class review 2: YUK BLUSUKAN DI DUNIA WRITING!!!



YUK BLUSUKAN DI DUNIA WRITING!!!
(by: Endang Siti Nurkholidah)
            Blusukan dalam dunia writing? Sepertinya ini hal yang jarang ditemukan di Indonesia. Memang pada dasarnya menjamah dunia writing sangatlah tidak mudah dan banyak orang-orang tidak menyukainya. Padahal menulis adalah sesuatu yang dangat dianjurkan bagi setiap manusia, khususnya bagi siswa, mahasiswa, guru, dosen bahkan profesorpun harus berani blusukan dalam dunia writing.
Memang ketika kita blusukan dalam dunia writing banyak sekali macamnya. Ada yang formal bahkan non-formal. Jika berbicara tentang writing yang bersifat formal seperti yang sedang kita pelajari ini. Academic writing namanya! Academic writing memang bersifat sangat formal, objektiv, impersonal, systematic, evidence based precise dan terkesan sangat kaku, karena menggunakan bahasa yang baku atau formal juga.
Pada writing 4 ini kita akan mengalami perpindahan yang begitu terlihat dengan jelas. Mengapa begitu? Karena pada writing sebelumnya belum mengacu pada academic writing. Perpindahan yang sangat mencolok sekali bukan? Berawal dari yang non formal ke formal memang sangat menantang dan menguji seberapa besarkah kita berliterasi.
Ketika berbicara tentang writing, acap kali menimbulkan beberapa perspektif. Seperti yang telah Mr. Lala Bumela utarakan padapertemuan kemarin. Beliau menuturkan bahwa writing is a way of knowing something. Ya memang benar sekali, writing dapat dijadikan ajang untuk mencari tahu sesuatu yang baru kemudian ditulis sehingga menjadikan sebuah karya tulis. Ketika kita menulis sebuah karya ilmiah, kita dituntut untuk mencari bahan nutrisi. Nutrisi tersebut dapat dita dapatkan dari sebuah buku yang kit abaca lalu dikembangkan ke dalam tulisan. Itu alas an mengapa writing is a way og knowing.
Selain itu, writing is a way of representing something. Yes of course, dengan menulis kita bisa mempersembahkan sesuatu yang kita punya. Mempersembahkan hasil karya kita yang berkualitas dan bisa bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu juga writing is a way of reproducing something. Kita bisa memproduksi sesuatu, seperti memproduksi ilmu yang kita punya yang dapat dituangkan ke dalam tulisan. Hal ini tentu saja dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Hal ini dapat diketahui bahwasannya menulis itu sangat penting dalam kehidupan kita. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana dunia ini jika tidak berliterasi. Untuk memecahkan masalah satu ini, kita harus membudayakan baca-tulis terlebih dahulu.
Beranjak pada materi selanjutnya…..
Di dalam buku miliknya Lethonen dalam buku The Cultural Analysis of text halaman 74 menerangkan bahwa teks dapat berupa tulisan, pidato, gambar, music atau symbol-simbol lainnya. Titik terpenting pada teks yaitu terorganisir dan ada kombinasi simbiotik yang relative padat. Teks memiliki cirri-ciri, diantaranya:





Horizontal Scroll: Materi
Horizontal Scroll: Kebermaknaan
 
Horizontal Scroll: Hubungan formal                                                                                                                                                           

Tiga keberadaan cirri di atas menghasilkan gagasan bahwa materials, hubungan formal dan kebermaknaan satu sama lain saling mengikat fakta bahwa semiotic makhluk (dalam kebermaknaan). Tentu saja ini sangat terkait dengan materi yang sedang kita pelajari dalam writing 4. Selain itu ada hal yang penting dalam materi ini. Saussure mempelajari hubungan antara signifier dan signified dalam tanda-tanda bukan hubungan tanda dalam realitas bahasa.
              Selanjutnya, tanda baca yang relative stabil yang meninggalkan sedikit ruang untuk berkonstribusi dari orang-orang yang berlatih linguistic. Setelah Saussure, ada Roland Barthes (1915-1980) yang mengangkat pertanyaan bahwa pembentukan makna dalam interaksi tanda-tanda pembaca. Roland menggunakan kata “pembaca” adalah untuk semua pengguna yang membentuk makna dari teks yang berbeda bentuknya. Jadi objek di atas yang menarik Saussure adalah denotasi, sedangakan Roland menggambarkan interaksi yang tercipta ketika tanda bertemu dan sumber daya budaya menggunakan istilah konotasi. Istilah konotasi dan denotasi ini memiliki sejarah yang panjang. Biasanya para primer arti dari sebuah kata yang disebut denotasi, sedangkan konotasi adalah jumlah kualitas yang terkait dengan rujukan kata, seperti konteks dan reaksi emosional. Ketika berbicara dalam konteks praktik, hal ini menandakan sebagai kegiatan yang tidak terjadi pada tingkat bahasa abstrak. Akan tetapi berada pada pertemuan antar teks, konteks dan pembaca.
                   Selain itu Roland Barthes memiliki pandangan bahwa denotasi ‘arti sastra’ disampaikan dengan tanda, sedangkan istilah konotasi untuk menggambarkan orang-orang, makna budaya yang terkait dengan tanda-tanda serta unit yang lebih luas secara signifikan seperti metafora atau seluruh teks. Hal ini sangat terkait dengan literasi yang kita budayakan.
                  Jadi antara pemikiran Saussure dan Roland Barthes ada beberapa kesamaan pemikiran konsep. Dimana bahasa Saussure adalah suatu system yang sendiri didefinisikan maknanya. Dalam karyanya Roland “essay Kematian Penulis” menuliskan bahwa kita tahu bahwa sebuah teks terdiri bukan dari garis-garis kata, merilis single ‘teologis’ yang berarti pesan dari penulis, tetapi dan multidimensi ruang dimana penulis bukan agen-agen yang memproduksi makna yang beroprasi dalam bahasa. Penulis adalah sosok yang simultan dengan menulis, bahkan mengambil bentuk di dalamnya, bukan mendahuluinya.
                 So, dapat disimpulkan bahwa baca-tulis sangatlah penting, serta merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, mari kita budayakan menulis dan membaca pada kehidupan kita. Agar kita menjadi orang yang berliterasi dan bisa berguna bagi bangsa ini dengan memberikan sebuah karya tulis yang luar biasa  untuk Negara kita (Indonesia).
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment