Pendidikan
Kemajuan Negara
By:
Anisa
Ketika semua bangsa bisa
memperhatikan kualitas bangsanya tentu itu bukan hal yang mudah. Dimana akan
ada banyak argument-argument yang ikut andil dalam hal ini. Tanpa mendahui dan
tentunya tidak semerta-merta dibuat dengan seenak diri. Pendapat apapun harus
di dengar dan dipahami dalam hal ini. Mungkin di negara-negara maju sangat
memperhatikan keras hal dmikian, tapi tidak semua negara bisa memehami kuliatas
bangsanya. Apakah sebuah negara yang maju harus mempunyai sistem pendidikan
baik? Bukankah di semua negara sudah menyusuk pendidikan dengan baik bahkan
sampai mendetail. Namun demikia, mengapa
masih ada kata negara atau bangsa yang tidak maju?
Layak ku tunjukkan kepada siapakah
pertanyaan itu, dan sekiranya adakah
yang mau menjawab? Aku rasa lanyak kepada kita semua warga negara, dan kita
juga yang akan menjawab itu semua. Sebuah negara atau bangsa mempunyai sistem
pendidikan yang baik tidak akan berjalan dengan sendirinya tanpa ada seorang
penggerak. Siapakah penggerak itu? Jawabnya adalah kita, karena kita adalah
penentu bagaimana mewujudkan kemajuan suatu negara apalagi di negara yang
besar. Disini diharapkan kita bisa mengintropeksi diri. Tanpa adanya tindakan
saling tuduh-menuduh apalagi saling menjatuhkan satu sama lain. Jikalau kita
melakukan itu, sungguh itu sebuah bencana, dan harus segera kita pangkashabis
sampai keakarnya. Karena kemajuan sebuah bangsa terlahir karena adanya
kekompokan dan kerja sama.
Maka dari itu kita harus menuju ke
pendidikan terlebih dahulu. Mengapa demikian? Karena dunia tidak akan memandang
sebuah negara atau bangka, tidak lain dari sebuah pendidikan. Lain hal dengan
pendapat devisa sebuah negara atau seberapa besar kekayaan negara tersebut.
Melainkan tidak bukan dari sebuah pendidikan. Negara yang mempunyai wilayah kecil
tapi mempunyai riwayat pendidikan yang baik akan mudah mendapat perhatian.
Dibandingkan negara yang mempunyai wilayah luas tapi lemah dalam pendidikan.
Jangan kan mendapat perhatian, di lihat pun
itu jangan berharap.
Semua ini memang sakit, seperti di
tancapkan secara langsung sebuah pedang ke dalam uluh hati. Menyakitkan dan
tanpa membuang banyak waktu untuk sebuah kematian. Demikian juga halnya dengan
nasib negara kita. Alangkah sedih dan
dilemanya kita membiarkan itu semua terjadi. Pendidikan adalah hal yang utama
dan paling pertama yang harus kita bedahi dari sekarang. Pendidikan akan
mempengaruhi karakter dan kepribadian suatu negara. Pendidikan mampu mendidik
anak cucu kita nanti dan seterusnya itu akan di berlakukan.
Adapun tujuan dalam sebuah pendidikan dasar
yaitu untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar kepada para siswa.
Ada keterampilan dasar ini adalah dasar untuk pendidikan lanjut. Pendidikan dasar juga selain dasar
untuk keterampilan individu, anggota, serta masyarakat. Adapun masalah sosial
yang berulang adalah masalah tawuran antar pelajara. Bentrokan pemuda, dan juga
bentuk-bentuk lainnya dari permasalahan sosial. Permasalahan dari penyakit
sosialisasi adalah kurangnya semata-mata kepekaan, serta rasa hormat terhadap orang lain yang berasal dari
kelompok yang berbeda.
Permasalah
sosial dan ketidak harmonisan khususnya agama merupakan tantangan bagi pendidik
untuk mempertahankan generasi berikutnya dalam upaya sebagai warga negara yang
domestik dengan karakter yang baik sebagaimana yang telah disusun dalam
Undang-undang Sisdiknas. Dan untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunana antar umat
beragama wajib dikembangkan di sekolah pada usia dini. Mungkin hal ini dia
anggap sangat mendesak bahwa ada yang mempromosikan program-program yang
kreatif sangat inovatif untuk mendukung wacana sipil yang positif terhadap
kalangan siswa. Agar siswa sejak dini sudah memahami arti perbedaan dan saling
menghormati antar kelompok atau agama.
Sebuah
penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak usian lebih memilih untuk
berinteraksi dengan teman-teman mereka. Dengan demikian ini menunjukkan adanya
hubungan antara teman-teman yang saling menghormati, saling membantu, saling
berbagi dan pada umumnya sopan satun terhadap orang lain. Dan konsep interaksi
teman sebaya adalah komponen penting dalam teori pembangunan sosial, dikutip oleh Rubin 2009.
Siswa harus dilatih untuk mendengarkan secara aktif dengan mempertahankan
kontak mata langsung , berdiri diam dan bergiliran di berbicara . Mereka juga diharapkan
mampu untuk berdiskusi dan menyumbangkan ide-ide serta bagaimana cara diskusi
yang baik dan benar.
pendidikan sekolah dasar, guru di
harapkan mampu mengawasi siswa setiap hari. Kemudian mereka tahu bagaimana
menyusun dan memfasiliti komunikasi teman sebaya, tentunya dengan cara yang
benar. Pada proses penyelesaian pendidikan
formal mereka, siswa akan memasuki dunia yang diaman kemampuan untuk
berinteraksi atau berhubungan yang sangat penting unntuk kebehasilan proses
individu. Ada sebab, pasti ada akibat. Sebaliknya
dampak dari ketidak mampuan seorang individu dalam berhungan dengan baik dapat
mendatangkan permasalan sosial.
Banyak
bukti yang mengarah ke kejadian- kejadian tersebut, seperti permasalahan
antaretnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas (2008), Ambon (2009),
Papua (2010), dan Singkawang (2010) hanya beberapa saja yang disebutkan. tanpa
ada tindakan atau langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan
terulangkembali. Bentuk-bentuk radikalisme telah mengganggu kohesi sosial dan
dapat menghasilkan saling tidak percaya di antara kelompok-kelompok sosial
dalam masyarakat. Kasus bunuh diri - pemboman gereja di Surakarta bulan lalu ,
misalnya , mungkin ( mudah-mudahan tidak ) menyebabkan dendam dan serangan
serupa terhadap masjid. Karena jelas cara ini mampu meningkatkan ketidak
harmonisan agama besar. Jadi seminamalisir kita mencegah kejadian itu terulang
kembali.
Sebuah laporan penelitian oleh Apriliaswati ( 2011 )
menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya dalam dukungan kelas wacana sipil
yang positif di kalangan siswa. Interaksi rekan dalam studi sosial , kelas
Indonesia dan Pancasila tidak perilaku mengganggu jika guru mengelola secara
efektif. Menjadi berisik tidak selalu negatif. Ini bisa menjadi bukti interaksi
interasi teman sabayan mampu menumbuhkan rasa salinng menghormati, tolong
menolong dan saling merhagai satu sama lain. Oleh karena itu , disarankan agar
mempromosikan interaksi sebaya harus dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan
rutin kelas. Sebagai siswa SD, anak-anak yang belum mampu memberikan alasan
informasi dan bukti dari argumen mereka tapi bisa mengekspresikan kesepakatan
dan ketidaksepakatan dengan cara yang sopan. Selain itu, para siswa tampak
percaya satu sama lain, tanpa adanya rasa ragu.
Sistem pendidikan kita
saat ini belum bisa memeberikan para siswa dengan kompetensi wacana
sipil. Di negara lain sebagai politisi dan biokat telah mendatangi
negara-negara yang ke kuasaan pendidikannya yang mereka peroleh sangat bangus
dalam akademi pendididikan. Sayang banyak juga dari negara kita tidak memiliki
kompetensi tersebut. Tentu kita masih ingat dengan periswa memalukan pda tahun
2010, ketika para anggota parlemen
saling lempar-melempar kata kasar dengan cara yang tidak bermoral alias tidak
sopan dalam sebuah forum persidangan yang disiarkan langsung di seluruh negara.
Dimana attitude seorang parlemen yang kita anggap orang-orang yang luar biasa.
Yang aslinya hanya dipenuhi oleh cara-cara yang tidak benar.
Para ahli dalam mendidik anak-anak sekolah, politisi
ini telah menetapkan contoh yang sangat miskin bagaimana berperilaku.
Menanggapi dari kejadian ini menunjukkan
bahwa pendidikan politik belum berbuat cukup untuk mempromosikan kompetensi dalam
wacana sipil. Ketika politisi dan birokrat gagal untuk mendidik masyarakat,
sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara
maksimal. Disini peran guru SD harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendorong pengalaman bermakna yaitu, interaksi dengan siswa lain dari agama
yang berbeda, etis dan interaksi kepada kelompok-kelompok yang lain. Ini
bertujuan agar siswa mengetahui perilaku dan bagaiman acara persikap yang baik
dan tentunya dalam konteks yang benar pula.
Ketika politisi dan birokrat sudah gagal untuk mendidik
masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk berfungsi secara
maksimal. Idealnya kebijakan harus ditegakkan dimana sekolah yang dikelola oleh
guru dan tenaga yang berbeda agama, etnis dan dari kelompok-kelompok sosial
yang berbeda. Kampus ini juga harus menyediakan tempat ibadah bagi siswa dari
semua agama. Siswa akan belajar bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan.
Dan ini akan menjadi bentuk efektif pendidikan agama dalam lingkungan sekolah
multikultural. Disini yang nama perbedaan dituntut keras untuk saling
menghormati satu sama lain, walaupun dari kelompok sosial yang berbeda.
Sedangkan Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal
harus mencakup pengetahuan etni, agama dan minoritas bahasa dan budaya.
Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau pengusaha - siswa
harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. Dengan demikian
didefinisikan, pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun
dan provinsi terhadap orang lain. Pada dasarnya, itu penempaan kamil insan,
yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap
pekerjaan atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis. Itu sangat
demokratis dalam menghargai sebuah perbedaan, dimana kita akan terlepas dari sikap
rabun akan sebuah profesi.
Adapun pendidkan
umum dan liberal, menurut Oxford
Learner’s Dictionary (1989-717), adjective Liberal berarti tolerant and
open-minded; free fromprejudice
yakni toleran (Arab: tasamuh),
berfikir terbuka, tidak picik dan tidak berburuk sangka. Sinonimnya adalah board atau general,
yakni luas atau umum. Vebra turunanya, to Literate atau liberalize,
berarti membebaskan. Pikiran yang luar berisi pengetahuan yang luas. Hidup pada
zaman kini sangat memerlukan pengetahuan yang luar agar kelak tidak ketinggalan
zaman. Pendidikan liberal adalah pendidikan yang diniati untuk memperluas
wawasan (maha)siswa, tidak sekedar pelantikan teknis, dan profesional.
The Great Books adalah buku yang menawarkan teks klasik yang memilki nilai sejarah dan
kebenaran yang sangat tinggi, yang harus tetap dipelajari dan dijadikn sebagai
sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini. Cara yang
muda untuk mengajarkan pendidikan liberal adalah dengan menjadikan buku-buku
klasik sebagai bacaan wajib bagi para mahasiswa. Dan tantangan terbesar bagi
pendidikan liberal adalah sejauh mana pendidikan liberal mampu menanamkan
prisnsip-prinsip pendidikan. Agar para lulusan di harapakan bisa menghadapi
tantangan perubahan dunia. Karena kehidupan ini pasti akan selalu di ikuti oleh
perubahan.
Dalam kehidupan
sehari-hari kita jauh lebih mudah mempelajari hal-hal yang bersifat umum
kemudian ke hal-hal yang bersifat lebih khusus. Bukan sebaliknya yaitu dari
khusus ke umum. Untuk itu kurikulum S1 harus diberkati mahasiswa kompetensi
dalam tiga hal sebagai berikut:
(1)
Akademik: menulis, matematika, sains;
(2)
Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi;
(3)
Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang
hayat.
Dalam wacana
pendidikan istilah pendidikan umum sering dipertukar dengan pendidikan liberal
karena fungsinya hampir sama makanya dalam lingkup pendidikan umun sering di
kaitan dengan pendidikan liberal. Fungsinya juga hampir sama, yaitu menyiapkan
individu sebagai pribadi utuh, bukanya menyiapkan tenaga vokasional. Adapun
perpedaan antar keduanya yaitu, pendidikan liberal lebih fokus terhadap mata
pelajar sebagai warisan tradisis (klasik) dan lebih mengembangkan aspek
intelektual. Sedangkan pendidikan umum lebih fokus terhadap pengembangan
pribadi dalam skala yang lebih luas tidak sekedar aspek intelektual, tetapi
semua aspek, yang meliputi intektual, emosi, sosial, dan moral peserta didik.
Manusia sebagai
makhluk yang dimensional. Rosovsky (1990) menyebut lima indikator dalam
pendapatnya tentang standar pendidika liberal, yang meski dimiliki oleh lulusan
S-1 di AS, yaitu: (1) mampu berfikir dan memnulis secara jelas dan efektif atau
mampu berfikir kritis, (2) mampu mengapreasasi secara krisis cara kita
memperoleh pengetahuan dan memahami alam semesta (yakni menguasai dasar-dasar
metode matematika dan eksperimen dalam pengetahuan fisika dan biologi), (3)
tidak buta terhadap budaya-budaya asing,
(4) memiliki pengetahuan dan pengalaman memikirkan persoalan-persoalan moral
dan etika, dan terakhir (5) memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu,
yakni apa yang diistilahkan major atau
konsentrasi, yakni bidang keahlian.
Pendidikan liberal
pada umumnya, para ahli menyebutkan dimensi-dimensi sebagai berikut:
·
Dimensi intelektual
Descartes berkata: “aku
berfikir, karena itu aku berbeda”. Dalam Al-qur’an banyak ayat yang
memerintahkan agar manusia mau bertafakur, berakal, berfikir, dan sejenisnya.
Melakukan tafsir, analisis, sintesis, evaluasi, argumen, komparasi dan kontras.
Dilihat manusia dan binatang sama-sama memiliki bentuk fisik bernama brain atau
otak. Namun, hanya manusia yang dapat memfungsikannya untk berfikir atau
bernalar sebagai pekerjaan non-fisik. Manusia juga seperti binatang mampu
melakukan pekerjaan fisik seperti berlari. Yang membedakan manusia memiliki
rasio untuk melakukan pekerjaan non-fisik itu. Pendidikan umum pada dasarnya
atau sejatinya membekali manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu
mengenal potensi intelektual dirinya agar perilakunya terpadu oleh kekuatan
intelektual.
·
Dimensi fisik
Manusia tercipta dari tanah,
hidup di atas dunia memakmurkan dunia dengan segala macam profesi yang
dimiliki, dan dikembalikan lagi (dikubur) ke dalam tanah [simak QS Al A’ra:
10-12]. Pendekatan fisik atau biologis terhadap manusia menjelaskan struktur
tubuh manusia yang sangat sempurna dibandingkan dengan binatang. Struktur fisik
demikan itu menentukan fungsi yang bisa diperankan oleh manusia. Bagaimanacara
manusia berinteraksi dengan alam sekitarnya bergantung pada sebagai mana
memanfaatkan potensi-potensi fisiknya ini. Kajian ilmiah ihwal fisik manusia
dilakukan oleh biologi dengan segala cabangnya. Pendidikan umum sejatinya
membekali manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu mengenal dirinya
sendiri secara fisik.
·
Dimensi emosional
Kehidupan atau life menjadi kajian biologi, atau
pikiran atau mind adalah kajian yang
psikologis; yakni mencangkup aspek-aspek mental atau psikis dari segala yang
hidup (Phenix: 1964), yakni untuk memenuhi kebutuhan biologisnya untuk bertahan
dan menyelenggarakan dirinya yang memunculkan dorongan atau motivasi seperti
rasa takut, marah, cinta, dan senang. Pendidikan umumnya membekali manusia
dengan pengetahuan sehingga ia mampu mengendalikan emosi-emosinya.
