chapter review 1



Hanya Melihat dari Satu Sisi
(By: Erni Nuro)
Takala Anda mengalami jalan buntu, baik pikiran maupun tindakan Anda, Cobalah keluar dari ruang sempit Anda saat ini untuk menghirup dalam-dalam udara segar diluar, kemudian keluarkan perlahan lahan dan refresh pikiran Anda. Niscaya pikiran positif, strategi baru, celah-celah kesuksesan baru terbayang didepan Anda. Saat itulah ide-ide baru dan segar muncul. Jangan terpojok pada sesuatu yang sempit, cobalah buka mata-buka telinga-buka pikiran untuk terus belajar dan istiqomah berdo’a makan jalan-baru, pintu-pintu kesuksesan baru terbuka dan cobalah lagi untuk meraih posisi lebih tinggi dari posisi Anda sekarang. Untuk itu marilah kita renungkanlah pemaparan-pemaparan di bawah ini:

 Metode-metode pengajaran bahasa Asing yang digunakan
1.      Pendekatan Struktural
Dengan grammar translation yang fokus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa, yang memfokuskan pada bentuk yang dapat mengidentifikasi jenis kata, kata frase dan klausa. Dengan fokus pada grammar siswa dapat menganalisis berbagai kesalahnnya (error analysis) dalam struktur kalimat atau wacana.
2.      Pendekatan Audiolingual (1940-1960)
Pada metode ini mengenai pelatihan-pelatihan dialog pendek dengan tujuan agar dapat dinkuasai. Metode ini juga memfokuskan pada metode abalogi. Dengan beranalogi siswa dapat berdialog saat berkomunikasi dengan spontan. Sayangnya pada pendekatan ini  siswa tidak mampu menguasai bahasa tulis, sehingga bahasa tulis terabaikan.
3.      Pendektan kognitif dan transfermatif (simantic, struktur) mengkaji mengenai pembangkitan potensi bahasa sesuai dengan kebutuhan lingkungannya yang berorientasikan sintaksis.
4.      Pendekatan communicative (Hymes 1976)
Tujuan metode ini adalah siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa dengan target. Namun pebdekatan ini dianggap ini kurang eksplisit dalam upaya menjelaskan bentuk dan fungsi.
5.      Pendekatan Genre-Based (lliteracy)
Metode ini implikasinya dari study wacan. Kajian didalam metode ini mencakup pengenalan berbagai genre wacana lisan atau tulisan yang dilakukan melalui empat tahap:
1)      Building Knowledge of Field
2)      Menyusun metode text (modelling of text)
3)      Menyusun text secara bersamaan (joint contruction of text)
4)      Menciptakan teks sendiri (independent construction of text)

DEFINISI LITERACY
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Akan tetapi pada masa silam duli pengertia ini tidak menjadikan hal yang terpenting. Karena dalam kamus besar bahasa Indoesiapun tidak memuat arti dari literasi tersebut. Untuk itu dala dunaia pendidikanpun literasi hanya sebagi simbol belaka dalam mempekajari baca tulis. Alhasil pembelajaran mengenai baca tulis hanya sebatas pengetahuan umum saja tanpa menjadikan pelajaran yang dikhususkan. Literasi yang dipahami mereka aalah litersai hanya dianggap sebagai persoalan belaka (psikologi) yang hanya mengkaji kemampuan dan mental dan ketrampilan baca tulis. Padahal hakikatnya litersi yang di inginkan itu adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Sehingga para pakar dunia mengubah bentuk literasi secara kritis yang merujuk ke paradigma baru ialah litersi yang mengkaji tentang memahami, melibatkan, menggunakan, menganalisis dan mentransformasikan teks.
            Literasi memang membahas tentang penggunaan bahasa, akan tetapi waktu demi waktu art serta definisipun akan emngikuti perubahan maknanya atau terus berevolusi, dan kini maknanya semakin meluap dan ompleks. Study literasipu memerlukan banyak objek study budaya yang berfokus pada hubungna antara variable. Sosial dan maknanya. Pesan ini literasi mempunyai tunub dimensi yang saling berkaitan :
Ø  Dimensi geografis (lokal, nasioanal, regional, dan international)
Dimensi ini bergantung pada tingkat pendidikan dan jenjang sosial dan vokasionalnya.
Ø  Dimensi Bidang, dimensi ini bergantung padakencanggihan teknologi komunikasi pendidikan yang berkualitas tinggi mengahasilkan litersi yang berkualitas tinggi pula.
Ø  Dimensi Ketrampilan (sumber-sumber menulis, meghitung) kualitas tulisan bergantung pada “gizi” bacaan yang disantapnya pula. Dalam tradisi barat sarjana yang baik itu adalah sarjana yang memiliki kemampuan 3R (reading, writing, dan aritmatic).
Ø  Demensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mecapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, serta pengembangan diri)
Ø  Dimensi Media, dimensi ini selain mengandalkan kemampuan membaca dan menulis alfabetis, tetapi juga mengandalkan kemamouan membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital.
Ø  Dimensi jumlah, karena jumlah mempengaruhi beberapa hal, seperti bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media dan sebagainya.
Ø  Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasioanl, regional, internasioanl).

Dalam dimensi-dimensi tersebut dapat ditarik kesimpulan yang merujuk pada paradigma literasi sesuai dengan perkembangan zaman.
1.      Ketertiban lembaga-lembaga sosial
2.      Tingkat kefasiahn relatif
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan.
Dengan bahasa tentunya litersi yang digunakannya mampu menjadikannya bahasa litersi tersebut sebagai pasangan dalam mengembangkan kemampuannya. Dimana yang dimaksud pada dimens adalah bagaimana kemampuan mahasiswa dalam menglah dan memproduksi ilmu dan contohnya dalam pembuatan academic (liercy academic)
4.      Standar dunia
Di era globalisasi ini mutu adalah hal terpenting dalam dunia pendidikan. Mutu yang terjamin akan mengantarkan hasil yang menjamin juga, serta dapat diekmbangka ke tingkat internasional, sehingga mampu bersaing dengan negara menuju go Internasional.
5.      Warga Masyarakat Demokratis
Peran utama dalam dunia demokratis adalah media. Diamana media menjadi pilar demokrasi, yang mempengaruhi pendidikan literasi harus mendukung terciptanya demokrasi bangsa.
6.      Keragaman lokal
Semakin bertambahnya wawasan, kita semakin sensitif dan antipasif terhadap keragaman lokal. Manusia yang literat mereka mempunyai atau mampu mengembangkan literasi dalam konteks lokalnya memasuki konteks nasional, regional dan mengglobal.
7.      Hubungan global
Semakin berkembangya teknologi pendidikan, maka semakintnggi pula litersi, dimana literasi tinggi ini mencapai tingkat dunia, dan mampu bersaing dengan negara-negara. Literasi dunia yang mempengarui peran penting yang mencakuo dua hal, yaitu: penguasaan teknologi informasi (ICT Literasi) serta penguasaan konsep dan pengetahuan yang tinggi pula.

Dari pemaparan yang dipaparkan poin demi poin maka ditarik kesimpulan yaitu:
1)      Literasi sebagi kecakapan hidup (live skill)
2)      Literasi mencakuo kemampuan (resotif dan oroduktif dalam upaya berwacana secara tulis maupun lisan)
3)      Literasi sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah
4)      Lierasi sebagi refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
5)      Litersi sebagi kegiatan refleksi (diri) antara penulis dan pembaca.

Penelitian PIRLS progres in international Reading literacy study.
Perbaikan rekayasa literasi senantiasa menyangkut empat dimensi  menurut Kucer (2005: 293-4) terdiri atas:
A.    Fokus Pada teks
-            Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis.
-           Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, etnis, agama, pekerjaan, status sosial, dll.
B.     Kognitif atau focus minda
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan:
-          Aktif, selektif, dan konstruktif saat membaca dan menulis
-          Memanfaatkan pengetahuan yang ada (schemata), schemata disini adalah semua yang kita lihat dengan mata yang berfungsi  untuk membangun makna.
-           Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna (memprediksi, memonitor, mengevaluasi, merevisi, merespons, menarik kesimpulan, membangun koherensi, dll. Disesuaikan dengan jenis teks, tujuan dan penoton. Maknanya, membangun literasi itu adalah membangun semua keterampilan tersebut.
C.     Sosiokultural atau focus kelompok
      Membaca dan menulis memerlukan pengetahuan tentang:
-          Tujuan dan pola literasi yang beragam sesuai dngan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan, status sosial, dll.
-           Dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis.
-           Fitur-fitur linguistic dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang kelompok dan lembaga seperti terkait suku bangsa, budaya, agama, dll.
-          Bagaimana menggunakan literasi untuk memproduksi, menggunakan, mempertahankan, dan mengontrol pengetahuan di dalam dan silang kelompok sosial dan lembaga seperti terkait suku bangsa, keluarga, sekolah, dll.
-          Bentuk-bentuk dan fungsi literasi tertentu yang bernilai tinggi dan dipertahankan oleh berbagai kelompok terkait suku bangsa, agama, dll. Maknanya, literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan cultural lintas kelompok dan lembaga.

Menjadi literat itu adalah proses “menjadi” atau secara berangsur menguasai sejumlah pengetahuan tentang:
-          Pembelajaran aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasinya.
-          Pemakai berbagai strategi dan proses menginstruksi berbagai dimensi literasi seperti pengumpulan data, mengajukan hipotesis, menguji hipotesis, dan memodifikasi hipotesis.
-           Pengamatan atas dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih di dalam dan diluar kelompok sosial dan lembaga seperti terkait etnik, budaya, agama, keluarga, pekerjaan, sekolah dan pemerintahan.
-           Bagaimana menggunakan dukungan dan mediasi dari pelaku literasi yang lebih fasih di dalam dan di luar kelompok sosial dan lembaga terkait etnik, budaya, agama, dll.
-          Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung kegiatan (perkembangan keterampilan) menulis dan sebaliknya.
-          Bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan system komunikasi alternative seperti seni music, matematika, dll. Perlu disadarkan bahwa berliterasi itu sebuah proses “menjadi” secara berkelanjutan yakni melalui pendidikan sepanjang hayat.
 Meluruskan rekayasa literasi seharusnya diawali dengan pemahaman atas berbagai paradigma atas berbagai paradigm pengajaran literasi. Secara garis besar, ada tiga paradigma yaitu:
 Decoding, menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Dengan kata lain siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa. Keterampilan, bahwa penguasaan morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Dengan kata lain, siswa membangun literasi dengan cara siswa memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosa kata.Bahasa secara utuh, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakkan focus pada bagian atau serpihan bahasa.
            Dulihat dari pemaparan-pemaparan diatas terlihat bahwasanya kesadaran orang-orang bangsa Indonesia kurang diperhatikan. Alhasil prestasi yang didapat oleh bangsa kita menduduki terendah. Literasi yang dipahami oleh bangsa kita hanya makna dan kemampuan membca dan menulis saja, tanpa melibatkan aspek-aspek yang lainnya. Tingakt pendidikan ternya mempengaruhu tngkat literasi seseorang, dan rata-rata ilmuan Indonesia la yang mempunya pendidikan tinggi akan tetapi literasinya relatif rendah (kurang produktif dalam menulis). Meningkatnya litersasi itu dapat ditumbuhkan melalui metode-metode yang khusus serta pengajaran daripengajar yang profesional.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment