Critical Review 1



Pendidikan Kemajuan Negara
By: Anisa

            Ketika semua bangsa bisa memperhatikan kualitas bangsanya tentu itu bukan hal yang mudah. Dimana akan ada banyak argument-argument yang ikut andil dalam hal ini. Tanpa mendahui dan tentunya tidak semerta-merta dibuat dengan seenak diri. Pendapat apapun harus di dengar dan dipahami dalam hal ini. Mungkin di negara-negara maju sangat memperhatikan keras hal dmikian, tapi tidak semua negara bisa memehami kuliatas bangsanya. Apakah sebuah negara yang maju harus mempunyai sistem pendidikan baik? Bukankah di semua negara sudah menyusuk pendidikan dengan baik bahkan sampai mendetail. Namun demikia,  mengapa masih ada kata negara atau bangsa yang tidak maju?

            Layak ku tunjukkan kepada siapakah pertanyaan itu, dan sekiranya  adakah yang mau menjawab? Aku rasa lanyak kepada kita semua warga negara, dan kita juga yang akan menjawab itu semua. Sebuah negara atau bangsa mempunyai sistem pendidikan yang baik tidak akan berjalan dengan sendirinya tanpa ada seorang penggerak. Siapakah penggerak itu? Jawabnya adalah kita, karena kita adalah penentu bagaimana mewujudkan kemajuan suatu negara apalagi di negara yang besar. Disini diharapkan kita bisa mengintropeksi diri. Tanpa adanya tindakan saling tuduh-menuduh apalagi saling menjatuhkan satu sama lain. Jikalau kita melakukan itu, sungguh itu sebuah bencana, dan harus segera kita pangkashabis sampai keakarnya. Karena kemajuan sebuah bangsa terlahir karena adanya kekompokan dan kerja sama.
            Maka dari itu kita harus menuju ke pendidikan terlebih dahulu. Mengapa demikian? Karena dunia tidak akan memandang sebuah negara atau bangka, tidak lain dari sebuah pendidikan. Lain hal dengan pendapat devisa sebuah negara atau seberapa besar kekayaan negara tersebut. Melainkan tidak bukan dari sebuah pendidikan. Negara yang mempunyai wilayah kecil tapi mempunyai riwayat pendidikan yang baik akan mudah mendapat perhatian. Dibandingkan negara yang mempunyai wilayah luas tapi lemah dalam pendidikan. Jangan kan mendapat perhatian, di lihat pun  itu jangan berharap.
            Semua ini memang sakit, seperti di tancapkan secara langsung sebuah pedang ke dalam uluh hati. Menyakitkan dan tanpa membuang banyak waktu untuk sebuah kematian. Demikian juga halnya dengan nasib  negara kita. Alangkah sedih dan dilemanya kita membiarkan itu semua terjadi. Pendidikan adalah hal yang utama dan paling pertama yang harus kita bedahi dari sekarang. Pendidikan akan mempengaruhi karakter dan kepribadian suatu negara. Pendidikan mampu mendidik anak cucu kita nanti dan seterusnya itu akan di berlakukan.
             Adapun tujuan dalam sebuah pendidikan dasar yaitu untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar kepada para siswa. Ada keterampilan dasar ini adalah dasar untuk pendidikan  lanjut. Pendidikan dasar juga selain dasar untuk keterampilan individu, anggota, serta masyarakat. Adapun masalah sosial yang berulang adalah masalah tawuran antar pelajara. Bentrokan pemuda, dan juga bentuk-bentuk lainnya dari permasalahan sosial. Permasalahan dari penyakit sosialisasi adalah kurangnya semata-mata kepekaan, serta rasa hormat  terhadap orang lain yang berasal dari kelompok yang berbeda.
            Permasalah sosial dan ketidak harmonisan khususnya agama merupakan tantangan bagi pendidik untuk mempertahankan generasi berikutnya dalam upaya sebagai warga negara yang domestik dengan karakter yang baik sebagaimana yang telah disusun dalam Undang-undang Sisdiknas. Dan untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunana antar umat beragama wajib dikembangkan di sekolah pada usia dini. Mungkin hal ini dia anggap sangat mendesak bahwa ada yang mempromosikan program-program yang kreatif sangat inovatif untuk mendukung wacana sipil yang positif terhadap kalangan siswa. Agar siswa sejak dini sudah memahami arti perbedaan dan saling menghormati antar kelompok atau agama.
            Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak usian lebih memilih untuk berinteraksi dengan teman-teman mereka. Dengan demikian ini menunjukkan adanya hubungan antara teman-teman yang saling menghormati, saling membantu, saling berbagi dan pada umumnya sopan satun terhadap orang lain. Dan konsep interaksi teman sebaya adalah komponen penting dalam teori  pembangunan sosial, dikutip oleh Rubin 2009. Siswa harus dilatih untuk mendengarkan secara aktif dengan mempertahankan kontak mata langsung , berdiri diam dan bergiliran di berbicara . Mereka juga diharapkan mampu untuk berdiskusi dan menyumbangkan ide-ide serta bagaimana cara diskusi yang baik dan benar.
            pendidikan sekolah dasar, guru di harapkan mampu mengawasi siswa setiap hari. Kemudian mereka tahu bagaimana menyusun dan memfasiliti komunikasi teman sebaya, tentunya dengan cara yang benar.  Pada proses penyelesaian pendidikan formal mereka, siswa akan memasuki dunia yang diaman kemampuan untuk berinteraksi atau berhubungan yang sangat penting unntuk kebehasilan proses individu. Ada sebab, pasti ada akibat. Sebaliknya dampak dari ketidak mampuan seorang individu dalam berhungan dengan baik dapat mendatangkan permasalan sosial.
            Banyak bukti yang mengarah ke kejadian- kejadian tersebut, seperti permasalahan antaretnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010), dan Singkawang (2010) hanya beberapa saja yang disebutkan. tanpa ada tindakan atau langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan terulangkembali. Bentuk-bentuk radikalisme telah mengganggu kohesi sosial dan dapat menghasilkan saling tidak percaya di antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kasus bunuh diri - pemboman gereja di Surakarta bulan lalu , misalnya , mungkin ( mudah-mudahan tidak ) menyebabkan dendam dan serangan serupa terhadap masjid. Karena jelas cara ini mampu meningkatkan ketidak harmonisan agama besar. Jadi seminamalisir kita mencegah kejadian itu terulang kembali.
Sebuah laporan penelitian oleh Apriliaswati ( 2011 ) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam dukungan kelas wacana sipil yang positif di kalangan siswa. Interaksi rekan dalam studi sosial , kelas Indonesia dan Pancasila tidak perilaku mengganggu jika guru mengelola secara efektif. Menjadi berisik tidak selalu negatif. Ini bisa menjadi bukti interaksi interasi teman sabayan mampu menumbuhkan rasa salinng menghormati, tolong menolong dan saling merhagai satu sama lain. Oleh karena itu , disarankan agar mempromosikan interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan rutin kelas. Sebagai siswa SD, anak-anak yang belum mampu memberikan alasan informasi dan bukti dari argumen mereka tapi bisa mengekspresikan kesepakatan dan ketidaksepakatan dengan cara yang sopan. Selain itu, para siswa tampak percaya satu sama lain, tanpa adanya rasa ragu.
Sistem pendidikan kita  saat ini belum bisa memeberikan para siswa dengan kompetensi wacana sipil. Di negara lain sebagai politisi dan biokat telah mendatangi negara-negara yang ke kuasaan pendidikannya yang mereka peroleh sangat bangus dalam akademi pendididikan. Sayang banyak juga dari negara kita tidak memiliki kompetensi tersebut. Tentu kita masih ingat dengan periswa memalukan pda tahun 2010,  ketika para anggota parlemen saling lempar-melempar kata kasar dengan cara yang tidak bermoral alias tidak sopan dalam sebuah forum persidangan yang disiarkan langsung di seluruh negara. Dimana attitude seorang parlemen yang kita anggap orang-orang yang luar biasa. Yang aslinya hanya dipenuhi oleh cara-cara yang tidak benar.
Para ahli dalam mendidik anak-anak sekolah, politisi ini telah menetapkan contoh yang sangat miskin bagaimana berperilaku. Menanggapi dari  kejadian ini menunjukkan bahwa pendidikan politik belum berbuat cukup untuk mempromosikan kompetensi dalam wacana sipil. Ketika politisi dan birokrat gagal untuk mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara maksimal.  Disini peran guru SD harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendorong pengalaman bermakna  yaitu, interaksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etis dan interaksi kepada kelompok-kelompok yang lain. Ini bertujuan agar siswa mengetahui perilaku dan bagaiman acara persikap yang baik dan tentunya dalam konteks yang benar pula.
Ketika politisi dan birokrat sudah gagal untuk mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara maksimal. Idealnya kebijakan harus ditegakkan dimana sekolah yang dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Kampus ini juga harus menyediakan tempat ibadah bagi siswa dari semua agama. Siswa akan belajar bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan. Dan ini akan menjadi bentuk efektif pendidikan agama dalam lingkungan sekolah multikultural. Disini yang nama perbedaan dituntut keras untuk saling menghormati satu sama lain, walaupun dari kelompok sosial yang berbeda.
Sedangkan Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etni, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau pengusaha - siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. Dengan demikian didefinisikan, pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan provinsi terhadap orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan, yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis. Itu sangat demokratis dalam menghargai sebuah perbedaan, dimana kita akan terlepas dari sikap rabun akan sebuah profesi.
Adapun pendidkan umum dan liberal, menurut Oxford Learner’s Dictionary (1989-717), adjective Liberal berarti tolerant and open-minded; free fromprejudice yakni toleran (Arab: tasamuh), berfikir terbuka, tidak picik dan tidak berburuk sangka. Sinonimnya adalah board  atau general, yakni luas atau umum. Vebra turunanya,  to Literate  atau liberalize, berarti membebaskan. Pikiran yang luar berisi pengetahuan yang luas. Hidup pada zaman kini sangat memerlukan pengetahuan yang luar agar kelak tidak ketinggalan zaman. Pendidikan liberal adalah pendidikan yang diniati untuk memperluas wawasan (maha)siswa, tidak sekedar pelantikan teknis, dan profesional.
The Great Books adalah buku yang menawarkan teks klasik yang memilki nilai sejarah dan kebenaran yang sangat tinggi, yang harus tetap dipelajari dan dijadikn sebagai sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini. Cara yang muda untuk mengajarkan pendidikan liberal adalah dengan menjadikan buku-buku klasik sebagai bacaan wajib bagi para mahasiswa. Dan tantangan terbesar bagi pendidikan liberal adalah sejauh mana pendidikan liberal mampu menanamkan prisnsip-prinsip pendidikan. Agar para lulusan di harapakan bisa menghadapi tantangan perubahan dunia. Karena kehidupan ini pasti akan selalu di ikuti oleh perubahan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jauh lebih mudah mempelajari hal-hal yang bersifat umum kemudian ke hal-hal yang bersifat lebih khusus. Bukan sebaliknya yaitu dari khusus ke umum. Untuk itu kurikulum S1 harus diberkati mahasiswa kompetensi dalam tiga hal sebagai berikut:
(1)   Akademik: menulis, matematika, sains;
(2)   Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi;
(3)   Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang hayat.
Dalam wacana pendidikan istilah pendidikan umum sering dipertukar dengan pendidikan liberal karena fungsinya hampir sama makanya dalam lingkup pendidikan umun sering di kaitan dengan pendidikan liberal. Fungsinya juga hampir sama, yaitu menyiapkan individu sebagai pribadi utuh, bukanya menyiapkan tenaga vokasional. Adapun perpedaan antar keduanya yaitu, pendidikan liberal lebih fokus terhadap mata pelajar sebagai warisan tradisis (klasik) dan lebih mengembangkan aspek intelektual. Sedangkan pendidikan umum lebih fokus terhadap pengembangan pribadi dalam skala yang lebih luas tidak sekedar aspek intelektual, tetapi semua aspek, yang meliputi intektual, emosi, sosial, dan moral peserta didik.
Manusia sebagai makhluk yang dimensional. Rosovsky (1990) menyebut lima indikator dalam pendapatnya tentang standar pendidika liberal, yang meski dimiliki oleh lulusan S-1 di AS, yaitu: (1) mampu berfikir dan memnulis secara jelas dan efektif atau mampu berfikir kritis, (2) mampu mengapreasasi secara krisis cara kita memperoleh pengetahuan dan memahami alam semesta (yakni menguasai dasar-dasar metode matematika dan eksperimen dalam pengetahuan fisika dan biologi), (3) tidak buta terhadap budaya-budaya  asing, (4) memiliki pengetahuan dan pengalaman memikirkan persoalan-persoalan moral dan etika, dan terakhir (5) memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu, yakni apa yang diistilahkan major atau konsentrasi, yakni bidang keahlian.
Pendidikan liberal pada umumnya, para ahli menyebutkan dimensi-dimensi sebagai berikut:
·         Dimensi intelektual
Descartes berkata: “aku berfikir, karena itu aku berbeda”. Dalam Al-qur’an banyak ayat yang memerintahkan agar manusia mau bertafakur, berakal, berfikir, dan sejenisnya. Melakukan tafsir, analisis, sintesis, evaluasi, argumen, komparasi dan kontras. Dilihat manusia dan binatang sama-sama memiliki bentuk fisik bernama brain atau otak. Namun, hanya manusia yang dapat memfungsikannya untk berfikir atau bernalar sebagai pekerjaan non-fisik. Manusia juga seperti binatang mampu melakukan pekerjaan fisik seperti berlari. Yang membedakan manusia memiliki rasio untuk melakukan pekerjaan non-fisik itu. Pendidikan umum pada dasarnya atau sejatinya membekali manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu mengenal potensi intelektual dirinya agar perilakunya terpadu oleh kekuatan intelektual.