·
Dimensi moral dan spiritual
Sesuai dengan fitrahnya,
manusia cenderung mempercayai hal-hal yang dapat kuasa dirinya. Dalam lintasan
sejarah tercatat manusia yang menyembah pohon besar, batu, sungai, roh leluhur,
dan dzat kuasa yang berbeda dari dirinya dan alam semesta. Pengakuan akan kuasa
dan proses pencitraan Tuhan tersebut dimanifestasi dalam berbagai bentuk ritual
ibadah yang dirasakan sangat membahagiakan. “sebagai bentuk kristalisasi keimanan, agama menjadi wadah bagi setumpuk penghargaan” (Ahmad: 69).
Pendidikan umum harus membekali manusia pemahaman akan dirinya dan orang lain
sebagai makhluk hidup berdimensi moral dan spiritual.
·
Dimensi keterampilan (praktis)
Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia melakukan hal-hal praktis dan untuk mempertahankan kehidupannya ia
harus melakukan hal-hal praktis seperti menyalakan kompor, mesin cuci,
mengganti air karbutator, dan sebainya. Dalam konteks ini ditempatkan oleh
pendidikan vokasi. Pendidikan umum harus membekali manusia dengan kemampuan
melakukan hal-hal praktis secara benar dan membawa kemaslahatan.
Indonesia kurang mengenal konsep language art, dan para guru lebih mengenal istilah “bahasa dan
sastra”. Ini dapat dimaklumi, karena para guru bahasa (Indonesia) terbagi
kedalam dua kelompokyang tampaknya saling bersebrangan atau bertentangan: guru
bahasa dan guru sastra. Pada tahun 1990-an muncul wacana perlunya guru sastra
tersendiri, karena aspresiasi siswa terhadap sastra di nilai lemah sehingga
perlu ada pembenahan pedagogik. Walaupun jumlah guru peminat sastra jauh lebih
sedikit dibanding dengan guru peminat bahasa atau linguistik. Demikian pula
halnya dengan dosen di fakultas sastra. Kemudian adanya dikonomi guru bahasa vs
guru bahasa sastra ini kemudian menjadi paradigma yang keliru dengan bahasa dan
sastra [wacana 6.1 learning literature
from elementary through hight school].
Para guru bahasa tampil di kelas mencerminkan keyakinan
(paradigma) yang terpenting adalah penhajaran bahasa. Seperti yang telah
digambarkanoleh Grossman, Schoenfed, dan Lee (dalam Darling-Hammond dan
Bransfrord, 2005), dalam pembelajaran bahasa Inggris di seklah-sekolah di AS
sekarang ada empat pendekatan yang menjadi pilihan guru, yaitu: (1) pendekatan
keterampilan dasar, yang bertujuan untuk membangun keterampilan membaca,
menulis, berbicara dan mendengarkan; (2) pendekatan perkembangan personal, yang
tujuannya membantu siswa membangun dirinya lewat kegiatan membaca dan menulis;
(3) pendekatan keilmuan (disciplinary),
yang bertujuan untuk menyiapkan siswa berpraktik sastra dan menulis ; dan
terakhir (4) pendekatan literasi krisis, dengan tujuan utama membantu siswa
menggunakan literasi untuk melakukan kritik terhadap lingkungannya.
Jadi metode apapun yang digunakan
dalam pengajaran intinya hanya satu membuat para siswa mau membaca dan menulis.
Serta emahami akan budaya literasi atau yang di kenal pendidikan umum atau
pendidikan liberal. Kedua ini saling berkaitan dimana masing-masing mempunyai
fungsi yang hampir sama. Adapun perpedaan antar keduanya yaitu, pendidikan
liberal lebih fokus terhadap mata pelajar sebagai warisan tradisis (klasik) dan
lebih mengembangkan aspek intelektual. Sedangkan pendidikan umum lebih fokus
terhadap pengembangan pribadi dalam skala yang lebih luas tidak sekedar aspek
intelektual, tetapi semua aspek, yang meliputi intektual, emosi, sosial, dan
moral peserta didik. Kedua juga memiliki peran dan kedudukan yang sama dalam
literasi.
Kesimpulan.
Saya akan mengulas kembali apa yang sudah dipaparkan oleh
pak Chaedar. Ketika semua bangsa bisa memperhatikan kualitas
bangsanya tentu itu bukan hal yang mudah. Apakah sebuah negara yang maju harus
mempunyai sistem pendidikan baik? Bukankah di semua negara sudah menyusuk
pendidikan dengan baik bahkan sampai mendetail. Namun demikia, mengapa masih ada kata negara atau bangsa
yang tidak maju? Jawabannya ada pada kita semua. Lanyak ditunjukkan kepada kita
dan jawabannya ada pada kita juga.
Sistem pendidikan kita
saat ini belum bisa memeberikan para siswa dengan kompetensi wacana
sipil. Di negara lain sebagai politisi dan biokat telah mendatangi
negara-negara yang ke kuasaan pendidikannya yang mereka peroleh sangat bangus
dalam akademi pendididikan. Ketika politisi dan birokrat sudah gagal untuk
mendidik masyarakat, sekolah harus dikembalikan dan diberdayakan untuk
berfungsi secara maksimal. Idealnya kebijakan harus ditegakkan dimana sekolah
yang dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama, etnis dan dari
kelompok-kelompok sosial yang berbeda.
Sedangkan Dalam konteks Indonesia, pendidikan liberal
harus mencakup pengetahuan etni, agama dan minoritas bahasa dan budaya.
Terlepas dari karir mereka - politisi, insinyur, petani, atau pengusaha - siswa
harus diberikan pengetahuan yang memadai di daerah-daerah. The Great Books adalah buku yang menawarkan teks klasik yang
memilki nilai sejarah dan kebenaran yang sangat tinggi, yang harus tetap dipelajari
dan dijadikn sebagai sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
sekarang ini.
Kurikulum S1
harus diberkati mahasiswa kompetensi dalam tiga hal sebagai berikut:
(1)
Akademik: menulis, matematika, sains;
(2)
Aplikasi: berfikir kritis, belajar yang terintegrasi dan teraplikasi;
(3)
Keterampilan lunak: etika, kerja sama, kebinekaan, dan belajar sepanjang
hayat.
Standar
pendidika liberal, yang meski dimiliki oleh lulusan S-1 di AS, yaitu: (1) mampu
berfikir dan memnulis secara jelas dan efektif atau mampu berfikir kritis, (2)
mampu mengapreasasi secara krisis cara kita memperoleh pengetahuan dan memahami
alam semesta (yakni menguasai dasar-dasar metode matematika dan eksperimen
dalam pengetahuan fisika dan biologi), (3) tidak buta terhadap
budaya-budaya asing, (4) memiliki
pengetahuan dan pengalaman memikirkan persoalan-persoalan moral dan etika, dan
terakhir (5) memiliki pengetahuan mendalam di bidang tertentu, yakni apa yang
diistilahkan major atau konsentrasi, yakni bidang keahlian.
Pendidikan umum pada dasarnya atau sejatinya membekali
manusia dengan pengetahuan sehingga dirinya mampu mengenal potensi intelektual
dirinya agar perilakunya terpadu oleh kekuatan intelektual.
·
Dimensi Intelektual
·
Dimensi fisik
·
Dimensi emosional
·
Moral dan spiritual
·
Dimensi keterampilan
Di AS
sekarang ada empat pendekatan yang menjadi pilihan guru, yaitu: (1) pendekatan
keterampilan dasar, yang bertujuan untuk membangun keterampilan membaca,
menulis, berbicara dan mendengarkan; (2) pendekatan perkembangan personal, yang
tujuannya membantu siswa membangun dirinya lewat kegiatan membaca dan menulis;
(3) pendekatan keilmuan (disciplinary),
yang bertujuan untuk menyiapkan siswa berpraktik sastra dan menulis ; dan
terakhir (4) pendekatan literasi krisis, dengan tujuan utama membantu siswa
menggunakan literasi untuk melakukan kritik terhadap lingkungannya.