Class Review 3



Lagi-lagi Literasi
By : Anisa

            Tak terasa waktu berjalan sangat begitu cepat. Mataku mengarah keseluruh penjuru kampus. Terlihat orang berlalu lalang dengan keperluannya masing-masing, begitu pula dengan diriku. Entah mengapa aku merasa hari ini begitu berbeda dengan hari-hari rabu yang lain. Sepertinya jawabannya adalah writing seharusnya berada pada hari senin di jam pertama.
            Senin lalu ada kejadian diluar dugaan kami. Sehinnga pengajaran tak berjalan secara efektif. Dan sebagai pengantinya,  kita membutuhkan hari lain untuk memperbaiki kekurangan kemaren. Dihari inilah kami berjumpa lagi dengan pak Lala dalam kurun dua pertemuan dalam satu minggu. Mata kuliah hari ini begitu penuh sekali, sampai aku tak bisa membayangan bagaimana aku menjalani hari ini. Diluar dengan aku tidak masuk kuliah writing pada hari ini. 
            Aku tak tau setan apa yang telah merasukiku. Sehingga membuatku tidak mengikuti perkuliahan writing. Walaupun begitu yang namanya kewajiban, yah kewajiban tetap harus dijalani. Tidak bertemu pak Lala tak membuat nyaliku lantas menciut. Yang namanya pasword class review harus terus berjalan. Dan aku akan mengulaskan kembali apa yang dibicarakan di sebuah class PBI.A/4.
            Membagikan teks satu dengan yang lain setiap hari membuka pintu menuju sukses. Menjelajahi tantangan dalam kelas tradisional dan pengaturan online menarik. Menjelajahi cara yang berbeda untuk bertukar informasi, mempertahankan pengetahuan dan menganalisa ide-ide dalam beberapa genre memunculkan inovasi dan kreatifitas dalam mengajar (Danica Hubbard). Sungguh ungkapan yang sangat bijak dan berwawasan tinggi.
            Pada abad ke-21, standar kelas dunia akan menuntut bangsa untuk setiap orang mengetahui sebuah huruf, bisa berhitung, baik informasi, mampu belajar terus-menerus dan percaya diri mampu memainkan peran mereka sebagai warga masyarakat yang demokratis (dikutip dari Al wasilah (2012). Tentu di jaman sekarang juga masih diperlukan bukan apa-apa ini untuk menjunjung standar pendidikan.
            Mischael Barbes berpendapat bahwa sebuah appetizer untuk menulis elemen akademik harus mencangkup hal-hal sebagai berikut, yaitu: kohesi, gerakan harus atau “aliran” antara kalimat dan paragraf. Kejelasan, makna dari apa yang ada berniat untuk berkomunikasi secara jelas. Urutan logis, mengacu pada urusan logis dari informasi. Dalam penulis angka demik, dan penulisan cenderung bergerak dari umum ke khusus.
            Kosistensi yaitu mengacu kepada keseragaman gaya penulisan. Uniti, pada sederhana mengacu pada inforamsi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu. Adapun keringakasan adalah ekonomi dalam pengunaan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ketitik dan menghilangkan kata yang tidak diperlukan dan tidak perlu adanya sebuah pengulangan (Cedundacy, atau “kayu mati.”) pengecualian dari informasi yang tidak perlu mempromosikan persatuan dan kesatuan.
            Kemudian kelengkapan, sementara informasi berulang-ulang atau tidak perlu dihilangkan, penulisan memiliki cara untuk memberikan informasi penting mengenal suatu topik tertentu. Misalnya, dalam definisi cacar air, pembaca akan mengetahui bahwa cacar air adalah penyakit anak-anak yang ditandai dengan ruam. Ada juga ragam yaitu varieti yang membantu pembaca dengan menambahkan beberapa “bumbu’ pada teks. Formalitas, akademik menulis adalah formal dalam nada dan terakhir adalah satuan pembuka lebih yaitu evaluasi krisis.
            Adapun  poin penting dalam literasi rekayasa literasi. Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan artikel baru tentang persoalan silsilah politik jelasnya negara baru “zaman edan” sehingga tuntutan mengenal perubahan reguler tidak bisa dihindari. Model literasi ala Freebody dan lukar (2003). Memecah kode teks, berpartisipasi dalam makna teks, menggunakan teks fungsional, kritik menganalisis sebuah teks dan mengubah teks. Prof. Awasial meringkas 5 ayat diatas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan yang terakhir mentransfer.
            Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguisti putar relatif konstan. Studi literasi tumpang tindih (overlapping) artikel baru objek studi menjabarkan budaya (cultural studies) artikel baru yang berdimensi. Barisan artitmetik pendidikan yang berkualitas tinggi pasti menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula, ada juga sebaliknya. Membaca, menulis, berhitung dan penalaran adalah modal hidup.
            Orang yang multiret mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyarakat reguler yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hemegomi itu diwacakan lewat media masa. Pengajaran dalam bahasa juga harus mengajarkan cara untuk berfikir krisis. Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan artiker fitur: komitmen profesional, peka terhadap komitmen etis, pengembangan stategi analisis dan reflektif, efekasi diri, pengetahuan kepemilikan model study pembelajaran/penjabaran, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip bahasa dari Alwasilah 2012). Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif, sosiacultur, dan perkembangan.
           
Kesimpulan:                                    
            Membagikan teks yang lain setiap hari sama saja membuka pintu menuju sukses. Dunia akan menuntut setiap orang untuk mengetahui atau mengenal huruf. Mischael Barber, berpendapat bahwa menulis elemen akademik harusnya mencangkup: kohesi, kejelasan, urutan logis, konsistensi, uniti, keringkasan, kelengkapan, dan terakhir satu pembuka lebih.
            Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan artikel baru yang berhubungan dengan persoalan politik. Literasi terus menjamur sesuai dengan artikel baru “zaman edan.”  Ujung tombak pendidikan adalah guru yang memiliki: komitmen profesional, peka terhadap komitmen etis, pengembangan strategi analisis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan kepemilikan, modal study pengajaran, serta keterampialan literasi dan numerasi.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment