class review 2:Academic Writing Pendobrak Literasi



Academic Writing Pendobrak Literasi
(By: Alifah Rohmatilah)
 Kertas-kertas suci kini mulai terisi, lembaran demi lembaran dipenuhi dengan catatan review setiap minggunya. Calon-calon writer telah mengantongi pengetahuan-pengetahuan baru di hari senin yang lalu. Hari yang indah untuk jiwa-jiwa yang penuh dengan semangat, selalu memberi kesan penuh dengan makna. Ketika semua hal menjadi lebih berarti, maka salah satu hal akan senantiasa memberi manfaat yang lebih. Sama halnya ketika Mr. Lala memberi celah kepada mahasiswa untuk bisa memasuki dunia writing yang cukup rumit, tetapi pada intinya akan sangat berguna.
Academic writing menjadi kegiatan yang sangat bermanfaat, meskipun melewati banyak proses yang lumayan luar biasa. Prosesnya tidak hanya menggerakan tangan, tetapi mencari sumer informasi sekaligus menyaring informasi yang didapat. Pada intinya proses yang menyulitkan adalah ketika berfikir mencoba memahami sebuah informasi yang ada. Sekilas memang hanya itu yang masing-masing orang alami, tetapi sebetulnya kegiatan menulis adalah cara untuk melatih seseorang untuk berfikir kritis. Sebenarnya di era sekarang ini kegiatan intensif menulis dibutuhkan untuk meningkatkan “literasi”. 

Literasi menjadi sebuah harapan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia saat ini. Salah satu upaya untuk menjadi orang-orang literat  yaitu ”MULTILINGUAL WRITER” seperti yang terdapat dalam power point yang Mr. Lala sajikan. Kata-kata yang ditujukkan untuk mahasiswa bahasa yang memang ada kaitannya dengan bahasa. Arti dari kata-kata  diatas bahwa writer mampu menulis dalam menggunakan dua bahasa; mengubah mahasiswa bahasa menjadi mahasiswa menulis; membuat pilihan hidup, juga mengubah dunia. As I feel ,  harapan dalam hati mudah-mudahan bisa menjadi seorang multilingual writer, dan saya mengamini harapan ini. Kata-kata diatas merupakan tujuan dari academic writing menjadi pengawal menuju mahasiswa yang berliterasi .
Menulis tentunya harus didukung oleh pemahaman-pemahaman mengenai subject yang akan penulis bahas dalam tulisan. Pemahaman ini tentang informasi-informasi yang bisa diambil sesuai pemahamannya. Salah satu media yang digunakan adalah buku, buku merupakan sumber informasi yang berisikan informasi yang konkret.  Saya adalah sebagai si pembaca yang ingin mengambil ilmuya dari buku tesebut. Intinya kegiatan membaca juga sangat dibutuhkan dalam menulis. Oleh karena itu seperti yang Mr. Lala paparkan bahwa untuk mencapai literasi melewati dua kegiatan yaitu
Menulis merupakan cara termudah untuk membuat orang menjadi banyak pengetahuannya. Akan tetapi proses dalam menulis itu yang membututhkan waktu lama, sehingga bagi orang yang tidak terbiasa menulis sangat sulit. Beberapa tahapan dalam kegiatan menulis yaitu mencari sumber informasi, memilah dan memilih informasi yang akan dicantumkan dalam tulisan, dan hasil berupa kumpulan pengetahuan yang dirancang dalam sebuah karya tulis. Oleh sebab itu  ada tiga pilar dalam kegiatan menulis yang harus diingat oleh mahasiswa kata Mr. Lala, diantaranya: (1) writing is a way of knowing something (2) writing is a way of representing something (3) writing is a way of reproducing something. Ketiga pilar ini masing-masing menunjukkan bahwa tujuan dari kegiatan menulis. 
Rangkaian-rangkaian kata dalam sebuah tulisan memiliki nama lain yang biasa disebut dengan text. Text merupakan serangkaian kata yang bisa tercantum dimana saja, bukan hanya dalam selembaran artikel atau famplet. Akan tetapi teks juga terdapat dalam berbagai media yaitu salah satunya media elektronik. Seperti yang dikatakan oleh Lehtonen yaitu text bisa berupa tulisan, ujaran, music, gambar, dan symbol lainnya. Titik penting adalah bahwa mereka terorganisir dan ada kombinasi simbolik relatif padat yang tampaknya agak jelas didefinisikan. Dalam segala bentuknya, teks ditandai dengan tiga ciri: materialitas, hubungan formal dan kebermaknaan.
 Pertama, tanda-tanda teks adalah fisik dan material. Keberadaan fisik dan sensual pengartian selalu memiliki basis material, baik itu granit yang digunakan dalam patung atau gelombang udara yang dipancarkan selama tindakan berbicara. Kedua, ada beberapa hubungan formal antara tanda-tanda yang terkandung dalam teks. Tanda-tanda yang diposisikan dalam hubungan temporal dan lokal tertentu dengan tanda-tanda lain, di mana mereka membentuk unit terorganisir yang berbeda pada tingkat hirarki yang berbeda seperti huruf, kata, kalimat atau seluruh teks. Ketiga, tanda-tanda memiliki makna semantik.
Pernyataan yang dipaparkan oleh Lehtonen sangat berkaitan dengan kegiatan menulis. Makna teks tidak bisa terlepas dari konteks. Sosok penulis menjadi sorotan utama, kaitannya bahwa sosok penuli diposisikan sebagai konteks. Seperti yang dikatakan Lehtonen bahwa konteks mencakup semua faktor-faktor seperti penulis dan pembaca membawa ke proses pembentukan makna, terutama diskursif kompetensi dan kerangka pertimbangan nilai. Artinya bahwa pembentukan makna akan terbangun karena adanya hubungan teks dan konteks.
Konteks juga mengacu pada fakta bahwa makna diciptakan tidak hanya dalam kegiatan tradisional dianggap sebagai produksi makna - membawa tentang lisan, tertulis, audiovisual dan teks-teks lain - tetapi juga dalam menerima teks. Pembacaan teks equals aktif memberikan makna terhadap arti potensi yang dikandungnya, interaksi dengan teks. Hal ini terjadi juga saat membaca berarti mengerahkan diri untuk memahami kualitas khusus dari text. Jadi bisa dikatakan bahwa semua membaca selalu re-reading, kembali produksi teks melalui proses membaca (Lehtonen, 2000). Jadi terbukti bahwa menulis adalah cara untuk mereproduksi sesuatu.
Literasi merupakan cara untuk mengembangkan kemampuan memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan. Salah satunya kegiatan tersebut yaitu menulis akademik yang sedang saya jalankan saat ini di writing 4. Menurut pak Chaedar A (2012) menulis akademik adalah bagian dari literasi yang mesti dikuasai oleh para (calon) sarjana. Menulis akademik merupakan bahasan megenai literasi.
Pentingnya kegiatan membaca dan menulis untuk menciptakan literasi memang menjadi sebuah kebutuhan. Akan tetapi tidak terlupa bahwa kegiatan menulis dan membaca akan tidak terlepas dari sebuah bahasa. Bahasa menjadi satu-satunya pusat untuk mendobrak dunia literasi. Bahasa menjadi satu bahasan yang digunakan dalam kegiatan literasi. Dalam buku “Pokoknya Rekayasa Literasi” (Chaedar Alwasila, 2012) disitu terdapat dimensi pengetahuan kebahasaan (focus pada teks), bahwa menulis dan membaca memerlukan pengetahuan yang mencakup: system bahasa untuk membangun makna, seperti jenis dan struktur teks, persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tertulis, ragam bahasa yang mencerminkan kelompok daerah, lembaga, etnis, dan sebagainya.
Menulis dan membaca merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, seperti dalam power point yang Mr. Lala sajikan writing and reading = dancers. Saya memberi pandangan bahwa writing dan reading disini adalah kegiatan layaknya sepasang penyanyi yang berkolaborasi. Hal ini juga dipaparkan oleh bapak Chaedar A (2012), bahwa literasi adalah kolaborasi.  Menulis dan membaca melibatkan dua pihak yang sedang berkomunikasi. Penulis menyampaikan pemahaman atas pengetahuan yang didapat kepada pembaca melalui teks, maka disana si pembaca akan berinteraksi melalui teks yang dibacanya dan bisa jadi si pembaca merespon serta mengaitkan pemahamannya dari pengalaman yang ia dapat.
Jadi kesimpulannya adalah kegiatan menulis akademik memang menjadi salah satu upaya yang harus ditempuh untuk meningkatkan kualitas literasi di Negara Indonesia.  Ketika seseorang sudah mencapai kegiatan tersebut, maka kebutuhan untuk mencapai literasi juga sudah tercukupi. Oleh karena itu, mulailah menulis akademik untuk mendobrak pintu menuju “Literasi”!






Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment