critical review 1 Toleransi Beragama Bertumpu Pada Pendidikan Anak Negeri

Toleransi Beragama Bertumpu Pada Pendidikan Anak Negeri
(By: Alifah Rohmatilah)
Kasus yang merebak dimana-dimana telah mencoreng nama baik bangsa Indonesia.Sudah tentu masalah ekonomi yang tak pernah menemukan titik temu, ditambah lagi masalah social dengan mencerminkaan manusia-manusia tidak bermoral. Perbedaan agama, ras, dan budaya menjadi pemicu masalah social yang ada. Perbedaan menjadi ciri-ciri pemegang kekuasaan yang menang dan yang kalah. Mereka tidak mau tahu dampak dari perbuatannya akan sperti apa. Rasa kesatuan dan persatuan sepertinya sudah tidak ada dalam jati diri mereka Semua telah hilang kendali, tidak bisa mengontrol pribadi mereka sebagai orang-orang yang waras.

Pendidikan menjadi imbas atas fenomena permasalahan yang ada. Pendidikan prioritas utama dalam membangun individu yang yang bermoral. Maju atau tidaknya bangsa diukur dari kualitas pendidikan di Negara itu sendiri. Pendidikan adalah segala usaha yang ditempuh dalam bidang keilmuan atau pengetahuan, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemahamannya tentang pengetahuan. Pendidikan tidak hanya dalam pengetahuan saja, tetapi pendidikan untuk membangun karakter seseorang menjadi terdidik. Tentunya orang yang terdidik adalah orang yang tidak pernah menyalahi aturan, dia mengetahui perbuatan yang benar atau perbuatan yang salah. Artinya seseorang harus menyadari bagaimana ia harus jujur, berbuat baik, dan menjauhi perbuatan yang salah.
Bangsa Indonesia ini tumbuh dari berbagai buadaya, suku bangsa, bahasa, dan agama.  Dalam menyatukan semua perebdaan ini dibutuhkan, kesiapan, kepercayaan, saling mengenal, dan saling mengetahui satu sama lain. Perbedaan ras dan agama bukanlah sebuah masalah, akan tetapi perbedaan itu yang menjadi cirri khas bangsa ini menjadi lebih bervariasi. Dari perbedaan itu pula yang akan saling melengkapi satu sama lain. Ketika dirundung persoalan, semuanaya akan saling membantu dan bisa menutupi kekurangan yang ada pada bangsa Indonesia. Akan tetapi, seperti yang saya uraikan diatas orang-orang Indonesia tidak pernah memiliki rasa persatuan dan kesatuan antar sesama. Oleh karena itu, seharusnya anak-anak bangsa atau khususnya bagi anak didik dibekali nilai-nilai sosial dan dipupuk dengan pendidikan yang lebih mengacu kepada moral, agama, budaya, etnis, dan sebagainya.
Memang seperti yang dikatakan oleh Mr. Chaedar dalam artikelnya yang berjudul “classroom discourse to foster religious harmony” (2012) bahwa masalah social menjadi sebuah ancaman bangsa Indonesia, karena sikap dan perilaku mereka tidak seperti manusia yang sesungguhnya. Banyak sekali perbuatan yang diluar batas seperti tawuran pelajar dan pemboman tempat ibadah atau gereja. Sebenarnya itu adalah tindakan yang diluar batas sebagai seorang pelajar, atau sebagai umat muslim. Pelajar adalah orang yang didik untuk merubah sikap dan karakter, serta orang yang dibimbing mendapatkan pengetahauan menjadi orang yang berguna.
 Kerukunan agama menjadi salah satu permasalahan bagi bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia kurang fahamnya untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama. Salah satu yang harus ditempuh oleh bangsa Indonesia dalam kasus ini adalah kerukunan agama di sekolah yang harus dikembangkan sedini mungkin. Peserta didik menjadi sasaran utama untuk bisa dibina atau dimbimbing ke arah yang baik. Konflik social ini membuat para pendidik harus melakukan upaya dalam mengatasi persoalan yang sedang dihadapi. Peran serta pendidik harus menerapkan program-program kreatif dan inovatif.
 Pada umumnya siswa lebih banyak melakukan interaksi dengan rekan-rekan sekelas.    Memang seperti kutipan pak Chaedar dari seorang ilmuwan (Rubin, 2009) yaitu dalam konteks sekolah adalah hubungan ineraksi atau sosialisai siswa dimana menghormati rekan-rekannya, membantu, berbagi, dan umumnya sopan terhadap satu sama lain. Konsep interaksi dengan rekan sebaya adalah komponen penting dalam teori pembangunan social. Dalam pengaturan multicultural, siswa berasal dari latar belakang etnis, agama dan social yang berbeda dan pola pikir mereka dominan dibentuk oleh latar belakang mereka. Sesungguhnya program sekolah harus memfasilitasi interaksi siswa untuk mengembangkan wacana sipil yang positif.
Peran pendidik dan pendidikan harus menjadi penopang unguk terciptanya hubungan social yang damai. Pendidik yang ideal, yaitu mempunyai latar belakang etnis, agama, dan social yang berbeda. Metode pengajaran dalam semua mata pelajaran harus menciptakan diskusi yang efektif agar mereka saling bertukar pendapat dan mengenal satu sama lain. Untuk persoalan seperti ini juga penerapan pendidikan liberal secara maksimal dengan tujuan untuk membebaskan siswa dari sikap ketidaktahuan terhadap orang lain disekelilingnya. Pada dasarnya  menjadikan manusia yang insan kamil.
Masalah social menjadi tuntutan bangsa ini, moral anak negeri menjadi tercoreng akibat aksi yang dilakukan orang-orang yang tidak memiliki sisi kemanusiaan. Seakan-akan bangsa ini terus dirundung persoalan yang pelik dan menyedihkan. Status bangsa akan semakin jelek, taka tahu harus menaruh muka dimana? Semua perbuatan orang dewasa ini akan berimbas pada hal-hal yang kecil khususnya pada anak-anak. Anak-anak menjadi perhatian pendidik untuk menyelamatkan mereka dari jerat kejahatan social.
 Manusia pemeran utama untuk menjadi insan kamil, maka segala sesuatunya harus merujuk dari tingkatan yang paling bawah. Artinya bahwa untuk menjadikan insan kamil di sini, manusia harus di didik sejak anak-anak. Pendidikan pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh yang sangat esensial, karena masa kanak-kanak adalah masa diman anak memebutuhkan pengetahuan yang baru atau pengalaman baru. Pendidikan adalah proses peradaban dan pemberadaban manusia. Pendidikan adalah aktivasi semua potensi dasar manusia melalui interaksi anatara manusia dewasa dengan yang belum dewasa  (Sudarmawan Danim, 2010).
Pendidikan formal menjadi bahan tinjauan berdasarkan artikel/wacana yang dipaparkan oleh pak Chaedar. Pendidikan formal mencakup komponen seperti gedung sekolah (kelas), guru dan siswa.  Semua komponen akan berpengaruh terhadap keberlangsungan belajar dan mengajar.  Dalam konteks seperti ini bahwa anak didik memegang peran penting dalam membentuk manusia yang peduli terhadap social. Anak didik merupakan salah satu subjek atau pelaku yang diberikan bimbingan. Lebih tepatnya anak-anak menunut ilmu, mendapatkan pembelajaran dari sosok seorang pemimpin yaitu guru.
Keberlangsungan pembelajaran peserta didik tidak akan terlepas dari kegiatan social didalam kelas atau sekitar lingkungan sekolah. Peserta didik akan saling berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.  Antar siswa akan saling mengenal satu sama lain, sekolah adalah tempat yang paling cocok untuk belajar bersosialisasi. System social disekolah yang terbentuk seperti perangkat tata tertib atau peraturan sekolah menjadi system nilai yang mengendalikan dan mengikat perilaku anak, yang menuntut anak tunduk dan mematuhinya (Syaiful Bahri D, 2000).
