Class Review-3

Jaga Nyalanya!
(By: Enok Siti Jaenah)
“Literacy is a bridge from misery to hope. It is a tool for daily life in modern society. It is a bulwark against poverty, and a building block of development, an essential complement to investments in roads, dams, clinics and factories. Literacy is a platform for democratization, and a vehicle for the promotion of cultural and national identity. Especially for girls and women, it is an agent of family health and nutrition. For everyone, everywhere, literacy is, along with education in general, a basic human right.... Literacy is, finally, the road to human progress and the means through which every man, woman and child can realize his or her full potential.”
Kofi Annan

Quotes di atas sengaja saya sematkan untuk class review ketiga, quotes ini memperkuat pendapat Ken Hyland tentang literasi. Hyland mengatakan bahwa “Literacy is something we do”. Dan Kofi Annan memperjelas perihal ‘something’ tersebut. Ken hyland dengan pendapatnya diperkenalkan kepada kita di pertemuan ketiga kemarin, tepatnya pada hari Rabu, !9 februari 2014 oleh Mr. Lala Bumela, instruktur kita di mata kuliah Writing 4 yang sedang ramai diperbincangkan oleh khalayak PBI di kampus tercinta ini (terkadang..)
Flash back. Masih hangat di telinga saya tepat ketika saya belajar MKU-BI di semester kedua perkuliahan saya. Dosen saya yang mengampu mata kuliah ini pernah berkata bahwa ketika kita berangkat ke kampus itu berarti kita membawa senuah ember yang kosong. Maka di kampuslah dimana ada dosen yang akan mengisi ember tersebut oleh air yang menganalogikan ilmu. Ini memang sedikit naïf, sesederhana itukah menuntut ilmu? Tapi sungguh ini berbeda sekali dengan apa yang Mr. Lala bawa di kelas ini, dengan quotes dari William Butler Yeats menyanggah analogi tersebut “Education is not filling a pail, but the lighting of a fire”.
Ada makna tersirat dibalik ‘pail’ dan ‘fire’. Artinya di mata kuliah writing ini beliau mengahramkan masuk ke kelas dengan tangan hampa atau hanya membawa ember kosong saja. Tapi beliau mewajibkan kita untuk membawa obor yang sudah siap untuk dinyalakan apinya. Dan tugas kita masing-masing hanya satu, tinggal bagaimana kita menjaga nyala api itu tatap berkobar, merah menyala. Ketahuilah, “the fire is your soul” said Mr. Lala.
Seberkobar apapun api suatu saat akan terkena tiupan angin juga. Angin sama dengan malas dalam kasus ini. Malas adalah malapetaka besar bagi mahasiswa. Makhluk yang satu ini akan menciptakan kesengsaraan yang sungguh-sungguh sengsara, yaitu kebodohan dan kemiskinan. Yakinkanlah dalam diri kita bahwa bodoh dan miskin itu bukanlah takdir, bukan pula pemberian Tuhan. Tapi sungguh, keduanya adalah penyakit yang akan menjamur oleh sebab kita sendiri, atau bahkan kita sendiri juga yang membuatnya menjadi akut.
Saatnya kita bangun slogan “Centre of Excelence” bukan hanya sekedar tulisan yang menempel pada setiap logo kampus kita. Mari kita jadikan kampus ini pusat segala-galanya. Tak perlu orang lain untuk mengurusi hal ini, ini semua tentang kita. Tentang kemauan kita untuk mengangkat nama besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang telah using di mata masyarakat. Tak perlu dimulai dengan melakukan hal yang besar untuk sebuah perubahan, berkarya dalam diampun dapat mengangkat derajat kampus ini perlahan tapi pasti asal kita menjalankannya dengan maksimal.
Dari paparan diataslah kita memulai petemuan ini. Sejenak kita mereview seputar Rekayasa Literasi yang sedang hangat di telinga kita. Satu pertanyaan besar yang Mr. Lala lontarkan untuk kita, “Sebenarnya apa yang direkayasa dari literasi tersebut?” setelah melakukan investigasi kepada satu persatu mahasiswa di kelas, akhirnya beliau menyampaikan juga jawabannya. Simple saja jawabannya “Yang direkayasa itu tidak lain adalah reading dan writing-nya” di sinilah dipaparkan bahwa perlu dirubahnya paradigm guru bahasa yang berada di negeri kita lewat dimensi-dimensi yang disebutkan oleh A. Chaedar Alwasilah dalam bukunya.
Sebegitu pentingnya literasi di kehidupan kita. Saat Indonesia mencuatsebagai Negara yang tak pernah menghasilkan teknologi-teknologi canggih, kita baru sadar bahwa kita terpuruk di area ini. Mereka yang sekarang menjadi pemain utama dalam laga persaingan dunia adalah mereka-mereka para literate sejati yang selalu mengangkat bendera literasi tinggi-tinggi.
Rekayasa literasi dihasilkan dari banyaknya repetition. Empat mantra sakti yang beliau bisikkan kepada kita minggu ini adalah (1) Read with high repetition, (2) Respond, (3) Re-write, dan (4) Reproduksi. Bisa kita singkay dengan R4. Inilah langkah awal mewujudkan literasi yang telah dirakayasa.
Kata literasi memang sudah menggila di benak kita. Orang yang berliterasi mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyrakat yang illiterate tidak akan mampu memahami bagaimana hegemoni diwacanakan lewat media masa. Orang literate tidak hanya sekedar mampu membaca dan menulis, tapi juga terdidik dan mengenal sastra. (Cole Chan: 1994 dikutip dari Alwasilah:2012)
That’s about our third meeting in writing class. Di sini kita benar-benar berada dalam kompetisi besar bersama tiga lawan kelas yang lain. Layaknya kompetisi, kita selalu berharap menjadi pemenangnya. Kini kita sudah tahu, rahasia untuk menjafi pemenang sejatinya tidak jauh-jauh. Ia ada dalam diri kita, menyertai dalam segala suasana, dan selalu bersama-sama dengan kita untuk menyambut kesempatan istimewa yang selalu datang, bahkan saat kita mengalami kekalahan. Hati, jagalah nyalanya!


Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment