Class Review 3
Menumbuh-kembangkan
Literasi
(By
: Evi Alfiah)
Menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam pembelajaran bahasa yang
diajarkan di semua jenjang pendidikan.
Namun ironisnya, kemampuan menulis justru menempati keberhasilan paling
bawah dari keterampilan berbahasa yang lainnya.
Hal ini bisa dilihat lewat pernyataan Dirjen Pendidikan Tinggi. Menurut dirjen pada saat sekarang ini jumlah
karya ilmiah sangat rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, yakni hanya
sekitar sepertujuh. (Pokoknya Rekayasa Literasi, 186 : 2012). Pasti ada factor yang mengakibatkan hal ini
bisa terjadi.
Hal
di atas merupakan faktor-faktor yang menyebabkan literasi di negara ini cukup
rendah. Mr. Lalapun menyatakan dalam
Mata Kuliah Writing tentang rendahnya literasi di negara ini. Menurut beliau mengapa India memiliki
Bollywood dan Amerika memiliki Hollywood? Itu adalah hasil dari literasi. Banyaknya penulis-penulis sehingga jadilah
sekenario yang dibuat film-film yang ditayangkan. Sedangkan Indonesia punya apa? Indonesia
sebenarnya negara yang sangat kaya.
Namun sayangnya, Indonesia tidak bisa mengelola kekayaan itu. Apalagi mengenai menulis. Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara
maju lainnya.
Untuk
itu perlu dilakukan upaya pemberdayaan secara sistemik dan sistematik yang
mampu menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan menulis bagi siswa, mahasiswa,
guru demi terbangunnya masyarakat yang berliterate. Sehingga Indonesia bisa menyeimbangkan
kedudukanya seperti negara-negara maju lainnya.
Salah
satu contoh litersi yaitu banyaknya sarjana di Indonesia yang bisa menulis
akademik writing. Elemen-elemen pada
academic writing tersebut antara lain, (1) cohesion yang berarti perpindahan
halus antara kalimat dan paragrap, bisa diatikan juga kesinambungan antara
kalimat-kalimatnya. (2) Clarity yang berarti maksud dari apa fokuskan untuk
memberikan komunikasi yang perfek dan jelas. (3) logical order yang berarti logic. (4)
consistency yang berarti konsisten pada refers to uniformily of writing style.
(5) unity is at simplest, unity refers to the exclusion of information that
does not directly relate to the topic being discussed in a given paragraph. (6)
concisenseness (7) completeness (8) Variety (9) Formality.
Elemen-elemen
di atas merupakan elemen yang diterapkan dalam menulis academic writing. Academic writing tentulah bukan sebuah
writing biasa, tapi di dalamnya terdapat aturan-aturan tertentu yang harus
diperhatikan. Hal ini juga yang membuat
sarjana di negara ini tidak bisa menulis, karena memang academic writing
bukanlah hal yang mudah. Tetapi jika
saja budaya membaca di negara ini tinggi maka peluang untuk bisa menulispun
menjadi sangat mungkin, karena menulis memang butuh pengetahuan yang cukup dan
memadai.
Masalah
literasi ini dibahas pada sebuah buku yang berjudul “pokoknya rekayasa literasi
yang ditulis oleh seorang professor dari UPI Bandung yaitu Prof. Chaedar
Alwasilah. Dalam bukunya terdapat
poin-poin penting yang bisa diambil dan dipahami diantaranya adalah sebagai
berikut :
Ø Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan
persoalan sosial politik
Ø Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan
tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak
bisa dihindari
Ø Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the
codes of texts; participating in the meanings of text; using texts
functionally; critically analysing and transforming texts.
Ø Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami,
melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.
Ø Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan
linguistik relatif konstan.
Ø Studi literasi tumpang tindih (overlapping) dengan objek
studi budaya (cultural studies) dengan dimensinya yang luas.
Ø Pendidikan yang berkualitas tinggi PASTI menghasilkan
literasi berkualitas tinggi pula, dna juga sebaliknya.
Ø Reading, writing, arithmetic, and reasoning = modal hidup
Ø Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai
situasi
Ø Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami
bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa
Ø Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir
kritis
Ø Ujung tombak pendidikan literasi adalah GURU dengan
fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif,
efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi
(Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012)
Ø Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan
sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa
adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
Ø Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik, kognitif,
sosiokultural, dan perkembangan
Ø Rekayasa literasi = merekayasa pengajaran membaca dan
menulis dalam empat dimensi tersebut
Ø Kern (2003): literacy refers to “general learnedness and
familiarity with literature”.
Ø Orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga
terdidik dan mengenal sastra.
Dari pembahasan sebelumnya dapat
disimpulakan bahwa rendahnya tingkat litersi akan menyebabkan daya saing yang
rendah dalam persaingan global karena sumber daya manusia kita menjadi tidak
kompetitis disebabkan kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Itulah mengapa pemberdayaan kemampuan bangsa
khususnya menulis harus ditingkatkan, bahkan menjadi suatu kewajiban.