 System social juga sangat mendukung untuk mendidik anak disiplin terhadap peraturan. Disamping itu didukung dengan kegiatan social di dalam kelas, misalnya melakukan diskusi untuk menyelesaikan soal matematika. Saya menyetujui metode diskusi menjadi satu rujukkan untuk menciptkan kerukunan. Dengan seperti itu, maka akan terbangun kerja sama yang baik untuk memecahkan persoalan. Sebaiknya metode diskusi diterapkan dalam semua mata pelajaran. Agar mereka tau bahwa untuk memecahkan persoalan tidak hanya dilakukan sendiri, tetapi juga membutuhkan orang lain. Selain itu juga akan tumbuh rasa saling menghargai, menghormati, dan kesatuan.
  Stratifikasi social menjadi sorotan untuk mempertimbangkan kembali apakah benar anak-anak bisa dijadikan pemula dalam menjaga kerukunan. Menurut Oemar Hamalik (2007) sikap seorang anak terhadap anggota kelompok lainnya dipengaruhi oleh kelompoknya; anak yang berbeda ras, kebangsaan, dan latar belakang social akan saling menyukai apabila bermain bersama dalam situasi yang sama; kebanyakan anak memilih temannya dari kelas sosioekonomi yang sama. Jadi memang anak-anak  pada dasarnya bisa dibilang seperti layangan harus butuh sosok seorang penarik atau guru. Ada saatnya mereka harus ditarik untuk diberi pengajaran tentang toleransi. Ada saatnya juga dilepas karena tidak mungkin harus dipaksa, mereka juga mempunyai pilihan.
Akan tetapi guru juga berperan sebagai kunci pribadi, seorang guru harus bisa menunjukan pribadi yang baik. Siswa akan lebih segan ketika diatur oleh gurunya, siswa tidak akan mengelak apa yang diperintahkan oleh gurunya. Guru sangat memegang peran penting dalam interaksi social. akan lebih tepatnya seorang guru harus bisa menciptakan kedaan susuana dikelas menjadi hangat, demokratis, serta menghargai pendapat siswanya. Sikap saling menghargai tak mungkin tumbuh pada anak-anak apabila guru sendiri tidak menunjukan sikap menghargai terhadap individu para siswanya (Oemar Hamalik, 2007). Tidak hanya interaksi sesama teman bahwa interaksi seorang guru juga sangat berpengaruh.
Seiring dengan berjalanya waktu, maka karakter anak akan mudah terbentuk. Asalkan harus selalu dibawah pengawasan seorang guru. Selain itu maka jenis penerapan pendidikan harus menunjang, karena pendidikan yang lebih utama. Bagaimana siswa akan mendapatkan pembelajaran dari guru. Untuk menciptakan kerukunan beragama, serta tetap mempertahankan konsep pendidikan liberal. Selain pendidikan tentang toleransi yang tercantum dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Sebenarnya pendidikan agama bukan tidak memikirkan aspek social tetapi mata pelajaran agama memang pada dasarnya untuk membekali siswa menjadi umat muslim yang beragama, mengenal agama yang dianut secara mendalam, serta mendidik anak berakhlak mulia. Oleh karena itu, tidak ada salahnya mencapai kerukunan umat beragama siswa harus didik melalui pendidikan agama.
Maju atau mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan negara itu. Pengajaran agama berkaitan dengan proses pendidikan dalam lembaga pendidikan formal dan non-formal. Pengajaran agama dengan jelas telah diatur di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 12 ayat (1a) dengan jelas menyebutkan bahwa pengajaran agama (di dalam undang-undang tersebut disebutkan pendidikan agama) harus diberikan disemua satuan pendidikan baik formal maupun non-formal. Bahkan di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah asing harus memberikan pelajaran agama dari pengajar yang seagama dengan peserta-didik.
Di era saat ini memang yang dibutuhkan adalah pendidikan agama dibarengi dengan multikultural. Mengingat memang bangsa Indonesia terdiri dari ras, budaya, dan agama yang bervariasi atau multikulturalisme. Seharusnya pendidikan agama berdampingan dengan itu, seperti yang dikatakan pak Chaedar saya setuju, akibat perkembangan zaman seharusnya pendidikan liberal mencakup agama, etnis, dan budaya. Sebenarnya yang diharapkan adalah siswa menjadi siswa yang faham akan pengetahuan ilmiah untuk bisa berfikir kritis, tetapi mereka juga tidak terlepas dari pendidikan keagamaannya.
Sejatinya pedidikan agama juga harus berdampingan pendidikan liberal, karena pendidikan ini yang sesuai dengan status dengan Negara demokratis. Dengan seiringan perkembangan zaman dibutuhkan manusia-manusia yang mempunyai wawsan luas, berpikir keritis, tetapi tetap mempertahankan metode diskusi. Karena ini bukan lagi zaman yang mengandalkan segala sesuatunya dengan cara tradisional. Semua harus berjalan sesuai dengan fakta, dan semua harus seimbang dengan tantangan zaman yang ada. Jika seperti itu, konsep rekayasa lierasi yang pernah pak Chaedar bahas di bab sebelumnya akan saling terkait atau tidak? yang mengaitkan empat dimensi itu. Hanya satu dimensi saja yang menurut saya tepat dengan wacana ini yaitu dimensi sosiokultural. dimensi yang berfokus pada kelompok. Dimensi ini bisa diterapkan dalam metode pengajaran disekolah.

Akan tetapi tidak hanya berporos pada pendidikan liberal saja, sebenarnya pendidikan kewarganegaraan juga merupakan satu hal penting untuk memupuk toleransi. Karena tujuan dari pendidikan kewarganegaraan, agar setiap individu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki sikap disiplin terhadap berangsa dan bernegara, membela negara dan bermasyarakat yang baik. Tentu sikap bertoleransi ini sudah menyatu didalamnya, sesuai dengan point-point penting dasar Negara yaitu “Pancasila”. Disamping itu semboyan Indonesia masih berdiri yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.
Kata-kata pancasila dan bhineka tunggal ika sudah terlalu sering diungkap, untuk meningkatakan rasa persatuan dan kesatuan maka selaulu merujuk pada kata-kata itu. Kata perdamaian atau kemerdekaan sepertinya belum usai. Melihat fenomena permasalahan yang ada sama sekali tidak menjamin dan tidak sesuai fakta. Haruskah kembali ke masa reformasi? Sosok demokratis bangsa Indonesia yang mengusung tema kebebasan, sejatinya tidak bisa dikatakan lagi seperti itu. Kebebasan seakan-akan dianggap sebagai sesuatu yang sesat melakukan aksi yang semaunya tanpa melirik aturan hukum yang ada.
Sebenarnya semua landasan untuk menjaga toleransi sudah tersedia. Penerapan pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan pancasila. faktanya status kerukunan beragama masih menimbulkan permasalahan. Perlunya pembenahan diri yang berfokus pada pendidikan kah? Atau kebijakan lain lain untuk menyelaraskan perbedaan. Sepertinya kita harus menengok Negara lain yang memiliki kerukunan dalam beragama. Berdasarkan laporan dari PostNews- Salah satu gambaran toleransi umat beragama adalah Negara jerman, dimana salah stau sekolah dasar  di Osanbruck para siswanya terdiri dari latar belakang agama yang berbeda yaitu islam, yahudi, dan katolik. Tujuannya adalah untuk menanamkan toleransi beragama sejak dini. Disana para murid diperkenlakan hari raya keagamaan masing-masing dan mereka diajarkan untuk saling bertoleransi dengan berbeda agama. Selai itu juga didnding kelas mereka di temple dengan tiga lambang keagamaan.
Ternyata di Indonesia juga ada kegiatan toleransi beragama, seperti yang dilaporkan oleh REPUBLIKA.CO.ID- salah satu unviersitas katolik Jakarta yati Unika Atma Jaya Jakarta menanamkan toleransi beragama. Ternyata mahasiswa disana tidak hanya umat katolik, tetapi orang islam pun ada.  Pihak Unika Atma Jaya sudah memfasilitasi ruangan untu sholat dan selian itu juga memfasilitasi mukena dan sarung.  Selain itu juga tidak ada peraturan yang mengikat, misalnya ketika jadwal kuliah bertepatan dengan hari jum’at bagi umat muslim, mereka dipebolehkan untuk sholat jum’at. Ini menjad cerminan untuk kedepannya.
Berdasarkan paparan pak Chaedar sekolah seharusnya menyediakan tempat ibadah agama lain selain mesjid. Mengingat mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama islam, maka tempat yang disediakan adalah mesjid. Seharusnya tempat ibadah juga menjadi salah satu hal yang penting. Memang benar menurut Chaedar salah satu cara untuk memupuk toleransi adalah dengan tersedianya tempat ibadah, sesuai dengan latar belakang agama yang di anut dalam suatu lembaga tersebut. Akan tetapi mereka tidak terlepas dari pengajaran yang sudah saya paparkan diatas bahwa siswa harus diberikan bekal pendidikan agama, kewarganegaraan yang efektif.
Namun terkadang tanpa disadari kita sosok umat muslim dewasa atau guru terlalu sering membahas sisi negatif tentang paham agama lain, sebenarnya hal seperti itu tidak mesti di ungkap karena secara tidak langsung anak didik akan berpikir bahwa agama lain itu adalah musuh. Jadi penilaian mereka terhadap agama lain akan negative, untuk apa bertoleransi dengan orang yang berbeda keyakinan. Memang kita perlu tahu hal itu tapi dengan sewajarnya saja, tak perlu bersiasat mengungkap kejelekan tentang agama lain, karena sebenarnya sudah tertera dalanm Q:S Yunus:40-41, yang Artinya:“di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan”. Kata yang bergaris bawah dimaksudkan bahwa islam mengajarkan untuk menghargai perbedaan-perbedaan, karena setiap manusia memiliki hak.
Qur’an Surat diatas sudah cukup jelas islam mengajarkan umatnya untuk bertoleransi. Disamping itu kita harus menengok kembali ke era reformasi, sebenarnya pemerintah telah berupaya untuk mencegah dan meredam konflik pertikaian yang melibatkan etnis dan agama melalui berbagai kebijakan seperti diterbitkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Semuanya sudah cukup jelas sumber hukum islam dan sumber hukum Negara.
Untuk mencapai kerukunan beragama maka salah satu sasarannya adalah siswa. Siswa harus didik dari sedini mungkin diberikan pendidikan yang memadai. Yang paling utama adalah  pendidikan karakter siswa agar memiliki akhlak mulia melalui pengajaran agama. Pendidikan agama menurut saya yang paling utama dari pendidikan lainnya. Membekali siswa untuk tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang mereka anut masing-masing. Sehingga ketika diperkenalkan dengan agama yang berbeda mereka tidak akan tergoyahkan, dan akan mengetahui satu sama lain.
Selain itu tidak terlepas dari pendidikan umum seperti pendidikan kewarganegaraan yang memperkenalkan mereka arti persatuan dan kesatuan. Tentunya akan berkaitan dengan toleransi, yaitu saling menghargai dan menghormati satu sama lain, meskipun dari latar belakang agama, budaya yang berbeda. Siswa harus diajarakan untuk tidak mendiskriminasi dalam hal memilih teman. Tak lepas dari itu bahwa pendidikan umum harus berdampingan dengan pendidikan liberal. Metode pengajaran pun harus dikembangkan kembali, terutama membiasakan metode diskusi dalam setiap mata pelajaran.
Ketika bangsa ini harus kehilangan manusia-manusia yang beradab, maka sebagai seorang yang peduli terhadap bansga ini tak mau menyerah membiarkan begitu saja. Upaya apa pun harus ditempuh, semua harus mencari solusi dengan penataan kembali dalam system pendidikan. Peran utama dalam pendidikan disekolah adalah guru, seorang guru harus bisa mengatur, membimbing, dan memdidik para siswanya untuk menjadi manusia yang berpotensi. Semua manusia di dunia ini sama, mereka memiliki akal dan pikiran yang diberikan ALLA SWT untuk menjadi manusia yang berguna dan saling mengasihi satu sama lain. Tidak ada yang membedakan antara indvidu yang satu dengan yang lain. Hanya bagaimana ia bisa menjalankan agama sesuai yang diperintahkan-Nya.   





REFERENSI
Danim, Sudarmawan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta Bandung
Hamalik, Oemar. 2007. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment