Chapter Review


Literasi Tak Semudah Ketok Magic !
(By: Fithri Maulidah)

            Ada beberapa pandangan mengenai pendidikan bahasa menurut literasi yang disebutkan. (Anthoni : 1991) berikut ini, yaitu :
Pendidikan bahasa bersifat holistik. Keterampilan bahsa, seperti menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aspek keterampilan bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan, karena jika terpecah maka akan mengurangi keutuhan makna dalam memahami konteks yang dimaksud. Kemampuan berbahasa tidak muncul secara tiba-tiba, kemampuan berbahasa seperti suatu proses yang akan terus berlangsung selama manusia yang belajar itu masih hidup.

            Seperti halnya kita belajar dan membiasakan diri dengan literasi, yang akan terus terjadi sepanjang hayat. Dalam belajar bahasa seperti halnya belajar litersai, siswa di utamakan belajar secara aktif yang mana program pendidikan bahasa harus disesuaikan dengan kebutuhan siswanya. Ahli bahasa yang mengklasifikasikan periodeisasi penggunaan dan metode pendekatan bahasa yang khususnya pada pengajaran bahasa asing dalam lima klompok, yaitu :
v  Pendekatan structural dengan grammar dan translation method
v  Pendekatan audiolingual ( dengar-ucap )
v  Pendekatan comnicate competence
v  Pendekatan literasi

Pendekatan literasi menurut saya adalah pendekatan yang sangat efektif. Dalam tujuan pembelajarnya menuntut dan menjadikan siswa mampu mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Konteks komunikasi ini tentunya akan menghasilkan pengetahuan yang akan dihasilkan siswa selama proses literasi. Proses literasi ini meliputi kegiatan yang interaktif, yaitu anatara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa. Hal itu memungkinkan siswa untuk membicarakan topic yang baru sesuai dengan perkembangan yang telah dipelajarinya.
Metodologi pengajaran di kalangan guru bahasa yang sedang menjadi perbincangan saat ini yaitu, genre, wacana, literasi, teks dan konteks. Definisi lama literasi Yitu kemampuan membaca serta menulis.
Dalam buku Rekayasa Literasi dijelaskan bahwa literasi di Indonesia selama bertahun-tahun dianggap sekedar persoalan psikologis yang hanya berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan baca-tulis, padahal literasi adalah praktik cultural yag berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Definisi baru muncul dari para pakar pendidikan dunia yang memaknai literasi dan pembelajaranya, dan munculah ungkapan-ungkapan mengenai macam-macam literasi seperti literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, dan literasi IPA.
Varian literasi tersebut menciptakan  berbagai model literasi, seperti memahami kode dalam teks, terlibat dalam memaknai teks, menggunakan teks secara fungsional serta analisis dan mentransformasi teks secara kritis (memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks). Berbagai macam varian literasi yang beragam itu tetap berkecimpung dengan penggunaan bahasa, dan memiliki tujuh dimensi yang saling berkaitan.
v  Dimensi geografis ( local, nasional, regional dan internasional )
v  Dimensi bidang ( pendidikan, komunikasi, administrasi dll )
v  Dimensi keterampilan ( membaca, menulis, menghitung, berbicara )
v  Dimensi fungsi ( memecahkan persoalan, mengembangkan pengetahuna, mengembangkan potensi diri )
v  Dimensi media ( teks, cetak, visual, digital )
v  Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa )
v  Dimensi bahasa ( etnis, local, nasional, regional )
            Dimensi-dimensi tersebut merupakan sebuah kunci literasi menunjukan yang sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman ini. Literasi menghasilkan ketertiban lembaga-lembaga social, lembaga tersebut menjalankan penannya dengan fasilitas bahasa. Sehingga muncullah bahasa birokrat dan politik yang menunjukan kekuasaan birokrat terhadap rakyat.
            Literasi menghasilkan tingkat kefasihan kelatif, karena setiap interaksi yang memerlukan kefasihan berbahasa berbeda-beda. Literasi juga mengembangkan potensi diri dan pengetahuan, karena pada tingkat literasi yang tinggi dapat membekali orang memproduksi pengetahuan. Literasi yang beraneka ragam juga menghasilkan standar-standar tertentu, tujuanya adalah untuk mengukur literasi Negara-negara yang ada di dunia.
            Dengan pendidikan patutnya menghasilkan manusia literate, yang memiliki literasi memadai sebagai warga Negara yang demokratis. Warga yang literate pasti akan memahami bagaimana hegemoni disampaikan lewat media, karena media adalah salah satu bagian dari demokrasi seperti halnya warga Negara yang literate, tentu dihasilkan dari proses pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasai.
            Literasi yang menghasilkan keragaman local yang sadar akan keragaman bahasa dan budaya. Dari waktu ke waktu seiring dengan semakin tingginya perkembangan teknologi yang dihasilkan oleh hubungan global, harusnya membuat kita sebagai warga Negara yang lebih selektif dan efektif dengan mengetahui hak dan kewajiban.
            Hubungn global tentu memerlukan satu bahasa yang dapat diterima banyak pihak, seperti yang saya ketahui saat ini yaitu bahasa inggris. Bahasa inggris dijadikan bahasa internasional yang dipelajari banyak orang untuk interaksi secara global. Literasi tidak hanya menjelaskan keterampilan membaca dan meulis, lebih dari itu literasi yang mengajarkan kefasihan berbahasa, efektif, dan kritis. Sebagai manusia yang berbudaya yang dikenal dengan system tanda atau ilmu semiotic, tentunya kita harus menguasai literasi semiotic.
            Indonesia sepertinya kurang peka terhadap literasi, buktinya kemampuan anak Indonesia dalam proyek penelitian dunia PIRLS ( Progress in Internasional Reading Literacy Study )  menempati urutan kelima dari bawah. Meskipun lebih tinggi dari Qatar dan Afrika utara tetapi tetap saja anak negeri kita masih di bawah rata-rata nilai Internasioanal.
            Tercatat 2% saja siswa yang berprestasi membaca kategori tinggi, selebihnya 19% kategori menengah dan 55% kategori rendah. Kenapa harus membaca?  Membaca adalah satu landasan bagi pertumbuhan intelektual. Dalam masyarakat global umumnya, khususnya pada individu yang terpelajar, kegiatan membaca membaca sangat penting kedudukanya bagi perkembangan social, ekonomi serta politik. Semakin terpelajar suatu masyrakat, semakin dekat pula masyrakat tersebut menjadi masyrakat yang madani yang adil, demokratis, beradab, dan memiliki mutu dalam kehidupanya. Tujuanya adalah meningkatkan mutu kehidupan yang salah satu caranya adalah meningkatkan kualitas membaca.
            Catatan yang menujukan bahwa siswa-siswa Indonesia rendah tersebut, yang dilakukan oleh PILRS, disebabkan kurangnya early home literacy activites. Keluarga merupakan guru yang sangat berpengaruh dalam pembelajaran sikap serta kebiasaan, terutama sang ibu. Early home litracy activites adalah aktivitas seperti membaca, bercerita, menyanyi, bermain huruf, berhitung, dan membaca nyaring yang dilakukan orang tua atau keluarga sejak dini.
            Rendahnya tingkat pendidikan orang tua juga sangat berpengaruh dalam early home litracy activites, karena kurangnya pemahaman orang tua tentu akan mempengaruhi pendidikan anak. Beberapa penemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa literasi anak-anak Indonesia masih sangat tertinggal oleh anak-anak dari Negara lain, tidak ditemukanya prestasi menulis, bahkan parahnya di Indonesia tidak ditemukan realisai pengajaran literasi di sekolah-sekolah. Harusnya, penguasaan mengenai literasi di kuasai oleh guru karena guru adalah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pendidikan. Namun guru juga tidak hanya fokus terhadap masalah literasi saja, lebih dari itu guru harus memahami masalah sosial pembelajaran siswa secara keseluruhan. Ada enam hal yang dapat kita lihat dari langkah profesionalitas guru, yaitu komitmen profesioanal, komitmen etis, strategi analitis, efesiensi dari pengethuan tentang bidang study serta keterampilan bidang study dan numerisasi.
            Tidak hanya guru saja yang harus berperan dalam hal ini, masyrakat dan terutama pemerintah juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting dari guru jika semua berperan dalam pembelajaran dan menerapkan literasi pasti akan menghasilkan keturunan yang literat. Orang literat yaitu orang yang terdidik dan berbudaya.
            Jika anak-anak Indonesia masih sangat tertinggal dari anak-anak lain, upaya yang dapat ditempuh untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan rekayasa literasi. (Wanger, 1999 dan Barton, 2001 dalam Setiadi, 2010) Disimpulkan pendidikan literasi akan mengubah pendapat dan pendapatan. Rekayasa literasi maksudnya upaya yang sengaja dan sistematik dengan tujuan untuk menjadikan manusia yang terdidik dan berbudaya melalui penguasaan bahasa secara optimal. Menguasai bahasa adalah salah satu pitu masuk menuju pendidikan dan pembudayaan.
            Rekayasa yang harus dilakukan pada literasi mencakup empat hal, yaitu linguistic yang fokus pada teks, kognitif yang fokus pada minda, sosiokultural yang fokus pada kelompok dan perkembangan yang fokus pada pertumbuhan. Rwkayasa literasi maksudnya merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat  dimensi tersebut, dan mengasilkan orang-orang yang literate dan dapat menggunakan seluruh dimensi yang telah disebutkan sebelumnya secara bersamaan, aktif dan terintegrasi.
            Literasi tak semudah ketok magic, yang tiba-tiba bias terealisasi begitu saja begitu cepat. Pada umunya tingkat pendidikan sangat berpengaruh sekali untuk mengetahui tingkat literasi seseorang. Namun kita lihat di Indonesia tingkat pendidikan yang tinggi tidak berpengaruh pada tingkat literasinya, buktinya saja buku yang diproduksi oleh para ilmuan atau orang-orang Indonesia masih kalah banyak dibandingkan dengan Negara-negara lain, hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan literasi masih kurang maksimal di Indonesia.
Banyak yang menjadi ilmuan akan tetapi buku yang diproduksi tidak sebanyak ilmuan yang ada, itu adalah salah satu penyebab tertinggalnya Negara kita.
            Intinya, dengan mengajarkan literasi yang baik, kita akan mendapat hal yang lebih baik pula, yaitu orang-orang yang literate. Perbaikan dalam pengajaran literasi ini tidak langsung begitu saja menjadikan anak-anak Indonesia mengejar ketertinggalanya, namun pendekan literasi merupakan proses yang terus berlangsung. Hal-hal yang harus diperbaiki yaitu diantaranya beberapa standar kompetensi dalam pendidikan seperti perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan mutu guru yang dimulai dari peningkatan lembaga pencetak guru seperti PT ( Perguruan Tinggi ) atau Universitas, pengembangan buku-buku penunjang pembelajaran serta perbaikan dalam system evaluasi yang dilakukan. Semua proses perbaikan tersebut tidak hanya dilakukan guru dan orangtua saja, tapi masyrakat dan pemerintah terutama harus bersikap tegas demi terciptanya warga Negara yang literate.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment