Mulai bersinar cahayanya
A.
Khoerul Mustaqim Pbia 4
Tidak terasa hari senin kembali lagi. Alhamdulillah saya masih
diberikan umur panjang oleh Allah SWT yang telah memberikan saya ilham dan
membantu dalam segala urusan saya. Tak tahu jadinya bagaimana jika tidak ada
pertolongan darinya. Maka dari itu kita tidak boleh sedikitpun mengingkari
nikmat yang telah ia berikan, seperti halnya kita bisa membaca dan menuilis.
Ketika kita kecil, kita tidak bisa menbaca apalagi menulis, namun
dengan rahmat tuhan Yang Maha Esa kita diberikan rizqi untuk menutut ilmu dan juga
telah memberikan kita kesempurnaan fisik dan mental sehingga kita bisa
berbahasa, bisa membaca, dan juga menulis. Meskipun kemampuan baca tulis kita
tidak lebih.
Mata kuliah writing 4 ini akan mendidik kita menjadi seorang yang
suka menulis dan membaca. Benar sekali, karena pada writing 4 ini kita lebih
banyak menulis, dari chapter review, critical review belum lagi class review
yang tiap minggunya harus kita tulis.
Senin, 10 Februari 2014 adalah mata kuliah writing tepat nya pada
jam 09.10 WIB. Seperti biasa Mr. Lala masuk kelas, beliau mengajar seperti
halnya dosen-dosen yang lain, namun berbeda sedikit. Perasaan takut,
gemetar, pusing campur aduk sehingga menjadi gado-gado itulah yang dialami
mahasiswa ketika sedang diajar oleh Mr. Lala
padahal sama-sama manusia, tapi entah kenapa bisa menjadi demikian.
Tema yang beliau sampaikan pada minggu itu
adalah tentang literasi atau bisa juga disebut baca-tulis. Entah apa makna
lebih luasnya yang dinamakan literasi itu apa saya belum tahu yang pasti
literasi menjelaskan tentang baca tulis. Ada beberapa buku yang menjelaskan
tentang itu salah satunya adalah buku karangan Bapak Chaedar Alwasilah yang
judul bukunya adalah “Pokoknya Sunda” dan ada juga “hyland 2004:4” dan
“Lehtonen 2000:74”.
Literasi merupakan chram (mantra) mungkin
bisa saja karena literasi mampu merubah pola fikir masyarakat menjadi
masyarakat yang berfikir positif dan berfikir logis terutama di kalangan
mahasiswa karena mahasiswalah yang akan menjadi pengganti orang-orang besar
sekarang seperti presiden, anggota DPR/MPR, Profesor, Guru dan tokoh-tokoh
masyarakat.
Disini juga kita ditekankan menjadi orang
“Multilingual Writer” yaitu yang mampu effektif menulis dalam bahasa kesatu
(Bahasa Indonesia) maupun bahasa kedua (Bahasa Inggris), juga pembaca yang
mampu mengkritik 2 bahasa tersebut dan yang bisa membuat dari kita dari
mahasiswa bahasa menjadi mahasiswa penulis. Dengan demikian kita harus
mempersiapkan dan lebih keras lagi karena tantangan akan terus kita hadapi.
Bapak Hyland mengatakan “Writing is a
practice based on expectations”. Pembaca tidak langsung menerima atau bahkan
bisa membantah pernyataan penulis, atau juga bisa dengan membandingkan
bacaannya.
Menulis untuk
kepentingan akademik memerlukan beberapa hal yang harus diperhatikan. Berikut
beberapa kriterianya:
·
Formal: Menggunakan
kata-kata yang baku dan tata-bahasa yang benar,
·
Impersonal: Bersifat
public, karena untuk dipublikasikan untuk masyarakat luas,
·
Evidence Based: Nyata,
berdasarkan bukti dari kejadian dan fakta yang ada, bukan mengarang-ngarang,
·
Objective: Tidak
bersifat subjektif, atau mementingkan suatu golongan saja,
·
Systematic: Mengikuti
sistematik yang tepat, tidak mengacak atau ujug-ujug
kesimpulan,
·
Analytical: Data yang
data dihasilkan berdasarkan analisis yang benar, bukan asal caplok saja tanpa
tujuan yang jelas.
Dimulai pengetahuan tersebut maka kita akan mendapatkan sebuah
pengalaman yang aka mengantarkan kita untuk menciptakan tulisan yang baru. Ada
hubungan yang menarik antara teks, konteks dan pembaca. Berikut diantaranya:
1.
Teks
Hubungan antara pembaca dan teks memegang kunci penting atas terciptanya
karya ilmiah yang baik. Pembaca dengan membaca teks dapat menyerap isinya dan
memproduksi ulang teks yang baru. Pembaca tersebut telah menjadi penulis dan
membuat teks yang baru, dan secara tidak langsung teks juga memproduksi
pembaca.
2. Konteks
Posisi konteks itu sangatlah vital. Dalam suatu teks maka konteks ini
dianggap sebagai asisten dari teks karena posisinya layaknya perangko yang
menempel terus di dalam teks karena tidak mungkin ada teks jika tidak ada
sebuah konteks. Konteks dianggap seperti background dari sebuah teks, ketika
mencari sesuatu pengertian dalam suatu teks, maka harus melihat terlebih dahulu
konteksnya. Sebuah konteks di dalam sebuah teks layaknya susuan puzzle yang
saling berkaitan satu sama lain yang saling tambal menambal satu sama lain,
jika konteks itu tidak ada, maka itu dinamakan bukan sebuah teks.
3. Pembaca
Pembaca merupakan unsur yang sangat erat dikaitkan dengan sebuah teks.
Ketepatan membaca dalam menganalisis sebuah teks menjadi nilai tersendiri
karena ketika pembaca yang tidak mampu menangkap suatu maksud yang ingin
disampaikan oleh sebuah teks maka yang terjadi adalah kesalah pahaman di antara
teks dan pembaca.
Menulis merupakan proses pengulangan kembali apa yang
kita lakukan atau informasi yang telah kita dapat atau juga ilmu pengetahuan
yang kita gali. Menulis memberikan sensasi kepada penulis yang belum pernah ia
rasakan. Oleh karena itu kita mahasiswa harus bisa menulis kerena untuk
persiapan menyusun skipsi. Untuk menjadi penulis yang lebih kita harus mampu
mempresentasikan dan mamu mengolah kembali data yang telah ada.