Jangan Dibiarkan, Mulailah Peduli!
(Class Review By: Fithri Maulidah)

Kejadian itu terulang lagi, apa sih yang salah? Entahlah, sepertinya dalam kelas ini tidak ada keperdulian satu sama lain. Apa karena dalam kelas kita mayoritas wanita? Wanita itu kan sensitif, kadang kalo ada sedikit hal yang salah marah-marah gak jelas. Tapi kalo dia nyaman sama keadaan yang lagi dia jalanin, pasti flowery banget suasana kelasnya. Moment itu selalu saya rasakan setiap berada dalam kelas, kadang comfort tapi tidak jarang  juga merasa butuh suasana yang asik yaitu satu sama lain saling berbagi apapun itu yang dibaginya. Padahal dalam kelas masih ada laki-laki, yang harusnya menjadi pedoman atau paling tidak sebagai penengah kala garingnya suasana dalam kelas.

Sudahlah, mari kita sama-sama tahu kebutuhan kita dalam kelas, bahkan bukan hanya dalam kelas saja saya membutuhkan kawan dan suasana yang menyenangkan itu. Jangan biarkan ini terus berlanjut, kita satu kelas sudah hampir dua tahun tapi apa ini? Cita rasa kebersamaan sama sekali tidak terasa. Mulailah tahu kalau saya membutuhkan kalian, mulailah peduli pada satu sama lain. Saya ingin berjalan bersama, menuju kesuksesan bersama, iya bersama kalian semua..
Bangkit dari semua itu, kembali pada fokus pagi ini yaitu mengenai Rekayasa Literasi. Explore your soul, begitu kata Mr. Lala. Sosok guru bahasa tidak hanya fokus mengajarkan tentang bahasa saja, namun lebih dari itu guru bahasa harus bisa menjadikan muridnya sebagai orang yang mengetahui potensinya untuk menjadi warga negara yang efektif. Saya sebagai calon guru bahasa, sepertinya tertantang lagi untuk mencari metode-metode pengajaran yang akan dilakukan nanti kalau saya sudah menjadi guru.
Melihat kondisi siswa yang saat ini begitu berbeda dengan zaman saya dua tahun lalu. Pertanyaan saya satu. Apa kira-kira pengajaran yang tepat dengan murid saya nanti? Itu adalah pertanyaan saya selaku calon guru. Kemampuan bahasa tentu harus saya kuasai, akan tetapi bagaimana respon murid saya dengan interaksi yang saya lakukan ketika mengajar? Itulah alasan kenapa kita harus mengkaji literasi. Dalam literasi ada beberapa dimensi yang menjadi kajian lintas disiplin, yang akan menentukan kualitas individu dalam melalkukan persaingan.
Seperti yang sedang saya pelajari saat ini yaitu tentang Rekayasa Literasi. Apa sih Rekayasa Literasi? Seperti yang dijelaskan oleh A. Chaedar rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk muenjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat peunguasaan bahasa secara optimal. Manusia sebagai makhluk yang menggunakan simbol dalam melakukan interaksi sesamanya, simbol yang dimaksud disini yaitu sesuatu yang bisa dijadikan seubagai penyampai makna.
Namun, simbol tidak hanya berbentuk ucapan, menurut Lehtonen sistem simbol bisa beurupa teks, foto-foto, surat kabar, majalah seurta iklan. Teks disebutkan terbagi menjadi dua yaitu text veurbal dan teuxt non-veurbal. Teks veurbal yaitu sama seperti teks non-verbal hanya dibedakan oleh media yang digunakannya saja. Menurutnya, Teks yang diciptakan oleh teknologi ini juga telah meninggalkan jejaknya pada konsepsi 'teks' yang berlaku dalam budaya kita. Teknologi yang lebih baru seukalipun, telah diberikan kemungkinan tentang jenis teks lain dari teks yang mereka cetak. Seperti buku yang biasanya kita dapatkan hanya ada di perpustakaan, kini buku tersebut sudah bisa kita nikmati dimanapun jika kita ingin membacanya. Tidak hanya terdiri dari tanda dicetak di atas kertas. Contohnya, the Oxford English Kamus dan Pekerjaan Dikumpulkan dari William Shakespeare yang tersedia dalam bentuk CD - ROM dan Encyclopaedia Britannica dapat dibaca di internet. Jadi tak perlu lagi kita menampung beban berat dengan buku-buku yang biasa kita baca pada lembaran-lembaran kertas, kini kita hanya dituntut untuk mempunyai keterampilan khusus dan pengetahuan yang melampaui literasi.
Literasi berhubungan dengan penggunaan bahasa, itulah mengapa peranan guru khususnya guru bahasa             harus menguasai sastra. Penggunaan bahasa mempuanyai tujuh dimensi yang menjadi lintas kedisiplinan, seperti dimensi geografis, bidang, keterampilan, fungsi, media, jumlah, dan bahasa. Dimensi-dimensi tersebut jika diterapkan pada kehidupan tentu akan merubah paradigma dan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di Indonesia ini. Literasi juga menuntut kita berfikir secara kritis dalam menanggapi suatu informasi yang baru kita terima. Ada empat hal yang harus dilakukan untuk dapat membangembangkan potensi kita dalam melakukan literasi, yaitu:
1.      Read with high repetition
Dengan membaca secara berulang-ulang, tentunya dapat membuat pemahaman lebih dalam menganai informasi atau teks yang dibaca.
2.      Respon: dicussion or brainstorming
Dengan pengulangan membaca, tentu menimbulkan respon yang harus kita klarifikasi untuk memastikan apakah yang kita baca itu sesuai atau hanya sebuah kebohongan penulis saja.
3.      Re-write
Setelah mengetahui apakah yang kita baca dan telah kita respon, tentu kita mendapat kejelasan yang harus disampaikan dengan pengetahuan kita melalui re-write ini.
4.      Produce
Setelah memastikan semua informasi yang dibaca, ada yang produk harus dihasilkan yaitu tentang respon kita dalam memahami  informasi tersebut.
Dalam pendidikan rekayasa literasi, segala hal atau pemikiran yang menurut pandangan kita itu tidak dibutuhkan bisa saja menjadi hal yang sangat mengejutkan. Menurut saya, hanya guru yang profesional dan multiliterat saja yang dapat menerapkan pembelajaran literasi ini.

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment