Susahnya Menjadi Orang Yang Berliterat
By: Atin Hartini
Pagi
yang cerah, suara burung pun berkicau riang, aku hirup udara segar terlihat
embun yang menyapa dibalik jendela, sepertinya hari ini akan cerah.Kembali saya
memulai aktifitas saya untuk menuliskan sebuah kata-kata atau ilmu di atas
kertas putih ini. Pada tanggal 17 Februari 201, tepatnya pukul 09.10 adalah
pertemuan ketiga dengan Mr.Lala dalam mata kuliah writing. Setelah beliau masuk
ke kelas PBI-A, tiba-tiba terjadi hal yang tidak di inginkan. Kami menyadari
bahwa masalah itu terjadi karena kesalahan kami sendiri. Hari itu hari yang
yidak menyenangkan bagi kami. Sesuatu yang tidak kami harapkan tiba-tiba
terjadi. Itulah sedikit curhatan yang dapat saya ukir diatas kertas putih ini.
Daripada
galau, langsung saja kita membahas materi yang dijelaskan oleh Mr.Lala. Minggu
kemarin masih terkait dengan literasi. Tentunya pasti kita masih ingat apa itu
literasi. Literasi itu terkait dengan praktek yang meliputi empat bidang, yaitu
bidang sosial, bidang politik, bidang ekonomi dan bidang psikologi. Keempat
bidang itu mencakup culture dan peradaban kemajuan zaman di era globalisasi.
Untuk menjadi orang yang berliterat itu sangat susah, apalagi menjadi
multilingual writer. Pengertian multilingual writer ialah penulis multi bahasa
yang juga berfungsi sebagai pembaca kritis dikedua bahasa. Multilingual ini
juga menunjukkan tingginya literasi seseorang dalam baca-tulis. Seorang
multilingual writer tentunya sudah bisa menghasilkan karya sastra yang
berkaitan dengan vitality. Vitality merupakan daya hidup seseorang. Seorang
yang multilingual writer tentunya sudah bisa berliterasi. Dalam rekayasa
literasi, literasi ini berhubungan dengan readers dan writers atau bacaan dan
tulisan.
Menurut
Mr.Lala, cara untuk melakukan rekayasa literasi disini dilakukan dengan dibaca,
direspon, kemudian dibaca lagi, lalu di diskusikan supaya lebih jelas dan lebih
dipahami. Jenis teks yang direkayasa contohnya Al-Qur’an. Apa yang kita lakukan
dimulai dengan strategi membaca, memahaminya kemudian menuliskan teks yang
direkayasa dengan baik. Rekayasa disini dijelaskan bahwa rekayasa adalah cara
mengambil sesuatu. Semua yang kita lakukan, modal utamanya ada di literasi.
Ketika kita akan menulis, kalau kita tidak bisa lihai membaca, itu sama saja
bohong, karena apa? Yang kita tulis itu adalah tergantung pa yang telah kita
baca dan apa yang telah kita pahami, dan tergantung pengetahuan ataupun
pengalaman kita masing-masing.
Kutipan
seorang penulis yaitu Danica Hubbard, ia mengatakan bahwa sharing teks dengan
satu sama lain setiap hari membuka pintu menuju kesuksesan. Menjelajahi
tantangan dalam kelas tradisional dan pengaturan online menarik. Menjelajahi
cara yang berbeda untuk bertukar informasi. Mempertahankan pengetahuan dan
menganalisis ide-ide dalam beberapa genre memunculkan inovasi dan kreatifitas
dalam mengajar. Perlu kita ketahui bahwa dalam element akademik writing ada
beberapa hidangan pembuka, diantaranya yaitu :
a)
Kohesi,
ialah gerakan halus atau “aliran” antara kalimat dan paragraf
b)
Kejelasan,
merupakan makna dari apa yang anda niat untuk berkomunikasi sangat jelas.Urutan
logis, yaitu mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan
akademis, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
c)
Konsistensi
mengacu pada keseragaman gaya penulisan.
d)
Unity
pada sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara
langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
e)
Keringkasan
ialah ekonomi dalam penggunaan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat
sampai ketitik dan menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu diulangi
lagi.
f)
Kelengkapan.
Sementara informasi ini berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan,
penulis harus memberikan informasi penting mengenai suatu topik tertentu.
g)
Ragam
ialah variety membantu pembaca dengan menambahkan beberapa “bumbu” untuk teks.
h)
Formalitis
yaitu akademik menulis merupakan formal dalam nada. Ini berarti bahwa kosakata
canggih dan struktur bahasa yang digunakan.
Kemudian
menurut Hyland, literasi adalah sesuatu yang kita lakukan. Hamilton(1998),
seperti yang dikutip Hyland (200:21) bahwa melihat keaksaraan sebagai kegiatan
yang terletak di interksi anatar manusia. Hyland Further juga mengemukakan
pendapat bahwa “melek akademik menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa
disebut sebagai praktik keaksaraan, berpola oleh lembaga sosial dan hubungan
kekuasaan. Keberhasilan akademis brarti representing diri anda dengan cara
dihargai oleh disiplin anda, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan dan identitas yang discourse mewujudkan
akademik.
Sebagai
multilingual writer harus mengetahui point-point penting dalam “ rekayasa
literasi “. Literasi adalah praktek kultural yang berkaitan dengan artikel baru
persoalan sosial politik. Model literasi dan freebody dan lukas (2003)
memecahkan kode teks, berpartisipasi dalam makna teks, menggunakan teks
fungsional, kritis menganalisis dan mengubah teks. Kmeudian Prof. Alwasilah
meringkas lima ayat diatas menjadi memahami, melibatkan , menggunakan,
menganalisis dan mentransformasi. Orang yang pendidikannya berkualitas, pasti
menghasilkan literasi yang berkualitas pula, begitu sebaliknya. Salah satu
modal hidup kita yaitu dengan membaca, menulis, berhitung dan penalaran. Orang
yang berliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyarakat yang regular
tidak literat, regular tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan
lewat media masa. Seharusnya dalam pengajaran bahasa harus diajarkan
keterampilan berpikir kritis.
Ujung
tombak pendidikan literasi adalah guru artikel fitur baru : komitmen
profesional, sawit terhadap komitmen etis, pengembangan strategi analisis dan
reflektif, efikasi diri, pengetahuan kepemilikan modal studi, menjabarkan dan
keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Cole :199 dikutip dalam bahasa
dari Alwasilah:2012P)
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis
untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa. Secara
optimal, penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
Rekayasa literasi ini merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat
dimensi nihil. Empat dimensi rekayasa literasi yaitu linguistik, kognitif,
sosiokultural dan perkembangan. Orag yang berliterat regular tidak sekedar
berbaca-tulis, tetapi juga terdidik dan mengenal sastra. Melek mengacu pada “
learnedness umum dan keakraban dengan sastra.”