Chapter Review

Keanekaragaman Literasi
By: Anisa

            Banyak para pakar yang telah mengemukakan pendapatnya tentang pendekatan. Para pakar bahasa mengemukakan beberapa penggunaan serta pendekatan, yang khusus terhadap pendidikan bahasa asing ke dalam lima bagian, yaitu: Pertama, pendekatan strukture dengan kajian grammar translation methods  pendekatan ini sangat populer sampai datang perang dunia ke-2, yang meletakkan fokus pembelajaran pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata basaha. Kedua, pendekatan audiolingual atau dengar-ucap pada tahun 1940-1960 yang menitikkan fokus pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai para siswa. Tujuannya agar para siswa mampu berdialog disaat berkomunakasi secara spontan. Namun, demikian cara ini anggap kurang karena dalam kenyataannya sering muncul hal-hal yang tak terduga.

            Ketiga, pendekatan kognitif dan tranformatif sebagai perwujudan dari teori-teori syntactic srtucture (Chomsky,1957). Fokus yang digunakan terletak pada pembangkitan potensi berbahasa yang sesuai dengan potensi yang dibutuhkan oleh lingkungan. Keempat, pendekatan kompetentisi kommunikatif yang terdapat tokoh-tokoh antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978). Pedekatan ini sekaligus menjadi tren dalam pengajaran bahasa yakni kisaran tahun 1980-1990. Dengan tujuan agar pengajaran bahasa mampu menjadikan siswa berkomunikasi dalam bahasa target, baik dalam komunikasi terbatas maupun komunikasi spontan atau alami. Kelima, pendekatan literasi sebagai bentuk dari studi wacana. Sesuai dengan kurikulum 2004 di Indonesia, dengan tujuan menjadika siswa mampu menghasilkan sebuah wacana yang sesuai dengan tuntutan dalam konteks komunikasi.
            Beranjak dari macam-macam pendekatan, khusunya dalam bahasa asing. Kini kita tennggok tentang definisi literasi.  Pada kalanangan guru bahasa saat ini, yang menjadi bahan pembahasaan adalah gengre, wacana, literasi, teks, dan konteks. Literasi dulu diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005: 898). Namun istilah literasi dalam dunia pendidikan di Indonesia jarang digunakan. Istilah yang sering digunakan adalah pengajaran bahasa atau pembelajaran bahasa (Setiadi: 2010). Bisa dicermati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang edisi ke-4 tahun 2008, tidak mencantumkan tentang literasi melainkan literator dan literer (hal.836). Pada masa silam bisa membaca dan menulis sudah dianggap cukup  sebagai pendidkan dasar atau umum untuk membekali manusia dalam menghadapi tanatangan zaman.
            Literate kadang diartikan sebagai educated. Kini adalah zaman gila, pendidikan dasar tidak cukup hanya mengandalkan menulis dan membaca saja. Selama bertahun-tahun literasi dianggap sebagai masalah psikologis, yang berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis. Padahal tidak demikian karena literasi berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Oleh karena itu banyak para pakar yang pendidikan dunia yang berpaling ke defininisi baru yang mengarah ke paragdigma baru dalam upaya menggunakan literasi dan pembelajarannya. Freebody dan Luke mengemukakan style literasi yakni sebagai berikut; pertaman; memehami kode dalam teks. Kedua, terlibat dalam memaknai kata. Ketiga, menggunakan teks secara fungsional. Yang terakhir, melakukan analysis dan mentransformasikan teks secara krisis.
            Literasi tetap bersangkutan dengan pemakaian bahasa , dan dibawah ini merupakan kajian yang berurutan serta memiliki tujuh dimensi yang tertentunya saling terkait. Pertama, dimensi geografis tercangkup dalam lokal, nasional, dan internasional. Literasi seseorang bisa dikatakan literasi geografis jika orang tersebut bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial dan vokasionali. Kedua, dimensi bidang mencangkut pendidikan, komunikasi. Administrasi, hinuran, militer dan masih banyak lagi. Dalam dunia pendidikan, ini bergantung pada pendidikan yang berkualitas tinggi serta menghasilkan lierasi yang berkualitas tinggi pula. Ketiga, dimensi keterampilan yang mencangkup berbagai aspek seperti membaca, menulis, menghitung, berbicara. Literasi seseorang sangat terlihat dalam kegiatan membaca dan menulis. Contoh, seorang sarjana mampu me,baca tapi tidak semua seeorang sarjana bisa menulis.
Keempat, dimensi fungsi dalam memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengatahuan dan mengembangkan potensi diri. Kelima, dimensi media yang mencangkup teks, cetak, visual, digital.  Literat di zaman sekarang itu tidak cukup hanya bisa membaca dan menulis saja. Melainkan harus bisa mengandalakan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual, dan digital. Keenam, dimensi digital bisa satu, dua, dan beberapa. Jumlah disisni dapat merujuk pada banyak hal, contoh bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu dan sebagainya.
Seorang multiliterat mampu berkomunikasi dalam situasi apapun. Ketika seseorang mampu berkomunikasi menggunakan bahasa ibu itu kurang komunikatif karena tidak semua orang dapat memahami, tapi orang bisa konukatif ketika berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Ketujuh, dimensi bahasa mencangkup etis, lokal, nasional, regional, internasional. Kita bisa menjadi orang multiliterat ketika kita mamapu menguasai bahasa sunda, bahasa Indonesia, bahasa Inggris tapi literasi kesundaan kita akan turun jikalau kita tak menghiraukannya.
Literasi sesuai dengan tantagan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini yakni. Pertama, dalam  ketertiban lembaga-lembaga sosial. Tidak ada literasi yang netral. Semua praktik literasi dan teks tertulis memilki pedoman, dilihat dari lingkungan sosial politik. Literasi P4 yaitu ada pedoman, penghayatan, dan pengalaman Pancasila pada masa Orde baru sangat gentar mencerminkan politik rezim Suharto saat itu. Kedua, tingkat kefasihan relatif, yang harus dikuasi adalah kefasihan atau literasi yang diperlukan untuk memainkan peran fungsional dalam setiap interaksi.
Ketiga pengembangan potensi diri dan pengetahuan, literasi membekali orang untuk mampu mengembangkan segala poteni dirinya. Kemampuan memproduksi dan meresproduksi ilmu pengetahuan. Seorang mahasiswa mampu menulis akademik  adalah bagian dari literasi yang meski dikuasi oleh para (calon) sarjana. Keempat satandar dunia, dalam persaingan global menuju pada mutu dikembangkan ke tingkat internasional sehingga tingkat literasi suatu bangsa mudah dibandingkan bangsa lainnya. Keempat hubungan global, sebagai dampat teknologi komunikasi.
Semua orang adalah warga dunia, dan untuk bersaing di tingkat dunia, jadi semua harus memiliki literasi tingkat dunia. Literasi tingkat ini bergantung pada dua hal, yaitu pengguasaan teknologi informasi dan pengetahuan konsep atau pengetahuan yang tinggi. Kelima bahasa Inggris ragam budaya, bahasa inggris sekarang dipelajari oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia. Namun, karena setiap bangsa membangun literasi dalam budaya etnis dan budaya lokalnya. Bahasa ingggris mereka kental dengan kelokalan sehinnga muncul berbagai ragam bahasa Inggris.
Pendidikan bahasa berbasis literasi dilakasanakan dengan mengikuti tujuh prinsif sebagai berikut:
1.      Literasi adalah kecakapan hidup atau life skills yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat. Pendidikan bahasa pada tingkat dasar melatih melatih sekaligus mmemberdayakan siswa memfungsikan bahasa sesuai dengan lanhkah dalam kehidupan nyata sepeti membuat CV, surat lamaran  kerja, membaca menu, membaca jadwal penerbanagan, dan sebagainya.
