Critical Review 1
Sinyal-sinyal Keharmonisan
Kemajuan
suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya dan merupakan prasyarat
tegak berkembangnya suatu bangsa. Pendidikan merupakan modal dasar penentu
nilai kualitas bagi masyarakatnya. Sekolah salah satu penentu kualitas ilmu
pengetahuan, moralitas dan keterampilan siswa sebagai cikal bakal masyarakat
yang berkemajuan.
Tujuan
dari sekolah untuk merealisasikan siswanya dengan berbagai cara untuk
meningkatkan kualitas pendidikannya. Diantaranya dengan berbagai metode
pembelajaran, salah satunya metode diskusi. Metode diskusi merupakan metode
yang memberikan keleluasaan berpikir dan mengungkapkan pendapat pada siswa
untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Metode diskusi juga bisa
menambah pengetahuan kepada siswa lainnya serta memberikan pelajaran saling
harga menghargai pendapat sesama siswa.
Masalah-masalah
sosial yang berada di masyarakat maupun masyarakat sekolah akan terbina baik
ketika sikap saling menghargai di kedepankan. Timbulnya persoalan perselisihan
di masyarakat maupun sekolah timbul dikarenakan adanya perbedaan pemahaman
ataupun perbedaan persepsi dari suatu masalah, sehingga terjadinya
benturan-benturan sosial seperti tawuran dan keributan lainnya puncak dari sifat
sensitif dan fanatisme. Sifat egoisme dan fanatisme yang berlebihan tanpa
adanya kebebasan dapat menyulut api peperangan sehingga timbul ketidak
harmonisan di masyarakat itu sendiri. Sementara pendidikan nasional mengarahkan
kepada siswa-siswanya untuk mengarahkan sifat saling menghargai,
hormat-menghormati sesama individu yang berlatar belakang yang berbeda suku,
agama dan budaya.
Untuk
mencapai tujuan yang baik dibutuhkan adanya situasi yang harmonis dan sifat
saling menghargai diantara siswa di sekolah. Aspek penting dan mendesak untuk
hal ini perlu pembinaan kratifitas dan daya inovasi untuk mengejar sifat-sifat
positif di masyarakat maupun di masyarakat sekolah. Hal ini perlu adanya
pembinaan dari guru maupun tokoh masyarakat setempat agar tercapai ketentraman
dan kedamaian.
Berbagai
mata pelajaran di sekolah dan berbagai macam budaya bawaan siswa di sekolah akan
membuat interaksi yang berbeda, sehingga sekolah harus bisa mengkombinasiakn
perbedaan itu menjadi keharmonisan diantara siswanya dengan saling menghormati
sesama yang lain pada umumnya akan membuat sekolah merasa nyaman. Hal ini
sesuai dengan konsep pendidikan yang mengedepankan persamaan yang membuat
perbedaan menjadi hikmah.
Indikasi
dari masyarakat yang memperhatikan terhadap ilmu pengetahuan serta
kontribusinya adalah selalu menggali opini serta membahasnya dan
mempraktikannya di lembaga pendidikan. Dengan ini siswa selalu berpikir kreatif
serta positif terhadap opini yang berkembang. Adanya perbedaan dalam penyampaian
mata pelajaran pada siswa di karenakan tingkatan interaksi dan perkembangan
psikologisnya. Sehingga metode diskusi akan lebih bersuara ketika pada
tingkatan jenjang atas. Sehingga siswanya dapat berpikir kreatif serta banyak
argumen yang dilontarkan yang membuat siswa lebih bebas berpikir dan
berpendapat yang diharapkan bisa menerapkannya di masyarakat.
Kejadian
yang mengingatkan pada tragedi perpecahan etnis, agama, dudaya akibat dari
sifat egoisme, kurangnya kesadaran tentang perbedaan usaha sejak dini di
kembangkan sifat-sifat menghormati sesama di tingkat sekolah, kekerasan di
masyarakat atau mewariskan pada generasi selanjutnya. Jika dalam kelompok
masyarakat tidak segera mencegah teror, pengeboman dan paham yang menyesatkan adalah
kurangnya pencegahan dini dari berbagai penafsiran-penafsiran yang radikal yang
menelan bulat-bulat tanpa memilah dan memahami yang sebenarnya.
Dari
studi Apriliaswati menyimpulkan bahwa interaksi di kelas akan meningkatkan
nilai positif ketika berinterakaksi sesama siswa ketika membahas tentang etika,
moral, kemudian guru mengarahkannya dan siswa memahaminya, maka nilai-nilai ini
akan membuat siswa lebih kreatif cara berpikir dan bertindak. Dalam interaksi
diskusi, perbedaan pendapat adalah hal wajar terjadi dan akan dapat
meningkatkan kekuatan berpikir siswanya. Dengan ini siswa dapat saling
menghargai pendapat orang lain akan tertanam. Apalagi jika mereka selalu
mempraktikan listening dan diskusinya, maka akan dapat hidup sebagai masyarakat
yang demokratis.Dalam interaksi sosial di sekolah siswa tidak hanya dapat
berpikir posirif saja, tapi juga dapat menyampaikan pendapatnya dengan tutur
bahasa yang sopan seperti ketika dihadapkan di masyarakat.
Pendidikan
tidak akan selalu berhasil dalam memajukan nilai kerukunan beragama di
masyarakat. Polilik juga dapat mempengaruhi pendidikan, orang-orang politik
juga harus memiliki pendidikan umum dan liberal. Dengan kata lain mempunyai
intelektual tinggi dan tingkah laku yang baik sebagai figur negara di kancah
internasional. Selain dari sikap, poliltik juga akan menggambarkan wajah
kerukunan bangsa di negaranya. Pendidikan yang begitu baik perkembangannya,
namun politik negara berbanding terbalik maka pendidikan tidak akan ada
harganya di mata internasional. Untuk itu pendidikan harus tetap berkuasa, baik
dan dominan dalam negara karena akan dapat memfungsikan negaranya.
Penumbuhan
rasa tenggang rasa antar manusia yang berbeda suku, latar belakang, agama dan
budaya mesti ditanam sejak awal-awal usia (anak-anak). Untuk itu dalam hal ini
guru dan orang tua merupakan salah satu peranan penting agar mereka bisa
memupuk kerukunan beragama.
Guru
yang statusnya berada dalam lingkup sekolah semestinya ditugaskan tidak hanya
mengajar tapi juga mendidik siswanya. Pendidik yang selain mampu memupuk ilmu
pengetahuan, pendidik juga dapat membantu siswa memahami nilai-nilai moral,
norma dan juga saling menghargai antar agama, berbeda dengan pengajar yang
hanya memberi ilmu saja pada siswanya. Dalam hal ini, jika seorang guru
merupakan pendidik maka konflik antar dan inter agama tidak akan sering terjadi
seperti dewasa ini. Dalam hal ini kedua fungsi dari pendidikan yaitu liberal
dan umum berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan awalnya memupuk kerukunan
agama.
Dalam tingkatan
sekolah, siswa datang dari berbagai macam etnik, budaya dan sosial dan
perbedaan agama. Untuk itu sekolah harus bisa memberikan fasilitas kepada
siswanya untuk berpikir kreatif dan berinteraksi yang baik pada siswanya yang
berbeda latar belakang. Siswa juga harus diajari pendidikan umum dan liberal
untuk tingkatan pencapaian tujuan program pemahaman interaksi anatar umat yang
berbeda agama.
Pendidikan
umum itu merupakan pelengkap dari pendidikan liberal. Pendidikan liberal Penumbuhan
rasa tenggang rasa antar manusia yang
berbeda suku, latar belakang, agama dan budaya mesti ditanam sejak awal-awal
usia (anak-anak). Untuk itu dalam hal ini guru dan orang tua merupakan salah
satu peranan penting agar mereka bisa memupuk kerukunan beragama.
Pendidikan
liberal terkait tentang mata pelajaran sebagai fokusnya dan juga mengembangkan
aspek intelektual saja. Berbeda dengan pendidikan umum yang terkait tidak
sekedar fokus intelektual tapi juga mencakup pengembangan kepribadian, seperti
emosi, sosial dan moralnya. Walaupun kedua jenis pendidikan ini berbeda, namun
tujuannya tetap sama yaitu menyiapkan individu sebagai pribadi utuh.
Pendidikan
liberal biasa dijadikan sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
karena sifatnya yang memiliki nilai kebenaran yang tinggi yang harus tetap di
pelajari terus menerus. Pendidikan liberal ini memiliki nilai prinsip yang
benar nyata. Isinya tidak dapat dirubah tapi hanya bisa diperjelas saja.
Berbeda dengan pendidikan ilmu umum yang lebih mudah di pelajari karena pada
praktiknya berkaitan dengan kejadian atau aktivitas sehari-hari dan bukan teori
saja.
Kedua
pendidikan ini akan saling berhubungan ketika siswa berada dalam lingkup
masyarakat, umumnya masyarakat mengandalkan orang-orang yang memiliki ilmu
banyak dalam kata lain cerdas, ini merupakan hasil dari pendidikan liberal.
Namun jika diimbangi dengan terapan pendidikan umum yang bersifat norma dan
nilai maka kerukunan beragama akan terjalin baik di masyarakat. Alasannya
karena tidak akan ada perpecahan pendapat dan toleransi karena siswa memiliki
kedua nilai, maka ia akan tahu bagaimana mengkondisikan atau mengatur posisinya
yang cerdas dan berhadapan dengan masyarakat yang berbeda pandangan. Seluruhnya
merupakan alasan fungsi mengapa pendidikan liberal harus di dampingi pendidikan
umum.
Pendidikan
liberal dimaksudkan untuk menjadikan manusia seutuhnya dalam konsepnya pun
pemdidikan liberal hendaknya memanusiakan manusia. Manusia yang merupakan
makhluk sempurna yang memiliki akal, fisik dan perasaan terhadap apa yang akan
dihadapkannya. Dalam Undang-Undang sendiri pendidikan liberal itu tidak ada
dalam sistem pendidikan, namun hanya ada fungsinya saja. Dari pendidikan
keduanya jika diniati sebagai upaya yang sistematis untuk memanusiakan manusia
yakni manusia yang utuh atau insan kamil produk akhir pendidikan adalah manusia
yang berakhlak mulia.
Manusia
yang berakhlak mulia termasuk ada dalam isi tujuan pendidikan nasional yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 yaitu: “pendidikan
nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnyapotensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Untuk itu dengan jelas dikatakan bahwa
penanaman demokrasi harus ditanamkan sejak pendidikan dasar agar dapat lebih
mudah berinteraksi dengan pendidikan nasional yang akan membuat siswa terbiasa
dengan pendidikan yang menuntuk kedemokrasian. Setidaknya dengan telah
ditanamkannya nilai-nilai demokrasi siswa akan mengetahui cara yang benar
mengajukan pendapat di depan hayalak umum yang berbeda latar belakangnya,
sehingga dapat meminimaliskan silang pendapat yang biasanya berujung konflik.
Selain
tujuan pendidikan yang ada dalam UU, secara yuridis UU juga mengisyratkan pendidikan
harus memiliki karakter positif yang kuat, yang tidak berorientasi pada aspek
koognitif (intelektual: pengetahuan, pengertian, keterampilan berpikir) saja,
tapi juga aspek liannya. Pada kenyataannya aspek koognitif lah yang masih di
utamakan. Hal ini tentu bertentangan dengan UU dapat merugikan peserta didik
yang tidak memiliki kecerdasan pada aspek positif, melainkan kecerdasan di
aspek lainnya. Seperti yang memiliki aspek afektif (perasaan dan emosi: minat,
sikap apresiasi, cara penyesuaian diri) dan psikomotorik pada keterampilan
motoriknya. Jika hanya aspek koognitif yang di utamakan maka tidak akan
seimbang pendidkannya. Aspek koognitif masuk dalam pendidikan liberal yang
mengedepankan intelektual dan dengan jelas dikatakan di atas bahwa pendidikan
liberal harus diiringi pendidikan umum, dalam hal ini didukung oleh aspek afektif
dan psikomotorik. Jika tetap koognitif yang di utamakan, bukan tidak mungkin
tidak akan terciptanya kerukunan.
Untuk
mencegah terjadinya hal ini, maka di perlukan pendekatan paedagogis (seni,
strategi, gaya pembelajara) yang tepat kepada anak didik, tentunya tidak
mengabaikan nilai-nilai religious dan nilai dasar etno paedagogis. Dengan cara
ini seridaknya dapat kurangi aspek
koognitif yang di dominasi, akan tetapi akan saling untung bagi yang memiliki kelebihan antara aspek
koognitif dan aspek lainnya. Materi yang disampaikan dapat masuk dengan cara
pembelajaran seni dan kreatifitas lainnya. Jika sudah tertanam nilai-nilai yang
demikian di dalam lingkup sekolah, maka fungsi dari pendidikan sebagai penegak
nilai yakni memelihara dan menjaga nilai-nilai pendidikan dan tidak menimbulkan
gejolak dalam masyarakat. Selain karena pendidikan yang bersifat bulat tidak
dapat dirubah, cara penyampaian pun dapat adil merata walau dengan berbeda
asek. Sehingga tidak timbulkan gejolak perselisihan dalam masyarakat.
Selain
bertujuan meningkatkan nilai-nilai pendidikan, pendidikan juga dapat
mengembangkan masyarakat dan siswa itu sendiri. Yakni pendidikan harus derperan
aktif dan kreatif untuk mengembangkan pendidikan di ruang lingkupnya agar
terciptannya wawasan dan pengetahuan yang berkembang. Maka dalam hal ini peran
pengajar, pendidik dan masyarakat merupakan motor penggerak kemajuan pendidikan
siswa dan masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan yang aktif dan kreatif dapat
mengembangkan potensi individu yang lebih baik dan akan terciptanya
generasi-generasi penerus yang lebih handal. Hal ini merupakn tugas dan fungsi
pendidikan yang paling menonjol.
Untuk
membantu melakukannya (Mujib:2006) mengatakan bahwa manusia memiliki sejumlah
potensi atau kemampuan yang Tuhan berikan. Pertama Al-fitrah (cinta asli).
Kedua Akl (akal) yang dari dalam diri
manusia sudah semua mempunyainya, hanya bagaimana menjalankan akal tersebut
untuk meningkatkan pendidikan. Ketiga Al-hayyah (daya atau tenaga) yang dapat
memberikan kekuatan manusia menyerap pendidikan. Keempat Al-Khuluk (karakter)
dengan khuluk yang berbeda dalam setiap manusia maka sifat saling memahami dan
mengerti untuk bersama tumbuhkan pendidikan akan tersampaikan dengan baik yanpa
adanya keeogoisan, karena dasarnya setiap orang memiliki karakter yang berbeda
dan perbedaan merupakan sebuah hikmah
anugrah dari Tuhan. Kelima Tabu (Tabiat). Keenam Sajiah (bakat) yang dimiliki
manusia berbeda namun denagn bakat yang dimiliki pasti tujuannya itu sama yaitu
tingkatkan kemajuan pengetahuan dan potensi masing-masing. Ketujuh Sifat dan
yang terakhir Al-amal (perilaku) sebagai mencerminkan pendidikan dari
manusianya. Untuk mengembangkan potensi tersebut, manusia memerlukan
pendidikan yang berusaha menampakan atau akulturasi potensi-potensi tersebut
yang dimiliki oleh setiap anggota peserta didik. Tujuan pendidikan dalam UU
mencakup kerukunan agama, mental, moral dan akhlak.
Untuk itu perlunya ada pembinaan terhadap
siswa dasar agar mampu menggunakan potensi yang dimilikinya seperti yang
dikatakan Djudju Sudjana bahwa pembinaan terhadap siswa dasar memiliki dua
bagian yaitu contorling dan supervisi
dan keduannya dijadikan sebagai fungsi menejemen yang dilakukan secara
direct dan inderect. Direct dilakukan dengan metode tatap muka atau ceramah
yang dipimpin langsung oleh guru, sedangkan indirect dengan metode diskusi
atau tanya jawab yang keduanya merupakan
pengaruh agar supaya terbiasa kelak meraka dihadapkan pada situasi dan kondisi
yang berbeda dengan lingkup meraka. Pembinan ini tidak hanya berlaku pada
pendidikan formal saja tapi juga
pendidikan informal perlu diberlakukan pembinaan ini karena siswa atau
manusia tidak hanya hidup dilingkup sekolah saja, melainkan lingkungan juga
merupakan salah satu faktor dimana manusia berinteraksi langsung dengan manusi
lainnya yang berbeda sifat, suku, pendidikan, agama, budaya, dan sebagainya.
Sehingga interaksi tersebut mendukung kerukunan beragama dan perbedaan lainnya
diantara mereka.
Keharmonisan antar umat beragama
akan memunculkan harapan akan kehadiran konsep beragama yang lebih terbuka,
lebih toleran dan lebih lapang dan memunculkan masyarakat yang harmonis di masa
yang akan datang. Memang tidak bisa hindari kenyataan bahwa masih sering
terjadi ketidak cocokan antar umat bergama sehingga akan terjadi konflik
diantaranya. Hal ini merupakan salah satu dampak dari perubahan sosial yang
terjadi yang akhirnya menjadi konflik sosial agama. Surya Darma Ali yang
menjabat sebagai Mentri Agama mengatakan di Kompas bahwa “konflik agama itu wajar,
karena itu merupakan fitrahnya, manusia diciptakan Allah di dalamnya termasuk
sifat amarah, tapi amarah diatur agama yang mengajar kita sabar dan tidak cepat
marah apalagi menyakiti orang, oleh UU juga diatur soal kebebasan agama” di
SINDOnews juga dikatakan konflik di Indonesia secara keseluruahan berjumlah
2.883 konflik di tahun 2012. Jadi sebenarnya perselisihan itu merupakan hal
yang wajar terjadi, namun tetap saja agama tidak memperkenankan hal ini
terjadi.
Agam tidak mengajarkan konflik dan
kekerasan. Agama selalu mengajarkan perdamaian dan kerukunan. Jika hal itu
terjadi dan melibatkan umat, maka agama bukan menjadi fakta utamanya melainkan
faktor penyebab lainnya. Di era globalisasi ini budaya merupakan aspek yang
dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai sosial masyarakat. Tentu dengan masuknya
budaya baru, budaya lama akan terkikis dan dapat terjadi konflik, di sisi lain
budaya juga dapat menjadi pemersatu bangsa, hanya saja bagaimana budaya baru
tersebut digunakan dan dijalankan sebagai fungsi baiknya.
Indonesia adalah Negara yang
mempunyai toleransi agama baik di Dunia. Masyarakatnya pun beragam agama, suku,
dan budaya. Indonesia juga memiliki masyarakat yang beradab dan memiliki
peradaban, dari itu Indonesia sangatlah unik dan memiliki karakteristik yang
khas. Begitu pula dalam pendidikannya, sistem dan prinsip pendidikan di
Indonesia tidak mengiblat pada negra lain karena Indonesia memiliki
kebijaksanaaan lokal yang dapat berhasil dengan berorientasi kepada
kebijaksanaan lokal dan budi luhur yang dimiliki bangsa ini. Hal ini merupakan
buah dari multikultural yang terjaga oleh masyarakatnya, sehingga tidak terjadi
perselisihan pendidikan dan semua masyarakat bekerjasama untuk memupuk kemajuan
pendidikan yang lebih baik.
Mempertentangkan konflik itu dapat
merugikan masyarakat sendiri. Masyarakat yang demokratis diharapkan dapat
menjalin hubungan antara penyelenggara negara, organisasi di masyrakat dan
pelaku ekonomi yang dapat kmbali pada prinsip dasar bernegara. Hal ini tidak
akan begitu sulit karena masyarakat sudah tetanam gaya berdemokrasi sejak di
pendidikan dasar. Prinsip dasar bernegara ini telah tertulis dari pancasila di
sisla ke empat. “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan”. Dalam sila ini dijelaskan untuk memperkuat
institusi dan peranan kerukunan umat beragama yang sudah terbentuk dan tersebar
di Negara Indonesia dan dapat menjadi wadah untuk bermusyawarah menyelesaiakan
perselisihan dan pertentangan yang ada dalam masyarakat antar agama. Pemerintah
dan organisasi masyarakat sipil dapat berperan dalam mewujudkan prinsip dasar
berbangsa dan bernegara pada sila ketiga “persatuan Indonesia”.
Umat Islam merupakan mayoritas penduduk
Indonesia dan penganut Islam terbesar di dunia. Namun Indonesia bukan merupakan
negara Islam tetapi negara Pancasila. Memang dalam wacana politik, persoalan
paling banyak menyita pikiran umat dan para ahlinya adalah hubungan agama dan
negara. Agama dapat berfungsi dalam sistem sosial untuk mentransformasikan dunia
yang tidak dapat ditentukan kedalam dunia yang bisa ditentukan. Seperti dalam
kasus terjadinya masa transisi kepemerintahan yang menyebabkan banyak anggota
masyarakat yang mengalami ketidak pastian, kebutuhan hidup, keamanan, dan masa
depannya. Fungsi agama ini sangat kuat dipahami dan diyakini masyarakat muslim,
untuk itu identitas umat harus dipelihara baik oleh negara maupun agama agar
perubahan yang dialami tidak sampai menjadikan warga negara tercabut dari jati
diri sebagai bangsa Indonesia. Dengan adanya banyak agama yang dilindungi oleh
negara maka kerukunan agama juga dapat dilindungi juga oleh Pancasila.
Dari
hal-hal yang dijelaskan di atas, agama bukanlah penghalang dan alasan untuk
membuat konflik. Akan tetapi agama hanya merupakan perbedaan pandangan antara
manusia dan Penciptanya. Jika dalam sebuah lingkup memiliki banyak kultur,
agama dan suku itu merupakan perbedaan yang menjadikan warna positif yang dapat
memupuk rasa saling meghargai, menghormati dan menyadari bahwa perbedaan merupakan
keragaman yang memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan kerukunan antar
manusia dan bersama tingkatkan pendidikan intelektual tanpa memandang agama,
suku, budaya dan latar belakang. Seperti digambarkan pada semboyan Bhineka
Tunggal Ika dan prinsip dasar pancasila.
Kerukunan
beragama dalam skala kecil seperti dalam sebuah kelas yang di dalamnya terdiri
dari orang-orang yang baru dan tidak sama itu tidak akan mudah menerimanya
masuk dalam lingkup kelas. Untuk menerimanya butuh pula proses pengenalan,
proses ini semestinya harus bersama dijalankan keduanya, karena ini penting
untuk mereka keluar dari kelasnya dan menemukan hal yang sama seperti ini di
lingkunagn baru mereka. Dengan adanya pengenalan budaya atau agama lain di
kelas tingkat dasar, maka siswa akan dapat terbiasa jika bertemu orang baru di
lingkungan baru nya lagi. Tidak hanya dikenalkan cara oendekatannya saja, tapi
juga menerima orang-orang yang berbedamasuk dan bersama tumbuhkan pengetahuan
tanpa pandang siapa orang tersebut.
Ketika
siswa dalam kelasnya ada orang-orang yang berbeda dari mereka dan bersama
timbuhkan pengetahuan, maka kelak mereka besar tidak atau jarang teradi
perselisishan diantara perbedaan dari mereka. Di samping mereka sudah saling
memahami, mengerti dan menghormati agama
atau perbedaannya masing-masing, mereka juga tidak ada alasan untuk saling menjatuhkan
karena mereka sudah ditanamkan sifat kerukunan sejak dini. Demokrasi yang
dimiliki keduanya buakn dimanfaaatkan saling menjatuhkan, akan tetapi
diamnfaatkan untuk kebaikan antara keduanya, contohnya seperti berperan dalam
pemilihan pemimpin atau berperan tingkatkan pengetahuanya.
References
Alwasilah, A.C. Pokoknya Rekayasa Literasi, Bandung: Kiblat Buku Utama
dan Sekolah Pascasarjanah UPI Bandung: 2012
Syahrin,
Harahap. 2011. Teologi Kerukunan.
Jakarta: Prenada Media Group.
file:///G:/Pendidikan
file:///G:/KAMMI