·         Dimensi fisik
Manusia tercipta dari tanah, hidup di atas dunia memakmurkan dunia dengan segala macam profesi yang dimiliki, dan dikembalikan lagi (dikubur) ke dalam tanah [simak QS Al A’ra: 10-12]. Pendekatan fisik atau biologis terhadap manusia menjelaskan struktur tubuh manusia yang sangat sempurna dibandingkan dengan binatang. Struktur fisik demikan itu menentukan fungsi yang bisa diperankan oleh manusia. Bagaimanacara manusia berinteraksi dengan alam sekitarnya bergantung pada sebagai mana memanfaatkan potensi-potensi fisiknya ini. Kajian ilmiah ihwal fisik manusia dilakukan oleh biologi dengan segala cabangnya. Pendidikan umum sejatinya membekali manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu mengenal dirinya sendiri secara fisik.
·         Dimensi emosional
Kehidupan atau life menjadi kajian biologi, atau pikiran atau mind adalah kajian yang psikologis; yakni mencangkup aspek-aspek mental atau psikis dari segala yang hidup (Phenix: 1964), yakni untuk memenuhi kebutuhan biologisnya untuk bertahan dan menyelenggarakan dirinya yang memunculkan dorongan atau motivasi seperti rasa takut, marah, cinta, dan senang. Pendidikan umumnya membekali manusia dengan pengetahuan sehingga ia mampu mengendalikan emosi-emosinya.
·         Dimensi moral dan spiritual
Sesuai dengan fitrahnya, manusia cenderung mempercayai hal-hal yang dapat kuasa dirinya. Dalam lintasan sejarah tercatat manusia yang menyembah pohon besar, batu, sungai, roh leluhur, dan dzat kuasa yang berbeda dari dirinya dan alam semesta. Pengakuan akan kuasa dan proses pencitraan Tuhan tersebut dimanifestasi dalam berbagai bentuk ritual ibadah yang dirasakan sangat membahagiakan. “sebagai bentuk kristalisasi keimanan, agama menjadi wadah bagi setumpuk penghargaan” (Ahmad: 69). Pendidikan umum harus membekali manusia pemahaman akan dirinya dan orang lain sebagai makhluk hidup berdimensi moral dan spiritual.
·         Dimensi keterampilan (praktis)
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan hal-hal praktis dan untuk mempertahankan kehidupannya ia harus melakukan hal-hal praktis seperti menyalakan kompor, mesin cuci, mengganti air karbutator, dan sebainya. Dalam konteks ini ditempatkan oleh pendidikan vokasi. Pendidikan umum harus membekali manusia dengan kemampuan melakukan hal-hal praktis secara benar dan membawa kemaslahatan.
            Indonesia kurang mengenal konsep language art, dan para guru lebih mengenal istilah “bahasa dan sastra”. Ini dapat dimaklumi, karena para guru bahasa (Indonesia) terbagi kedalam dua kelompokyang tampaknya saling bersebrangan atau bertentangan: guru bahasa dan guru sastra. Pada tahun 1990-an muncul wacana perlunya guru sastra tersendiri, karena aspresiasi siswa terhadap sastra di nilai lemah sehingga perlu ada pembenahan pedagogik. Walaupun jumlah guru peminat sastra jauh lebih sedikit dibanding dengan guru peminat bahasa atau linguistik. Demikian pula halnya dengan dosen di fakultas sastra. Kemudian adanya dikonomi guru bahasa vs guru bahasa sastra ini kemudian menjadi paradigma yang keliru dengan bahasa dan sastra [wacana 6.1 learning literature from elementary through hight school].
            Para guru bahasa tampil di kelas mencerminkan keyakinan (paradigma) yang terpenting adalah penhajaran bahasa. Seperti yang telah digambarkanoleh Grossman, Schoenfed, dan Lee (dalam Darling-Hammond dan Bransfrord, 2005), dalam pembelajaran bahasa Inggris di seklah-sekolah di AS sekarang ada empat pendekatan yang menjadi pilihan guru, yaitu: (1) pendekatan keterampilan dasar, yang bertujuan untuk membangun keterampilan membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan; (2) pendekatan perkembangan personal, yang tujuannya membantu siswa membangun dirinya lewat kegiatan membaca dan menulis; (3) pendekatan keilmuan (disciplinary), yang bertujuan untuk menyiapkan siswa berpraktik sastra dan menulis ; dan terakhir (4) pendekatan literasi krisis, dengan tujuan utama membantu siswa menggunakan literasi untuk melakukan kritik terhadap lingkungannya.
            Jadi metode apapun yang digunakan dalam pengajaran intinya hanya satu membuat para siswa mau membaca dan menulis. Serta emahami akan budaya literasi atau yang di kenal pendidikan umum atau pendidikan liberal. Kedua ini saling berkaitan dimana masing-masing mempunyai fungsi yang hampir sama. Adapun perpedaan antar keduanya yaitu, pendidikan liberal lebih fokus terhadap mata pelajar sebagai warisan tradisis (klasik) dan lebih mengembangkan aspek intelektual. Sedangkan pendidikan umum lebih fokus terhadap pengembangan pribadi dalam skala yang lebih luas tidak sekedar aspek intelektual, tetapi semua aspek, yang meliputi intektual, emosi, sosial, dan moral peserta didik. Kedua juga memiliki peran dan kedudukan yang sama dalam literasi.
Kesimpulan.
            Saya akan mengulas kembali apa yang sudah dipaparkan oleh pak Chaedar. Ketika semua bangsa bisa memperhatikan kualitas bangsanya tentu itu bukan hal yang mudah. Apakah sebuah negara yang maju harus mempunyai sistem pendidikan baik? Bukankah di semua negara sudah menyusuk pendidikan dengan baik bahkan sampai mendetail. Namun demikia,  mengapa masih ada kata negara atau bangsa yang tidak maju? Jawabannya ada pada kita semua. Lanyak ditunjukkan kepada kita dan jawabannya ada pada kita juga.
            Sistem pendidikan kita  saat ini belum bisa memeberikan para siswa dengan kompetensi wacana sipil. Di negara lain sebagai politisi dan biokat telah mendatangi negara-negara yang ke kuasaan pendidikannya yang mereka peroleh sangat bangus dalam akademi pendididikan. Ketika politisi dan birokrat sudah gagal untuk mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara maksimal. Idealnya kebijakan harus ditegakkan dimana sekolah yang dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda.
            Sedangkan Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan etni, agama dan minoritas bahasa dan budaya. Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau pengusaha - siswa harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. The Great Books adalah buku yang menawarkan teks klasik yang memilki nilai sejarah dan kebenaran yang sangat tinggi, yang harus tetap dipelajari dan dijadikn sebagai sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
Kurikulum S1 harus diberkati mahasiswa kompetensi dalam tiga hal sebagai berikut:
(1)   Akademik: menulis, matematika, sains;
(2)   Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi;
(3)   Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang hayat.
Standar pendidika liberal, yang meski dimiliki oleh lulusan S-1 di AS, yaitu: (1) mampu berfikir dan memnulis secara jelas dan efektif atau mampu berfikir kritis, (2) mampu mengapreasasi secara krisis cara kita memperoleh pengetahuan dan memahami alam semesta (yakni menguasai dasar-dasar metode matematika dan eksperimen dalam pengetahuan fisika dan biologi), (3) tidak buta terhadap budaya-budaya  asing, (4) memiliki pengetahuan dan pengalaman memikirkan persoalan-persoalan moral dan etika, dan terakhir (5) memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu, yakni apa yang diistilahkan major atau konsentrasi, yakni bidang keahlian.
            Pendidikan umum pada dasarnya atau sejatinya membekali manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu mengenal potensi intelektual dirinya agar perilakunya terpadu oleh kekuatan intelektual.
·         Dimensi Intelektual
·         Dimensi fisik
·         Dimensi emosional
·         Moral dan spiritual
·         Dimensi keterampilan
Di AS sekarang ada empat pendekatan yang menjadi pilihan guru, yaitu: (1) pendekatan keterampilan dasar, yang bertujuan untuk membangun keterampilan membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan; (2) pendekatan perkembangan personal, yang tujuannya membantu siswa membangun dirinya lewat kegiatan membaca dan menulis; (3) pendekatan keilmuan (disciplinary), yang bertujuan untuk menyiapkan siswa berpraktik sastra dan menulis ; dan terakhir (4) pendekatan literasi krisis, dengan tujuan utama membantu siswa menggunakan literasi untuk melakukan kritik terhadap lingkungannya.

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment