2nd Class Review
Sulitnya
menulis...
(by: Fitria Dewi)
Kemarin tepatnya pada tanggal 10
februari 2014 di hari senin pagi yang sangat cerah, saya dan dan teman-teman
bertemu kembali dengan mata kuliah writing and composition 4 atau yang sekarang
berganti nama menjadi academic writing. Hari
itu adalah pertemuan kedua kami dengan mata kuliah tersebut, seperti yang sudah
pernah dikatakan oleh pa Lala, semakin hari materi yang akan kita dapatkan
semakin sulit dan sayapun menyadari akan hal itu, menulis bukanlah sesuatu yang
asal-asalan saja tetapi sesuatu yang sangat sulit sekali jika kita tidak
terbiasa untuk melakukannya.
Pada
pertemuan kemarin, beliau membahas mengenai Teaching Orientation. Dalam orientation disini maksudnya orientasi
dalam mengajar, ada tiga hal yang terdapat dalam orientasi mengajar ini yaitu
academic writing, teaching orientation, dan arti dari writing itu sendiri.
Komponen
yang pertama itu academic writing, academic writing itu bersifat formal, tidak
personal, berdasarkan bukti yang jelas, sistematik, objektive tidak subjektive,
dan berdasarkan analisis yang jelas dan tepat.
Kemudian komponen yang kedua itu bisa berfikir secara kritis, kita tidak
bisa mengambil seluruh isi dari teks yang kita baca, kita harus bisa mengolah
teks tersebut agar mudah dimengerti oleh pembaca, selain itu kita juga bisa
mencari hubungan antara teks yang itu dengan teks yang lain dan bisa
menggunakan point of you yang berbeda. Kemudian
komponen yang terakhir adalah arti dari writing itu sendiri, writing itu
sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu, tulisan juga bisa mewakili sesuatu dan
bisa memproduksi sesuatu, yang bisa bersifat informasi, pengetahuan, atau
pengalaman kita sendiri.
Dalam
pendidikan literasi, yang sangat penting itu adalah reading and writing, dan
dalam mempelajari literasi juga kita bisa menjadi empowernent dan literature,
itu semua berdasarkan pengalaman kita sendiri, dan orang yang tidak berliterasi
adalah orang yang tidak pernah menaati peraturan.
Orang
yang suka menulis adalah orang yang berperadaban tinggi
Untuk
menjadi reader yang berkualitas itu tidak mudah, karena ada istilah yang
mengatakan “Jika kita ingin berjodoh
dengan teks yang kita baca, kita harus menjadi reader qualified”.
Ada
satu lah lagi, Mario Teguh
mengatakan “Jika kita ingin sukses pada umur tiga puluh tahun maka selama tiga
puluh tahun itu juga kita berusaha mendapatkannya”.
Lakukanlah
perjalanan berkualitas setiap harinya
Academic
writing juga bisa disebut sebagai penelitian terstruktur yang ditulis oleh para
ssarjana untuk sarjana yang lain, academic writing membahas topik berdasarkan
pertanyaan yang menarik bagi siapa saja yang berbasis faktual, objektif, yang
menyajikan tentang topik tertentu. Tujuan dari academic writing adalah mempresentasikan
pengetahuan yang baru melalui review dan landasan bagi penulis pada topik.
Karakteristik
tambahan dalam academic writing adalah penggunaan bahasa yang relatif hati-hati
dan berkualitas, terutama ketika mengklaim atau mendokumentasikan pengetahuan
yang baru. Pengetahuan yang baru muncul ataupun pengetahuan yang benar-benar
baru menulis adalah sesuatu yang sangat rumit. Kenapa? Karena sebelum kita
menulis kita harus terlenih dahulu membacanya, setelah itu baru kita baru bisa
menuliskan apa yang kita baca itu dan menuangkannya kedalam tulisan. Menyampaikannya kepada orang lain agar orang
lain dapat mengerti maksud dari teks yang kita baca tersebut, seperti yang
dikatakan oleh Hyland:
“Writing
is practice based an expectation: the reader’s chances of interpreting the
writers takes trouble to anticipate that the reader might be expecting based on
previous texts he or she has read of the
same kind”.
Hoey (2001)
mengutip dari Hyland (2004) mengibaratkan para pembaca dan penulis sebagai
penari yang mengikuti satu sama lain langkah setiap rasa yang saling
berhubungan dengan teks dengan membuat koneksi ke dalam teks.
Menurut
buku yang telah ditulis oleh Mikko Lethonen (the cultura, analysis of
texts). Terjadi pertemuan antara text, konteks
dan pembaca. Menurut Barthes, teks
linguistik yang produktivitas, tahap produksi, dan dimana produsen teks dan
mereka (pembaca) bertemu satu sama lain.
Barthes “sudut pandang, denotasi adalah “arti sastra” disampaikan dengan
tanda, sedangkan Barthes menggunakan istilah “koneksi”untuk menggambarkan
orang-orang makna budaya yang terkait dengan tanda-tanda, seperti unit yang
lebih luas secara signifikan seperti metafora atau seluruh teks. Barthes juga mengatakan kita tahu sekarang
bahwa teks terdiri bukan dari garis kata-kata, merilis single “teologis” yang
berarti pesan dari penulis-Allah).
Menurut
barthes, penulis bukan agen yang benar-benar gratis yang diproduksi makna,
kegiatan yang diatur secara sadar maupun tidak sadar, ada batas-batas bahasa
pendahuluan tekstual, sastra dan konvensi yang tidak ada/ pembuatannya sendiri,
dan waktunya itu senddiri penting. Semua
faktor-faktor ini juga menentukan batas mereka sendiri untuk memimpin dan
menulis kearah tertentu.
Penulis
adalah sosok yang simultan dengan menulis, bahkan mengambil bentuk didalamnya,
bukan mendahuluinya. Barhes juga
mengatakan kematian penulis, sekaligus menandakan kelahiran-kelahiran
pembaca. Pembaca naik ke inti
pembentukan makna, dan pembaca menjadi tempat dimana makna dimiliki.
Dalam
setiap kasus konteks menghasilkan arti yang berbeda untuk kata-kata, asalkan
gagasan sifat konteks-terikat makna adalah berlaku sehubungan kata-kata, itu
juga berlaku pada teks. Menurut gagasan
semiotik mahluk tidak memiliki arti alam: makna mendapatkan makna, tergantung
daripada teksnya.
Sementara
gagasan tentang teks itu menandakan melepaskan diri mereka dari semua konteks
mereka yaitu dari konteks mereka pada waktu yang berbeda, telah ada waktu yang
berbeda untuk, untuk mendapatkan terus makna teks, yang terlepas dari konteks,
dan dipadatkan menjadi objek tetap. Ketika
kita mempelajari makna, sosok penulis harus diposisikan dalam konteks bukan
teks, sebenarnya ketiganya sangat berkaitan satu sama lain jadi tidak bisa
dipisahkan.
Jadi
sebenarnya academic writing itu bersifat formal, objektive, berdasarkan bukti
yang jelas, dan masih banyak lagi. Kita harus
mulai membiasakan kebudayaan menulis ini, agar kita bisa meningkatkan literasi
dinegara kita ini. Seperti yang
dikatakan oleh Hyland (2004), yang mengibaratkan para pembaca dan penulis
sebagai penari yang memiliki langkah yang sama, rasa yang sama, yang saling
berhubungan satu sama lain. Orang yang
suka menulis adalah orang yang berperadaban tinggi, maka dari itu mulai dari
sekarang kita harus membiasakan diri untuk menulis.