SALING MEMBERI MAKNA
(By : Ade Puadah)
Pertemuan
kedua dalam mata kuliah Writing seolah memberi kesan bahwa aku dan kawanku
harus benar-benar memulai mendalami semua tentang Writing. Menyelami lautan
aksara hingga ke dasar untuk mendapatkan mutiara kata yang bermakna. Hingga aku
mampu menguasai segala isi yang terkandung di dalamnya. Seperti biasa, hari
senin adalah pertemuan kami bersama mata kuliah Writing. Namun, kali ini Mr.Lala
mempertemukan kami bersama Hyland dan Lehtonen. Entah siapa mereka, nama asing
yang tak pernah kudengar sebelumnya. Dia memberi banyak arahan tentang writing,
tentang Academic Writing dan tentang beberapa isi dalam writing.
Hyland
mengatakan bahwa menulis adalah sebuah praktek yang didasarkan pada harapan peluang
pembaca yang dapat menafsirkan tujuan penulis meningkat, jika penulis mengambil
masalah untuk mengantisipasi apa yang pembaca harapkan melalui teks yang
sebelumnya telah dibaca dari jenis yang sama. Sebagai mahasiswa, kita tidak
hanya membutuhkan strategi yang realistis untuk menyusun dan merevisi tulisan.
Tetapi juga pemahaman yang jelas untuk struktur pengalaman menulis sesuai
dengan tuntutan dan kendala konteks target tertentu.
Dengan
adanya tulisan, diharapkan pembaca dapat memahami tulisan tersebut. Ada
kecocokan antara pembaca dan penulis yang bisa membuat keduanya merasa puas
dengan tulisan tersebut. Seperti dikatakan Hoey yang dikutip dalam Hyland
mengibaratkan bahwa pembaca dan penulis adalah penari. Artinya, mereka saling
mengikuti langkah masing-masing. Penulis dapat memenuhi keinginan pembaca dan
pembaca memiliki kecocokan atas tulisan yang dibacanya.
Lehtonen
berpendapat bahwa pembaca tidak pernah bisa berdiri sendiri. Artinya, jika ada
pembaca, pasti ada teks, konteks dan penulis. Pembaca merupakan sebuah tempat
dimana makna itu berada karena yang bisa memaknai teks hanya seorang pembaca.
Membaca termasuk memilih apa yang harus dibaca, mengorganisisr, dan
menghubungkannya dalam rangka mengartikan serta membawa pengetahuan pembaca ke
dalam teks.
Teks
dapat berupa bentuk tulisan, ucapan, gambar, musik atau simbol lainnya. Namun
dalam segala bentuknya teks ditandai dengan tiga ciri yaitu materialitas,
hubungan formal, dan kebermaknaan (Lehtonen:73). Pertama, materialitas berarti
tanda-tanda teks yang fisik dan material. Keberadaan fisik mereka dan
pengartian sensual selalu memiliki basis material. Baik itu yang digunakan
dalam gambar atau gelombang udara yang dipancarkan selama tindakan bicara. Kedua,
ada beberapa hubungan formal yang terkandung dalam teks. Tanda-tanda yang
diposisikan dalam hubungan temporal dan lokal tertentu dengan tanda-tanda lain
dimana mereka membentuk sebuah unit yang terorganisir yang berbeda pada tingkat
hirarki yang berbeda seperti huruf, kata, kalimat atau seluruh teks. Ketiga,
tanda-tanda makna memiliki makna semantik. Dalam teks-teks audiovisual, semua
bentuk dapat muncul pada waktu yang sama seperti dalam film-film asing, dimana
obrolan dan gambar telah dilengkapi dengan terjemahan subtitle dan dalam setiap
bentuk, makna diproduksi dengan cara yang berbeda-beda.
Selain
itu, teks juga didukung oleh konteks. Antara konteks dan teks saling
behubungan. Teks selalu co-reproduksi menjadi konteks. Teks dan konteks selalu
saling membentuk antara satu sama lainnya dan mereka selalu saling timbal
balik. Setiap konteks menghasilkan bacaan yang memadai dari sebuah teks. Konteks
mencakup substansi, musik dan gambar, situasi, intertext,co-teks, peserta dan
fungsi.
Teks
dan konteks tidak akan bisa ada jika tidak ada pembaca. Pembaca merupakan objek
yang bisa menentukan antara teks dan konteks. Teks tidak akan pernah bisa
berdiri sendiri tanpa pembaca. Ada hubungan saling keterkaitan antara teks,
konteks dan pembaca. Mereka akan saling
memberi makna jika semuanya terkumpul. Teks dan konteks memberikan sebuah
wacana terhadap pembaca dan pembaca akan mencari makna yang terkandung dalam
sebuah teks. Begitu juga dengan penulis. Penulis merupakan pokok utama yang ada
diantara mereka. Penulis merupakan objek yang membuat mereka hidup dan saling
memberi makna. Tanpa penulis, tidak mungkin teks dan konteks akan lahir.
Mr.
Lala mengatakan bahwa menulis itu, a way of knowing something. Artinya,
menulis merupakan sebuah cara untuk mengetahui sesuatu, baik pembaca maupun
penulis. Kemudian menulis juga a way of refresenting something. Artinya,
dalam menulis ada cara-cara tertentu untuk menuangkan sesuatu, baik ide,
gagasan, fikiran dan sebagainya. Terakhir adalah a way of refroducing
something. Bisa diartikan sebagai pemberi ilmu atau sebuah jalan untuk
mereproduksi sesuatu, baik itu informasi, wacana, ilmu, dan sebagainya.
Dapat
disimpulkan, bahwa menulis merupakan sebuah praktek yang didasarkan pada sebuah
harapan seorang penulis agar pembaca dapat menafsirkan tulisan tersebut.
Tulisan merupakan sebuah objek yang bisa dimanfaatkan oleh pembaca dan
seseorang akan memdapatkan cara untuk menemukan sesuat. Baik itu pengetahuan,
informasi dan wacana. Yaitu dengan cara membaca. Dalam tulisan terdapat teks
dan konteks yang bisa mendukung pembaca menjadi faham akan tulisan tersebut.
Teks tidak pernah bisa berdiri sendiri tanpa pembaca, begitu juga dengan
pembaca. Jadi, hubungan antara pembaca, teks, konteks dan penulis dapat saling
memberi makna antara satu sama lainnya.