, literasi adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah. Literasi dinobatkan sebagai salah satu
kemampuan lain di dalam problem solving. Keempat, literasi adalah penguasaan
dan apresiasi budaya. Literasi dapat mengeksplorasi suatu budaya di dalamnya.
Kelima, literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Seperti dalam menulis itu
bukan sekedar kutipan, namun suatu refleksi diri yang penuh makna. Keenam,
literasi adalah hasil kolaborasi. Penulis dan pembaca berkolaborasi dalam suatu
tulisan. Penulis akan sharing kepada pembaca, bukan teaching. Penulis pun akan menyajikan tulisan yang
matang dan sehat sehingga pembaca akan mendapatkan gizi dari tulisan mereka.
Ketujuh, literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Penulis memaknai alam
semesta dan pengalaman subjektifnya melalui kata-kata kemudian pembaca memaknai
interpretasi penulis.
Indonesia sepertinya kurang peka terhadap literasi, buktinya kemampuan
anak Indonesia dalam proyek penelitian dunia PIRLS ( Progress in Internasional
Reading Literacy Study ) menempati urutan kelima dari bawah. Meskipun
lebih tinggi dari Qatar dan Afrika utara tetapi tetap saja anak negeri kita
masih di bawah rata-rata nilai Internasioanal.
Tercatat 2% saja siswa yang berprestasi membaca kategori tinggi, selebihnya 19%
kategori menengah dan 55% kategori rendah. Kenapa harus membaca? Membaca
adalah satu landasan bagi pertumbuhan intelektual. Dalam masyarakat global
umumnya, khususnya pada individu yang terpelajar, kegiatan membaca membaca
sangat penting kedudukanya bagi perkembangan social, ekonomi serta politik.
Semakin terpelajar suatu masyrakat, semakin dekat pula masyrakat tersebut
menjadi masyrakat yang madani yang adil, demokratis, beradab, dan memiliki mutu
dalam kehidupanya. Tujuanya adalah meningkatkan mutu kehidupan yang salah satu
caranya adalah meningkatkan kualitas membaca.
Kurangnya
early home literacy activites yang menunjukan bahwa siswa-siswa Indonesia
rendah tersebut, yang dilakukan oleh PILRS, disebabkan. Keluarga merupakan guru
yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran sikap serta kebiasaan, terutama sang
ibu. Early home litracy activites adalah aktivitas seperti membaca, bercerita,
menyanyi, bermain huruf, berhitung, dan membaca nyaring yang dilakukan orang
tua atau keluarga sejak dini.
Orang
tua yang rendah pebdidikan juga sangat berpengaruh dalam early home litracy
activites, karena kurangnya pemahaman orang tua tentu akan mempengaruhi
pendidikan anak. Beberapa penemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa literasi
anak-anak Indonesia masih sangat tertinggal oleh anak-anak dari Negara lain,
tidak ditemukanya prestasi menulis, bahkan parahnya di Indonesia tidak
ditemukan realisai pengajaran literasi di sekolah-sekolah. Harusnya, penguasaan
mengenai literasi di kuasai oleh guru karena guru adalah satu faktor yang
sangat berpengaruh dalam pendidikan. Namun guru juga tidak hanya fokus terhadap
masalah literasi saja, lebih dari itu guru harus memahami masalah sosial
pembelajaran siswa secara keseluruhan. Ada enam hal yang dapat kita lihat dari
langkah profesionalitas guru, yaitu komitmen profesioanal, komitmen etis,
strategi analitis, efesiensi dari pengethuan tentang bidang study serta
keterampilan bidang study dan numerisasi.
IMPLEMENTASI
|
||||||||||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
1.
Dimensi pengetahuan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan
menulis memerlukan pengetahuan yang mencakup sistem bahasa untuk membangun
makna, persamaan dan perbedaan bahasa, lisan dan tulis dan ragan bahasa.
2.
Dimensi pengetahuan kognitif(fokus pada minda)
membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan seperti aktif, selektif, dan konstruktf. Memanfaatkan kemampuan yang ada. Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna.
membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan seperti aktif, selektif, dan konstruktf. Memanfaatkan kemampuan yang ada. Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna.
3.
Pengetahun perkembangan (fokus pada pertumbuhan)
Menguasai
sejumlah pengetahuan ihwal pembelajaran aktif dan konstruktif, pemakai berbagai
strategi dan proses mengonstruksi, pemanfaatan pengetahuan.
4.
Pengetahuan sosiokultural(fokus pada kelompok)
Membaca dan
menulis itu memerlukan pengetahuan ihwal tujuan literasi yang beragam sesuai
dengan kelomok. Aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis
sesuai dengan kelompok.kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelomok.
Maka dari itu, kita simpulkan bahwa makna literasi begitu luas ternyata,
tidak hanya baca-tulis saja namun mencakup berbagai aspek. Dengan adanya
literasi education akan mampu menjadikan manusia yang terdidik dan berbudaya, untuk membangun literasi
bangsa harus diawali dengan membangun guru yang professional juga. Sudah
jelaslah Indonesia ini sangat tertinggal literasinya. Maka dari itu kita
sebagai calon guru persiapkanlah dari dari sekarang untuk menerapkan para
siswanya pandai membaca dan menulis karena dengan itu sedikit demi sedikit para
siswa kita menjadi siswa literat.