Menyibak
Texts, Contexts, Readers, Writers and Meaning Dari Tirai Lehtonen
(by
: Asy Syifa Rahmah Ihsani)
Senin, 10 Februari 2014...
Pertemuan atau lebih tepatnya
pertempuran kali kedua kami (saya dan PBI-A) dengan mata kuliah Writing 4 yang
di pimpin oleh Mr. Lala. Seperti biasa
Mr. Lala mengecek kehadiran kami terlebih dahulu, kemudian mulai mengintrogasi
kami satu per satu. Sepertinya introgasi
kali pertama di Writing 4 ini tidak berjalan sukses. Ngawur! Ya jawaban saya sangat ngawur.
Cukup seerti itu saja
basa-basinya. Class review kali ini saya
akan lebih fokus menjelaskan apa itu texts,
contexts, readers, writers, dan meaning beserta hubungan mereka semua
diambil dari Lehtonen 2000 The Cultural Analysis of Texts.
Sebelum menjelaskan hal – hal tersebut
saya akan sedikit mengulas apa –apa saja yang Mr. Lala presentasikan. Mr. Lala menjelaskan teaching orientation
pada mata kuliah writing 4 minggu kemarin.
Teaching orientation pada writing 4 ini ada 3 bagian :
1. Academic
Writing : rigid, formal,
impersonal, evidence based, objective,
systematic, analytic.
2. Critical
thinking :
·
You will not take a text for guarentee
·
Relating to other text
·
Using rich point of view
3. Writing
is :
·
A way of knowing something
·
A way of representing sonething
·
A way of reproducing something
Setelah itu Mr. Lala
mempresentasikan power pointnya. Disana ada
beberapa kutipan dari sebuah buku. Kutipan
yang menarik perhatian saya adalah dari Hyland (2004), “likens the readers and
writers to dancers following each other’s steps, each assembling sense from a
text by anticipating what the other is likely to do by making connections to
prior texts”. Di sini saya menyadari
ternyata memamg benar antara pembaca dan penulis itu memiliki hubungan yang
sangat dalam. Mereka harus terhubung
satu sama lain dan mengikuti satu sama lain agar makna yng dimaksud penulis
dapat tersampaikan kepada pembaca.
Lalu menurut Lehtonen bagaimana hubungan mereka? Dan
bagaiman hubungan mereka dengan texts, contextx dan meaning? Let’s check it out!
1. Texts
(Lehtonen : 2000 : 72)
Texts atau teks
itu berbentuk fisik, teks ada dalam bentuk tersebut untuk menjadi makhluk
semiotik (materi semiotik). Teks dapat
menjadi materi semiiotik hanya ketika mereka mempunyai bentuk fisik. Berkenaan dengan bentuk fisik, kita dapat
beranggapan bahwa teks adalah artefak komunikatif, dengan kata lain teks adalah
instrumen – instrumen yang dihasilkan atau diciptakan oleh manusia dari
komunikasi.
Berkenaan
dengan makhluk (materi) semiotik, teks dapat berupa tulisan, pidato, gambar,
musik, atau simbol lain. poin utamanya
adalah teks – teks terorganisir dan ada kombinasi simbolik relatif padat yang agak jelas
didefinisikan. Dalam segala bentuknya
teks ditandai dengan tiga ciri, yaitu :
a. Material
b. Hubungan
formal
c. Kebermaknaan.
2. Contexts
(konteks) (Lehtonen 2000 : 110)
Setiap teks
selalu memiliki konteks yang mengelilingi dan menembusnya. Sebanyak makna dari tanda-tanda linguistik
bergantung pada posisi mereka dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain, makna
dari teks yang pada akhirnya tidak mungkin terlepas dari konteks.
Dalam pemikiran
tradisional tentang teks dan konteks. Konteks
dilihat sebagai “latar belakang” yang terpisah dari teks yang dalam peran jenis
tertentu merupakan informasi tambahan yang bisa dijadikan bantuan dalam
memahami teks tersebut. Dalam pengertian
semacam ini tentang konteks, ini
menjadikan nasib pembaca menjadi penerima pasif. Pembaca adalah decoder termasuk ke dalam teks
yang mengeksploitasi pengetahuan kontekstualnya untuk mengungkapkan makna yang
tetap.
Konteks tidak
akan ada sebelum penulis ataupun teks, baik yang ada di luar mereka. Sesuai dengan arti harfiahnya “con – text” yang
merupakan bagian yang selalu ada dengan teks – teks, maka dari iu disebut
konteks. Selain itu kebersamaan ini
sering diartikan konteks berada dalam teks (Balzac).
Dengan demikian
teks merupakan bahan baku dari makna, yang mengaktifkan (dan juga memproduksi)
sumber daya kontekstual pembaca : sumber daya linguistik, konsepsi realitas,
nilai, kepercayaan, dan lain sebagainya.
Konteks hadir di keduanya baik penulis ataupun pembaca. Konteks bukanlah “latar belakang”, senacam
majelis (pemasangan) statis cita –cita dan nilai – nilai, tetapi juga secara
aktif mempengaruhi penulis konvensi dan bagaimana pembaca bertemu dengan
teks. Konteks mencakup semua faktor –faktor
yang penulis dan pembaca bawa ke proses pembentukan makna.
3. Writers
Barther menyatakan
(Lehtonen 2000 : 75) bahwa writer bukanlah agen yang benar – benar bebas dalam
menciptakan makna. Sebagai writer yang
beroperasi dalam bahasa, kegiatannya diatur oleh batas –batas bahasa, tekstial,
pendahulu, sastra dan konvensi lainnya yang bukan buatan sendiri.
Arus dari waktu
juga penting. Semua faktor ini
menentukan batas –batas penulis untuk menulis dan memimpin ke arah tertentu. Penulis atau writer bukanlah seorang penulis
sebelumnya menulis, tapi penulis bisa dikatakan penulis ketika dia sedang
menulis.
4. Readers
Lehtonen (2000 :
133) teks dan pembaca tidak pernah ada secara independen satu sama lain, tetapi
sebenarnya menghasilkan satu sama lain.
Teks tidak semiotically ada tanpa pembaca, tapi tidak ada pembaca tanpa
teks.
Menurut Fiske,
dalam prakteknya masing – masing pembaca melakukan cara yang berbeda yang tak
terhitung banyaknya tergantung pada jenis teks apa yang pembaca baca pada waktu
tertentu. Fiske juga beranggapan bahwa
intertekstualitas dari pembentukan makna hanya bisa diwujudkan melalui orang
yang membawa sejarah dan subjektifitas merka sendiri dalam proses membaca. Jadi dalam menentukan meaningnya, masing –
masing pembaca memiliki cara yang berbeda tergantung dari pengetahuan atau
wawasan yang mereka miliki.
5. Meaning
Meaning tidak
lahir dari perbedaan dalam kenyataan, tapi dari perbedaan yang mana sebuah
bahasa menangkap realitas. (Lehtonen 2000 : 40)
meaning tercipta dalam bahasa.
Makna merupakan
sesuatu yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. Makna merupakan sesuatu yang didapat atau
diciptakan pembaca dalam teks. Selain itu
Barthes dalam bukunya The Death of The author menyatakan bahwa makna adalah
pesan dari Author – God.
Barthes juga
beranggapan bahwa sebuah teks yang telah ditulis oleh penulisnya adalah sebuah
kuburan atau mayat. Teks tersebut akan
hidup jika ada seseorang yang menghidupkannya kembali. Orang yang mampu melakukan hal tersebut adalah
reader (pembaca). Ya teks akan hidup
apabila dibaca. Kemudian pembaca akan
menciptakan makna – makna yang terkubur dalam teks tersebut.
Jadi
terdapat hubungan yang sangat kuat antara teks, konteks, readers, writers dan
mening. Teks tidak akan pernah ada tanpa
writer. Seorang penulis juga harus
memikirkan konteksnya dulu sebulum menulis.
Setelah teks terbentuk muncullah pembaca yang berperan sebagai “penghidup”
teks. Dari pembaca inilah akan terciptanya
suatu makna. Jadi antara teks, konteks,
writers dan readers saling bekerja sama untuk mencapai makna.
Hanya
itu yang bisa saya paparkan dalam class review 2 ini. Mungkin ada banyak sekali kekeliruan di
dalamnya. Untuk class review selanjutnya
saya akan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Aza – aza fighting!!