2.      Literasi mencangkup kemampuan reseptif dan produktif dalam usaha berwacana secara tertulis maupun lisan. Ditingkat tinggi mahasiswa mampu memproduki ilmu pengetahuan berupa karya ilmiah, fiksi, dan sebagainya. Dengan kata lain mahasiswa secara bertahap bisa melakukan kontruksi dan rekontruksi.
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Pendidikan bahasa juga melatih siswa untuk berfikir krisis, karena bahasa adalah alat untuk berfikir. Dengan berfikir yang krisis kita akan mudah dalam memecahkan masalah.
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Berbaca tulis selalu termasuk kedalam kebudayaan.  Pendidikan bahasa mengajarkan pengetahuan tentang budaya. Mengabaikan terhadap budaya mengakibatkan dekontektualisasi bahasa dari budayanya.
5.      Literasi kegiatan refleksasi diri. Penulis dan pembaca selalu berfikir jika bahasa dan mengaitkannya dengan penggunaan subject dalam dunia. Refleksi adalah pengalaman yang terus berkembang dan semakin canggih.
6.      Literasi adalah kolaborasi. Berbaca tulis melibatkan sebuah koraborasi antara dua pihak yang berkomunikasi yakni antara penulis dan juga pembaca. Alangkah bagus jika segala kereampilan sebaiknya di bangun dengan kolaborasi.
7.       Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Penulis memakai alam semersta dan penglaman subjektif dengan kata-kata, dan pembaca memakai interpretasi penulis.
Rapor Merah Literasi Anak Negeri
            Sejak dulu pada tahun 1999 Indonesia ikut dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (profress in International Reading Literacy Study), PISA (program for Iternational Students Assesment) dan TIMSS (The Third International Mathematicsand Science Study) guna mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Indonesia mendapat prestasi membaca dan mendapati posisi kelima dari bawah (PIRLS 200). Sungguh memprihatinkan begitu sukar sekali minat anak Negeri dalam literasi. Ini disebabkan karena, pengajaran yang diberikan dan ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Setiadi (2010), menemukan kenyataan sebagai berikut:
§  Dalam pembelajaran membaca dan menulis, para guru sangat mengandlkan kurikulum nasional dan buku paket untuk mengajar dan metoologi pengajarannya.
§  Pemodelan dalam kegiatan embacadan menulis tidak lazim diberikan oleh para Guru
§  Walaupun dari segi kualifikasi akademik para guru sekolah telah memadai, tapi mereka tidak  mendapatkan pelantikan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas. Mereka membutuhkan pelatihan tambahan untuk meningkatkan kinerja kerja mereka.
Keberhasilan dari pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya yang terkait enam hal: (1) komitmen profesional, (2) komitmen etis, (3) strategi anlitis dan reflektif, (4) efikasi diri, (5) pengetahuan bidang studi, dan (6) keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Cha, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010). Dengan demikian membangun litersasi bangsa harus di awali dengan membangun guru profesional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga.
Kesimpulan:
Para pakar bahasa mengemukakan beberapa penggunaan serta pendekatan, yang khusus terhadap pendidikan bahasa asing ke dalam lima bagian, yaitu: Pertama, pendekatan strukture dengan kajian grammar translation methods. Kedua, pendekatan audiolingual atau dengar-ucap pada tahun 1940-1960 yang menitikkan fokus pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai para siswa. Ketiga, pendekatan kognitif dan tranformatif sebagai perwujudan dari teori-teori syntactic srtucture (Chomsky,1957). Keempat, pendekatan kompetentisi kommunikatif yang terdapat tokoh-tokoh antara lain Hymes (1976) dan Widdowson (1978). Pedekatan ini sekaligus menjadi tren dalam pengajaran bahasa yakni kisaran tahun 1980-1990.
Keberhasilan dari pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya yang terkait enam hal: (1) komitmen profesional, (2) komitmen etis, (3) strategi anlitis dan reflektif, (4) efikasi diri, (5) pengetahuan bidang studi, dan (6) keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Cha, 1994 dikutip oleh Setiadi, 2010). Dengan demikian membangun litersasi bangsa harus di awali dengan membangun guru profesional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga.



By: ANISA PBI.A/4
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment