Critical Review 1




Critical Review 1

Sinyal-sinyal Keharmonisan

Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya dan merupakan prasyarat tegak berkembangnya suatu bangsa. Pendidikan merupakan modal dasar penentu nilai kualitas bagi masyarakatnya. Sekolah salah satu penentu kualitas ilmu pengetahuan, moralitas dan keterampilan siswa sebagai cikal bakal masyarakat yang berkemajuan.
Tujuan dari sekolah untuk merealisasikan siswanya dengan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Diantaranya dengan berbagai metode pembelajaran, salah satunya metode diskusi. Metode diskusi merupakan metode yang memberikan keleluasaan berpikir dan mengungkapkan pendapat pada siswa untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Metode diskusi juga bisa menambah pengetahuan kepada siswa lainnya serta memberikan pelajaran saling harga menghargai pendapat sesama siswa.

Masalah-masalah sosial yang berada di masyarakat maupun masyarakat sekolah akan terbina baik ketika sikap saling menghargai di kedepankan. Timbulnya persoalan perselisihan di masyarakat maupun sekolah timbul dikarenakan adanya perbedaan pemahaman ataupun perbedaan persepsi dari suatu masalah, sehingga terjadinya benturan-benturan sosial seperti tawuran dan keributan lainnya puncak dari sifat sensitif dan fanatisme. Sifat egoisme dan fanatisme yang berlebihan tanpa adanya kebebasan dapat menyulut api peperangan sehingga timbul ketidak harmonisan di masyarakat itu sendiri. Sementara pendidikan nasional mengarahkan kepada siswa-siswanya untuk mengarahkan sifat saling menghargai, hormat-menghormati sesama individu yang berlatar belakang yang berbeda suku, agama dan budaya.
Untuk mencapai tujuan yang baik dibutuhkan adanya situasi yang harmonis dan sifat saling menghargai diantara siswa di sekolah. Aspek penting dan mendesak untuk hal ini perlu pembinaan kratifitas dan daya inovasi untuk mengejar sifat-sifat positif di masyarakat maupun di masyarakat sekolah. Hal ini perlu adanya pembinaan dari guru maupun tokoh masyarakat setempat agar tercapai ketentraman dan kedamaian.
Berbagai mata pelajaran di sekolah dan berbagai macam budaya bawaan siswa di sekolah akan membuat interaksi yang berbeda, sehingga sekolah harus bisa mengkombinasiakn perbedaan itu menjadi keharmonisan diantara siswanya dengan saling menghormati sesama yang lain pada umumnya akan membuat sekolah merasa nyaman. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan yang mengedepankan persamaan yang membuat perbedaan menjadi hikmah.
Indikasi dari masyarakat yang memperhatikan terhadap ilmu pengetahuan serta kontribusinya adalah selalu menggali opini serta membahasnya dan mempraktikannya di lembaga pendidikan. Dengan ini siswa selalu berpikir kreatif serta positif terhadap opini yang berkembang. Adanya perbedaan dalam penyampaian mata pelajaran pada siswa di karenakan tingkatan interaksi dan perkembangan psikologisnya. Sehingga metode diskusi akan lebih bersuara ketika pada tingkatan jenjang atas. Sehingga siswanya dapat berpikir kreatif serta banyak argumen yang dilontarkan yang membuat siswa lebih bebas berpikir dan berpendapat yang diharapkan bisa menerapkannya di masyarakat.
Kejadian yang mengingatkan pada tragedi perpecahan etnis, agama, dudaya akibat dari sifat egoisme, kurangnya kesadaran tentang perbedaan usaha sejak dini di kembangkan sifat-sifat menghormati sesama di tingkat sekolah, kekerasan di masyarakat atau mewariskan pada generasi selanjutnya. Jika dalam kelompok masyarakat tidak segera mencegah teror, pengeboman dan paham yang menyesatkan adalah kurangnya pencegahan dini dari berbagai penafsiran-penafsiran yang radikal yang menelan bulat-bulat tanpa memilah dan memahami yang sebenarnya. 
Dari studi Apriliaswati menyimpulkan bahwa interaksi di kelas akan meningkatkan nilai positif ketika berinterakaksi sesama siswa ketika membahas tentang etika, moral, kemudian guru mengarahkannya dan siswa memahaminya, maka nilai-nilai ini akan membuat siswa lebih kreatif cara berpikir dan bertindak. Dalam interaksi diskusi, perbedaan pendapat adalah hal wajar terjadi dan akan dapat meningkatkan kekuatan berpikir siswanya. Dengan ini siswa dapat saling menghargai pendapat orang lain akan tertanam. Apalagi jika mereka selalu mempraktikan listening dan diskusinya, maka akan dapat hidup sebagai masyarakat yang demokratis.Dalam interaksi sosial di sekolah siswa tidak hanya dapat berpikir posirif saja, tapi juga dapat menyampaikan pendapatnya dengan tutur bahasa yang sopan seperti ketika dihadapkan di masyarakat.
Pendidikan tidak akan selalu berhasil dalam memajukan nilai kerukunan beragama di masyarakat. Polilik juga dapat mempengaruhi pendidikan, orang-orang politik juga harus memiliki pendidikan umum dan liberal. Dengan kata lain mempunyai intelektual tinggi dan tingkah laku yang baik sebagai figur negara di kancah internasional. Selain dari sikap, poliltik juga akan menggambarkan wajah kerukunan bangsa di negaranya. Pendidikan yang begitu baik perkembangannya, namun politik negara berbanding terbalik maka pendidikan tidak akan ada harganya di mata internasional. Untuk itu pendidikan harus tetap berkuasa, baik dan dominan dalam negara karena akan dapat memfungsikan negaranya.   
Penumbuhan rasa tenggang rasa antar manusia yang berbeda suku, latar belakang, agama dan budaya mesti ditanam sejak awal-awal usia (anak-anak). Untuk itu dalam hal ini guru dan orang tua merupakan salah satu peranan penting agar mereka bisa memupuk kerukunan beragama.
Guru yang statusnya berada dalam lingkup sekolah semestinya ditugaskan tidak hanya mengajar tapi juga mendidik siswanya. Pendidik yang selain mampu memupuk ilmu pengetahuan, pendidik juga dapat membantu siswa memahami nilai-nilai moral, norma dan juga saling menghargai antar agama, berbeda dengan pengajar yang hanya memberi ilmu saja pada siswanya. Dalam hal ini, jika seorang guru merupakan pendidik maka konflik antar dan inter agama tidak akan sering terjadi seperti dewasa ini. Dalam hal ini kedua fungsi dari pendidikan yaitu liberal dan umum berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan awalnya memupuk kerukunan agama.
 Dalam  tingkatan sekolah, siswa datang dari berbagai macam etnik, budaya dan sosial dan perbedaan agama. Untuk itu sekolah harus bisa memberikan fasilitas kepada siswanya untuk berpikir kreatif dan berinteraksi yang baik pada siswanya yang berbeda latar belakang. Siswa juga harus diajari pendidikan umum dan liberal untuk tingkatan pencapaian tujuan program pemahaman interaksi anatar umat yang berbeda agama.
Pendidikan umum itu merupakan pelengkap dari pendidikan liberal. Pendidikan liberal Penumbuhan  rasa tenggang rasa antar manusia yang berbeda suku, latar belakang, agama dan budaya mesti ditanam sejak awal-awal usia (anak-anak). Untuk itu dalam hal ini guru dan orang tua merupakan salah satu peranan penting agar mereka bisa memupuk kerukunan beragama.
Pendidikan liberal terkait tentang mata pelajaran sebagai fokusnya dan juga mengembangkan aspek intelektual saja. Berbeda dengan pendidikan umum yang terkait tidak sekedar fokus intelektual tapi juga mencakup pengembangan kepribadian, seperti emosi, sosial dan moralnya. Walaupun kedua jenis pendidikan ini berbeda, namun tujuannya tetap sama yaitu menyiapkan individu sebagai pribadi utuh.
Pendidikan liberal biasa dijadikan sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, karena sifatnya yang memiliki nilai kebenaran yang tinggi yang harus tetap di pelajari terus menerus. Pendidikan liberal ini memiliki nilai prinsip yang benar nyata. Isinya tidak dapat dirubah tapi hanya bisa diperjelas saja. Berbeda dengan pendidikan ilmu umum yang lebih mudah di pelajari karena pada praktiknya berkaitan dengan kejadian atau aktivitas sehari-hari dan bukan teori saja.
Kedua pendidikan ini akan saling berhubungan ketika siswa berada dalam lingkup masyarakat, umumnya masyarakat mengandalkan orang-orang yang memiliki ilmu banyak dalam kata lain cerdas, ini merupakan hasil dari pendidikan liberal. Namun jika diimbangi dengan terapan pendidikan umum yang bersifat norma dan nilai maka kerukunan beragama akan terjalin baik di masyarakat. Alasannya karena tidak akan ada perpecahan pendapat dan toleransi karena siswa memiliki kedua nilai, maka ia akan tahu bagaimana mengkondisikan atau mengatur posisinya yang cerdas dan berhadapan dengan masyarakat yang berbeda pandangan. Seluruhnya merupakan alasan fungsi mengapa pendidikan liberal harus di dampingi pendidikan umum.
Pendidikan liberal dimaksudkan untuk menjadikan manusia seutuhnya dalam konsepnya pun pemdidikan liberal hendaknya memanusiakan manusia. Manusia yang merupakan makhluk sempurna yang memiliki akal, fisik dan perasaan terhadap apa yang akan dihadapkannya. Dalam Undang-Undang sendiri pendidikan liberal itu tidak ada dalam sistem pendidikan, namun hanya ada fungsinya saja. Dari pendidikan keduanya jika diniati sebagai upaya yang sistematis untuk memanusiakan manusia yakni manusia yang utuh atau insan kamil produk akhir pendidikan adalah manusia yang berakhlak mulia.
Manusia yang berakhlak mulia termasuk ada dalam isi tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 yaitu: “pendidikan nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnyapotensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.  Untuk itu dengan jelas dikatakan bahwa penanaman demokrasi harus ditanamkan sejak pendidikan dasar agar dapat lebih mudah berinteraksi dengan pendidikan nasional yang akan membuat siswa terbiasa dengan pendidikan yang menuntuk kedemokrasian. Setidaknya dengan telah ditanamkannya nilai-nilai demokrasi siswa akan mengetahui cara yang benar mengajukan pendapat di depan hayalak umum yang berbeda latar belakangnya, sehingga dapat meminimaliskan silang pendapat yang biasanya berujung konflik.
Selain tujuan pendidikan yang ada dalam UU, secara yuridis UU juga mengisyratkan pendidikan harus memiliki karakter positif yang kuat, yang tidak berorientasi pada aspek koognitif (intelektual: pengetahuan, pengertian, keterampilan berpikir) saja, tapi juga aspek liannya. Pada kenyataannya aspek koognitif lah yang masih di utamakan. Hal ini tentu bertentangan dengan UU dapat merugikan peserta didik yang tidak memiliki kecerdasan pada aspek positif, melainkan kecerdasan di aspek lainnya. Seperti yang memiliki aspek afektif (perasaan dan emosi: minat, sikap apresiasi, cara penyesuaian diri) dan psikomotorik pada keterampilan motoriknya. Jika hanya aspek koognitif yang di utamakan maka tidak akan seimbang pendidkannya. Aspek koognitif masuk dalam pendidikan liberal yang mengedepankan intelektual dan dengan jelas dikatakan di atas bahwa pendidikan liberal harus diiringi pendidikan umum, dalam hal ini didukung oleh aspek afektif dan psikomotorik. Jika tetap koognitif yang di utamakan, bukan tidak mungkin tidak akan terciptanya kerukunan.
Untuk mencegah terjadinya hal ini, maka di perlukan pendekatan paedagogis (seni, strategi, gaya pembelajara) yang tepat kepada anak didik, tentunya tidak mengabaikan nilai-nilai religious dan nilai dasar etno paedagogis. Dengan cara ini seridaknya dapat kurangi  aspek koognitif yang di dominasi, akan tetapi akan saling untung  bagi yang memiliki kelebihan antara aspek koognitif dan aspek lainnya. Materi yang disampaikan dapat masuk dengan cara pembelajaran seni dan kreatifitas lainnya. Jika sudah tertanam nilai-nilai yang demikian di dalam lingkup sekolah, maka fungsi dari pendidikan sebagai penegak nilai yakni memelihara dan menjaga nilai-nilai pendidikan dan tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Selain karena pendidikan yang bersifat bulat tidak dapat dirubah, cara penyampaian pun dapat adil merata walau dengan berbeda asek. Sehingga tidak timbulkan gejolak perselisihan dalam masyarakat.    
Selain bertujuan meningkatkan nilai-nilai pendidikan, pendidikan juga dapat mengembangkan masyarakat dan siswa itu sendiri. Yakni pendidikan harus derperan aktif dan kreatif untuk mengembangkan pendidikan di ruang lingkupnya agar terciptannya wawasan dan pengetahuan yang berkembang. Maka dalam hal ini peran pengajar, pendidik dan masyarakat merupakan motor penggerak kemajuan pendidikan siswa dan masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan yang aktif dan kreatif dapat mengembangkan potensi individu yang lebih baik dan akan terciptanya generasi-generasi penerus yang lebih handal. Hal ini merupakn tugas dan fungsi pendidikan yang paling menonjol.
Untuk membantu melakukannya (Mujib:2006) mengatakan bahwa manusia memiliki sejumlah potensi atau kemampuan yang Tuhan berikan. Pertama Al-fitrah (cinta asli). Kedua  Akl (akal) yang dari dalam diri manusia sudah semua mempunyainya, hanya bagaimana menjalankan akal tersebut untuk meningkatkan pendidikan. Ketiga Al-hayyah (daya atau tenaga) yang dapat memberikan kekuatan manusia menyerap pendidikan. Keempat Al-Khuluk (karakter) dengan khuluk yang berbeda dalam setiap manusia maka sifat saling memahami dan mengerti untuk bersama tumbuhkan pendidikan akan tersampaikan dengan baik yanpa adanya keeogoisan, karena dasarnya setiap orang memiliki karakter yang berbeda dan  perbedaan merupakan sebuah hikmah anugrah dari Tuhan. Kelima Tabu (Tabiat). Keenam Sajiah (bakat) yang dimiliki manusia berbeda namun denagn bakat yang dimiliki pasti tujuannya itu sama yaitu tingkatkan kemajuan pengetahuan dan potensi masing-masing. Ketujuh Sifat dan yang terakhir Al-amal (perilaku) sebagai mencerminkan pendidikan dari manusianya. Untuk mengembangkan potensi tersebut, manusia memerlukan pendidikan yang berusaha menampakan atau akulturasi potensi-potensi tersebut yang dimiliki oleh setiap anggota peserta didik. Tujuan pendidikan dalam UU mencakup kerukunan agama, mental, moral dan akhlak.
Untuk itu perlunya ada pembinaan terhadap siswa dasar agar mampu menggunakan potensi yang dimilikinya seperti yang dikatakan Djudju Sudjana bahwa pembinaan terhadap siswa dasar memiliki dua bagian yaitu contorling dan supervisi  dan keduannya dijadikan sebagai fungsi menejemen yang dilakukan secara direct dan inderect. Direct dilakukan dengan metode tatap muka atau ceramah yang dipimpin langsung oleh guru, sedangkan indirect dengan metode diskusi atau  tanya jawab yang keduanya merupakan pengaruh agar supaya terbiasa kelak meraka dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda dengan lingkup meraka. Pembinan ini tidak hanya berlaku pada pendidikan formal saja tapi juga  pendidikan informal perlu diberlakukan pembinaan ini karena siswa atau manusia tidak hanya hidup dilingkup sekolah saja, melainkan lingkungan juga merupakan salah satu faktor dimana manusia berinteraksi langsung dengan manusi lainnya yang berbeda sifat, suku, pendidikan, agama, budaya, dan sebagainya. Sehingga interaksi tersebut mendukung kerukunan beragama dan perbedaan lainnya diantara mereka.
Keharmonisan antar umat beragama akan memunculkan harapan akan kehadiran konsep beragama yang lebih terbuka, lebih toleran dan lebih lapang dan memunculkan masyarakat yang harmonis di masa yang akan datang. Memang tidak bisa hindari kenyataan bahwa masih sering terjadi ketidak cocokan antar umat bergama sehingga akan terjadi konflik diantaranya. Hal ini merupakan salah satu dampak dari perubahan sosial yang terjadi yang akhirnya menjadi konflik sosial agama. Surya Darma Ali yang menjabat sebagai Mentri Agama mengatakan di Kompas bahwa “konflik agama itu wajar, karena itu merupakan fitrahnya, manusia diciptakan Allah di dalamnya termasuk sifat amarah, tapi amarah diatur agama yang mengajar kita sabar dan tidak cepat marah apalagi menyakiti orang, oleh UU juga diatur soal kebebasan agama” di SINDOnews juga dikatakan konflik di Indonesia secara keseluruahan berjumlah 2.883 konflik di tahun 2012. Jadi sebenarnya perselisihan itu merupakan hal yang wajar terjadi, namun tetap saja agama tidak memperkenankan hal ini terjadi.
Agam tidak mengajarkan konflik dan kekerasan. Agama selalu mengajarkan perdamaian dan kerukunan. Jika hal itu terjadi dan melibatkan umat, maka agama bukan menjadi fakta utamanya melainkan faktor penyebab lainnya. Di era globalisasi ini budaya merupakan aspek yang dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai sosial masyarakat. Tentu dengan masuknya budaya baru, budaya lama akan terkikis dan dapat terjadi konflik, di sisi lain budaya juga dapat menjadi pemersatu bangsa, hanya saja bagaimana budaya baru tersebut digunakan dan dijalankan sebagai fungsi  baiknya.
Indonesia adalah Negara yang mempunyai toleransi agama baik di Dunia. Masyarakatnya pun beragam agama, suku, dan budaya. Indonesia juga memiliki masyarakat yang beradab dan memiliki peradaban, dari itu Indonesia sangatlah unik dan memiliki karakteristik yang khas. Begitu pula dalam pendidikannya, sistem dan prinsip pendidikan di Indonesia tidak mengiblat pada negra lain karena Indonesia memiliki kebijaksanaaan lokal yang dapat berhasil dengan berorientasi kepada kebijaksanaan lokal dan budi luhur yang dimiliki bangsa ini. Hal ini merupakan buah dari multikultural yang terjaga oleh masyarakatnya, sehingga tidak terjadi perselisihan pendidikan dan semua masyarakat bekerjasama untuk memupuk kemajuan pendidikan yang lebih baik.
Mempertentangkan konflik itu dapat merugikan masyarakat sendiri. Masyarakat yang demokratis diharapkan dapat menjalin hubungan antara penyelenggara negara, organisasi di masyrakat dan pelaku ekonomi yang dapat kmbali pada prinsip dasar bernegara. Hal ini tidak akan begitu sulit karena masyarakat sudah tetanam gaya berdemokrasi sejak di pendidikan dasar. Prinsip dasar bernegara ini telah tertulis dari pancasila di sisla ke empat. “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”. Dalam sila ini dijelaskan untuk memperkuat institusi dan peranan kerukunan umat beragama yang sudah terbentuk dan tersebar di Negara Indonesia dan dapat menjadi wadah untuk bermusyawarah menyelesaiakan perselisihan dan pertentangan yang ada dalam masyarakat antar agama. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam mewujudkan prinsip dasar berbangsa dan bernegara pada sila ketiga “persatuan Indonesia”.
  Umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia dan penganut Islam terbesar di dunia. Namun Indonesia bukan merupakan negara Islam tetapi negara Pancasila. Memang dalam wacana politik, persoalan paling banyak menyita pikiran umat dan para ahlinya adalah hubungan agama dan negara. Agama dapat berfungsi dalam sistem sosial untuk mentransformasikan dunia yang tidak dapat ditentukan kedalam dunia yang bisa ditentukan. Seperti dalam kasus terjadinya masa transisi kepemerintahan yang menyebabkan banyak anggota masyarakat yang mengalami ketidak pastian, kebutuhan hidup, keamanan, dan masa depannya. Fungsi agama ini sangat kuat dipahami dan diyakini masyarakat muslim, untuk itu identitas umat harus dipelihara baik oleh negara maupun agama agar perubahan yang dialami tidak sampai menjadikan warga negara tercabut dari jati diri sebagai bangsa Indonesia. Dengan adanya banyak agama yang dilindungi oleh negara maka kerukunan agama juga dapat dilindungi juga oleh Pancasila.
Dari hal-hal yang dijelaskan di atas, agama bukanlah penghalang dan alasan untuk membuat konflik. Akan tetapi agama hanya merupakan perbedaan pandangan antara manusia dan Penciptanya. Jika dalam sebuah lingkup memiliki banyak kultur, agama dan suku itu merupakan perbedaan yang menjadikan warna positif yang dapat memupuk rasa saling meghargai, menghormati dan menyadari bahwa perbedaan merupakan keragaman yang memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan kerukunan antar manusia dan bersama tingkatkan pendidikan intelektual tanpa memandang agama, suku, budaya dan latar belakang. Seperti digambarkan pada semboyan Bhineka Tunggal Ika dan prinsip dasar pancasila.
Kerukunan beragama dalam skala kecil seperti dalam sebuah kelas yang di dalamnya terdiri dari orang-orang yang baru dan tidak sama itu tidak akan mudah menerimanya masuk dalam lingkup kelas. Untuk menerimanya butuh pula proses pengenalan, proses ini semestinya harus bersama dijalankan keduanya, karena ini penting untuk mereka keluar dari kelasnya dan menemukan hal yang sama seperti ini di lingkunagn baru mereka. Dengan adanya pengenalan budaya atau agama lain di kelas tingkat dasar, maka siswa akan dapat terbiasa jika bertemu orang baru di lingkungan baru nya lagi. Tidak hanya dikenalkan cara oendekatannya saja, tapi juga menerima orang-orang yang berbedamasuk dan bersama tumbuhkan pengetahuan tanpa pandang siapa orang tersebut.
Ketika siswa dalam kelasnya ada orang-orang yang berbeda dari mereka dan bersama timbuhkan pengetahuan, maka kelak mereka besar tidak atau jarang teradi perselisishan diantara perbedaan dari mereka. Di samping mereka sudah saling memahami, mengerti  dan menghormati agama atau perbedaannya masing-masing, mereka juga tidak ada alasan untuk saling menjatuhkan karena mereka sudah ditanamkan sifat kerukunan sejak dini. Demokrasi yang dimiliki keduanya buakn dimanfaaatkan saling menjatuhkan, akan tetapi diamnfaatkan untuk kebaikan antara keduanya, contohnya seperti berperan dalam pemilihan pemimpin atau berperan tingkatkan pengetahuanya.


References
Alwasilah, A.C. Pokoknya Rekayasa Literasi, Bandung: Kiblat Buku Utama dan Sekolah Pascasarjanah UPI Bandung: 2012
Syahrin, Harahap. 2011. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Group.
file:///G:/Pendidikan
file:///G:/KAMMI



Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment