chapter review 1



Revolusi Makna Literasi
dan Wajah Literasi Sang Merah Putih
(By: Fitriatuddiniyah)

            Pokoknya Rekayasa Literasi, tulisan karya A. Chaedar Alwasilah tahun 2012 yang mengungkap wajah bangsa kita yang kritis literasi.  Pada bab 6 yang berjudul “Rekayasa Literasi” inilah yang lebih jelas dan mantap dalam menerangkan kemampuan dan prestasi literasi sang “merah putih” seperti apa dan bagaimana keadaan sebenarnya.

            Sebelum melangkah ke dunia rekayasa literasi itu sendiri, disini dijelaskan terlebih dahulu tentang periodisasi penggunaan metode dan pendekatan terhadap pengajaran bahasa asing ke dalam kelompok besar yang dilakukan oleh para ahli bahasa, yaitu:
a.       Pendekatan structural dengan grammar translation methods yang focus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa.  Siswa dilatih mengidentifikasi jenis kata, unit sintaksis, dan cara menggabungkannya.  Namun, pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu menganalisa persoalan social seperti bahasa pejabat yang munafik, bahasa bias gender, dan bahasa iklan yang terkadang sesat dan menyesatkan.
b.      Pendekatan audiolingual atau dengar-ucap yang fokus pada latihan dialog-dialog pendek yang kurang memberi ruang terhadap variasi ujaran untuk berbagi fungsi, dan penguasaan bahasa tulis pun terabaikan.
c.       Pendekatan kognitif dan transformatif sebagai implikasi dari teori-teori Syntactic Structure (Chomsky, 1957) yang fokus pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.  Namun, berbahasa tidak hanya dengan bersintaksis, namun harus memperhatikan fungsinya.
d.      Pendekatan communicative competence yang berfokus pada kemampuan berkomunikasi dalam bahasa target, baik dari komunikasi terbatas hingga spontan dan alami.  Namun, pendekatan ini kurang eksplisit dalam upaya menjelaskan bentuk dan fungsi.
e.       Pendekatan literasi atau genre-based sebagai implikasi dari studi wacana.sesuai dengan Kurikulum 2004 di Indonesia, tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi. Pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa adalah hal yang sangat menonjol dalam pendekatan ini.

Perbincangan selanjutnya yaitu mengenai perubahan makna literasi dari waktu ke waktu.  Yang menjadi tranding topic dalam metodologi pengajaran di kalangan guru bahasa adalah genre, wacana, literasi, teks, dan konteks.  Definisi literasi terdahulu adalah kemampuan membaca dan menulis.  Kemudian para pakar pendidikan dunia memaknai literasi dan pembelajarannya pada definisi baru.  Hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis adalah memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.  Hal ini merupakan model literasi yang ditawarkan oleh Freebody dan Luke.
Definisi literasi terus berevolusi semakin kompleks dan meluas.  Sementara rujukan linguistic dan sastra relative konstan.  Literasi sangat berkaitan dengan penggunaan bahasa yang menjadi kajian lintas disiplin yang memiliki dimensi-dimensi yang saling terkait.
a.       Dimensi Geografis
Literasi seseorang dapat dikatakan berdimensi local, nasional, regional, atau internasional, tergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring social dan vokasionalnya.  Diplomat harus memiliki literasi internasional daripada bupati.
b.      Dimensi Bidang
Baik dalam bidang pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain sebagainya yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.  Seperti badan yang jika selalu menyantap makanan-makanan yang bergizi, maka badan pun sehat dan bergizi pula.
c.       Dimensi Keterampilan
Literasi seseorang tampak dlam kegiatan membaca, menulis, menghitung, dan berbicara.  Setiap srjana mampu membaca, namun tidak semuanya pandai menulis.  Karena kualitas tulisan tergantung pada kualitas bacaannya
d.      Dimensi Fungsi
Orang yang berliterat dan berpendidikan mampu memecahkan dan menyelesaikannya, mudah mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan hidupnya, dan pandai mengembangkan serta memproduksi juga memproduksi ulang ilmu pengetahuan.
e.       Dimensi Media
Pada era yang canggih ini, menjadi seseorang yang berliterat tidak cukup dengan mampu membaca dan menulis teks yang alfabetis saja, melainkan harus mampu membaca dan menulis cetak, visual, dan digital.  Penguasaan informasi teknologi pun memiliki peranan yang sangat penting dlam kehidupan sehari-hari kita.  Oleh karena itu, hiduplah dengan membaca, menulis, dan juga bermedia (teknologi).
f.       Dimensi Jumlah
Orang yang berliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi, waktu dan ruang yang tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi. 
g.      Dimensi Bahasa
      Lietasi seseorang ada yang tunggal dan literasi jamak.  Dimana diantara kita para mahasiswa ada yang monolingual, bilingual, dan multilingual yang berarti memiliki kemampuan dan penguasaan bahasa yang lebih dari satu bahasa.  Namun, ketika kita pandai berbahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, tetapi tidak pandai bahasa jawa atau sunda maupun bahasa daerah masing-masingnya, maka literasinya useless.
     
      Dengan beberapa definisi di atas, ada gagasan kunci mengenai literasi yang menunjukkan perubahan paradigm literasi sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan modern ini, yaitu:
1.      Ketertiban lembaga-lembaga social
Pejabat-pejabat masyarakat dari RT, RW, Kelurahan, DPR, dan bahkan Presiden merupakan satu kesatuan birokrasi untuk menjamin ketertiban social.  Lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa, sehingga muncul bahasa birokrat atau bahasa politik.  Tida ada literasi yang netral,. Semua praktik literasi dan teks tulis memiliki ideology, yakni didikte oleh lingkungan social politiknya.
2.      Tingkat kefasihan relative
Setiap interaksi membutuhkan kefasihan berbahasa dan literasi yang berbeda.  Perlu dikuasai kefasihan dan literasi untuk memerankan fungsi dalam setiap interaksi.
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi membekali orang kemampuan mengembangkan segala potensi dirinya.  Literasi tinggi membekali mahasiswa kemampuan memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan.  Menulis akademik merupakan bagian literasi yang seharusnya dikuasai oleh mahasiswa atau calon sarjana.
4.      Standar dunia
Dalam persaingan global modern ini rujuk mutu dikembangkan ke tingkat internasional yang membuat tingkat literasi suatu bangsa dalam artian kualitas pendidikannya mudah dibandingkan dengan bangsa lainnya.  Penduduk dunia kini menggunakan hasil-hasil evaluasi melalui berbagai program dunia dalam mengukur literasi baik membaca dan menulis, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. 
5.      Warga masyarakat demokratis
Warga Negara yang demokratis seharusnya memiliki literasi yang memadai sebagai hasil dari pendidikan.  Media adalah salah satu pilar demokrasi.  Oleh karena itu, pendidikan literasi harus mendukung terciptanya demokratisasi bangsa dengan proses pendidikan itu sendiri.  Hal itu pun bermaksud menjadikan mahasiswa yang demokratis sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
6.      Keragaman local
Orang yang berliterat sadar akan keberagaman bahasa dan budaya, dan masyarakat local membangun literasi dalam konteks lokalnya sebelim memasuki konteks nasional, regional, dan global.  Semakin berglobal, dia semakin sensitive dan antisipatif pada keberagaman local. 
7.      Hubungan global
Semua orang harus berliterasi tingkat dunia untuk bersaing dan berkompetisi di tingkat dunia.  Literasi tingkat ini bergantung pada tingkat penguasaan teknologi, informasi dan penguasaan konsep atau pengetahuan yang tinggi.
8.      Kewarganegaraan yang efektif
Literasi membekali warga Negara yang mampu mengubah, menggali potensi diri, serta berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan, dan negaranya.  Warga negara yang efektif mengetahui hak dan kewajibannya seperti apa dan bagaimana dia melakukannya.
9.      Bahasa Inggris ragam dunia
Modern ini, bahasa Inggris dipelajari oleh Negara-negara di dunia.  Namun, karena setiap bangsa membangun literasi dalam bahasa etnis dan budaya lokalnya, bahasa Inggris mereka kental dengan kelokalan sehingga muncul berbagai ragam bahasa Inggris.  Di Indonesia, bagi mayoritas penduduk, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua setelah bahasa ibu.  Maka wajar saja bila ditemukan berbagai macam bahasa Indonesia.
10.  Kemampuan berfikir kritis
Selain mampu membaca dan menulis, literasi juga mampu menggunakan bahasa itu secara fasih, efektif, dan kritis.  Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis.
11.  Masyarakat semiotic
Semiotic adalah ilmu tentang tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur, dan komunikasi.  Budaya adalah system tanda, dan untuk memaknai  tanda manusia harus menguasai literasi semiotik.  Membaca dan bernegosiasi mengenai dunia symbol, dan mengonstruksi diri kita sendiri secara semiotic, dari cara kita berkomunikasi non-verbal sampai cara kita berpakaian (Luke, 2003).  Kita semua adalah praktisi semiotic.
            Dengan semua point-point di atas, pendidikan bahasa berbasis literasi setidaknya dilaksanakan dengan mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.      Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.  Pendidikan bahasa melatih siswa berfikir kritis.  Bahasa adalah alat berfikir.
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.  Pendidikan bahasa seharusnya mengajarkan pengetahuan budaya.
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).  Pendidikan seyogyanya menanamkan pada diri (maha)siswa kebiasaan melakukan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.  Refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih.
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi.  Penulis menulis sesuatu yang sekiranya pembaca paham dengan tulisannya, sedangkan pembaca pun harus paham dengan maksud tulisannya penulis tersebut.
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.  Penulis mengintepretasikan alam semesta dan pengalamannya lewat kata-kata, dan pembaca memaknai interpretasi penulis tersebut.


Rapor Merah Literasi Generasi Sang Merah Putih
      Dengan memandang judulnya pun kita sudah mampu memprediksi dengan wajah literasi negara tercinta ini.  Hasil penelitian dunia mengenai literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam menunjukkan negara kita jauh tertinggal dibandingkan Negara peserta lainnya.  Skor prestasi membaca di Indonesia sangat memprihatinkan dengan menempati urutan ke-5 dari bawah.  Pendapatan perkapita pun lebih rendah dibandingkan Negara lainnya.  Indonesia masuk kedalam kategori posisi paling bawah pada index of home educational resources (HER), yaitu jumlah buku yang dimilikinya.  Pendidikan orang tua yang lulus universitas pun jumlahnya lebih rendah, padahal hal itu berpengaruh juga pada pendidikan anak-anaknya.
      Dari temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa-siswa Negara lain.  Artinya, pendidikan nasional kita belum berhasil menciptakan warga Negara literat yang siap bersaing dan berkompetisi dengan Negara lain.  Padahal, pendidikan literasi pasti mengubah pendapat dan pendapatan.  Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis.  Namun, dapat diprediksi bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca.  Tanpa kegiatan membaca banyak, orang sulit menjadi penulis.  Sedangkan, orang yang banyak membaca belum tentu rajin menulis.
      Dari perbincangan di atas Nampak bahwa orang yang berliterat adalah orang yang terdidik dan berbudaya.  Rekaya literasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja dan tersistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.  Perbaikan rekayasa literasi senantiasa menyangkut dimensi linguistic, sosiokultural, kognitif, dan perkembangan.  Dengan demikian, rekaya literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut.
      Dengan semua pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Negara kita masih belum mampu bersaing dengan Negara lainnya dalam hal berliterasi, dengan adanya hasil penelitian-penelitian tersebut.  Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa yang berpendidikan harusnya mampu mengubah angka-angka keberhasilan yang minim itu.  Kita harus menjadi mahasiswa yang produktif dengan menciptakan karya dengan menulis.
      Berbicara tentang rekaya literasi, dapat disimpulkan bahwa rekayasa literasi merupakan usaha yang disengaja dan tersistem untuk menciptakan manusia yang lebih menguasai bahasa dan mencintai budaya.  Selain itu, rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran mebaca dan menulis dengan menyangkut dimensi pengetahuan kebahasaan, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.  Dimana berliterasi merupakan sebuah proses ‘menjadi’ secara berkelanjutan yaitu pendidikan sepanjang hayat.  Dan literasi itu mengajarkan manusia menjadi terdidik, mampu membaca dan menulis, pandai dalam mengapresiasikan dirinya terhadap sastra.   
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment