Class Review 3: DESTINASI LITERASI DI KANCAH INTERNASIONAL



DESTINASI LITERASI DI KANCAH INTERNASIONAL
By: Astri Rahayu


Apakah kalian pernah  menonton “KUBHI KUSHI KUBHI GHAM” atau “KUCH KUCH HOTA HAI?” dengan tariannya yang begitu heboh karena mereka menggunakan penari hampir satu RT. Suatu dukungan koreografi yang spectacular. Lagu dan tarian di film Bollywood juga hampir menjadi sesuatu yang harus ada. Cerita yang membuat kita sampai menangis tersedu-sedu, menyita air mata. Benar-benar film yang mayoritas selalu happy ending walau kadang berawal dari alur cerita yang sangat mengharukan. Itulah kesan ketika saya menonton kedua film yang saya sebutkan di atas.  Apakah kalian familiar dengan artis ganteng seperti Shahruk Khan, Salman Khan dan Hrithik Roshan?  Pasti kita semua sudah tidak awam lagi. Kemajuan dunia Industri perfilman BOLLYWOOD  menjadi salah satu bukti bahwa India menjadi tempat destinasi literasi yang maju saat ini.

Apakah kalian juga pernah mendengar film-film film superhero atau Hollywood Heroic seperti, AFTER EARTH dan IRON MAN?  Film yang membuat penonton dimanjakan dengan animasi dan efek-efek film yang menggunakan kemajuan teknologi yang sudah maju. Membuat kita semua terpana dan terkagum-kagum akan kecanggihan teknologi yang dipakai, seperti di film After Earth. Jelas dipertontonkan secara mekanis sistem pesawat luar angkasa dengan berbagai macam system dan fungsinya yang digunakan.

 Mereka menggunakan efek visual yang mengagumkan didirikan pada tahun 2002 oleh Allan Magled, Berj Bannayan dan Mike Mombourquette, Soho VFX adalah media house dengan layanan untuk animasi 3D dan compositing. Daftar penghargaan untuk efek visualnya cukup panjang dan mengesankan. Di antaranya adalah X-Men Origins: Wolverine, The Chronicles of Narnia: The Lion, The Witch and the Wardrobe, The Twilight Saga: Breaking Dawn – Bagian 1 dan Bagian 2, dan Rise of the Planet of the Apes untuk 20th Century Fox. Puluhan atau mungkin ratusan film yang sudah dihasilkan di Hollywood. Kita harus mengetahui bahwa dari kedua contoh di atas seperti Bollywood dan Hollywood merupakan bukti bahwa film juga menjadi penentu kemajuan suatu bangsa.

Majunya suatu peradaban bangsa tidak hanya ditentukan faktor pendidikan, ekonomi, sosial, maupun politik. Tetapi juga faktor budaya yang salah satunya adalah seni film. Seni film merupakan sekian dari bentuk budaya modern yang harus dilestarikan di samping budaya tradisional. Sebab, jika budaya film berjaya akan menentukan kemajuan bangsa termasuk bangsa Indonesia.

Hal itu diungkap sutradara film Damian Dematra dalam Meet and Greet Bintang Film Layar Lebar Si Anak Kampoeng, Damian yang merupakan sutradara film ‘Si Anak Kampoeng’ mengatakan seharusnya bangsa Indonesia berkaca kepada Amerika Serikat (AS) yang maju karena industri film Hollywood-nya. Film-film yang disajikan dari Hollywood selalu bermutu dan diminati masyarakat dunia sehingga industri film di negeri Paman Sam tersebut selalu berkembang tiap tahunnya.

Selain itu contoh bukti budaya literasi yang berkembang di kancah Internasional terdapat di India. Mengapa saya mengambil sampel Negara India?  Seperti dijelaskan oleh Mr.Lala sebagai coach Writing pada pertemuan keempat ini, 19 Februari 2014. Beliau menjelaskan bahwa di India, budaya literasi itu sudah sangat maju. Dibuktikan dengan system pendidikan disana yang dituntut untuk banyak menulis, contohnya ketika ulangan maka mahasiswa harus menulis di kertas dengan jumlah halaman yang sangat banyak. Dosen-dosen disanapun memiliki standar yang tinggi dalam menilai karya tulis mahasiswa. Tidak tanggung-tanggung, ketika tulisan itu jelek atau terdapat kesalahan penulisan maka karya tulis itu harus diperbaiki dan ditulis kembali. Pasti sangat melelahkan.

Banyak sekali penulis-penulis India yang terkenal seperti Arundhati Roy (pemenang Booker Price pada The God of Small Things), Jumpha Lahiri (pemenang PulitzerPrize melalui “Interpreter of Maladies”, Kalidasa (dramawan, pencipta Shakuntalam), Manis Suri (novelis), dll. Begitu banyak penulis terkenal yang bisa menciptakan buku atau karyanya maka terlihat kemajuan literasi yang mereka sudah miliki.

Kembali ke dalam ruangan kelas make-up pada hari Rabu. Mr.Lala kembali membuat dua kelompok besar sebagai ajang untuk mulai melemparkan berbagai macam pertanyaan kepada kami semua di kelas. Suasana terlihat sangat tegang, termasuk saya sendiri. Bayang-bayang kemungkinan pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul menjadi bagian yang paling membingungkan. Ketika tiba giliran saya mendapat pertanyaan tentang, Apa yang dikatakan Lehtonen dalam bukunya tentang teks?  Maka spontan saya menjawab bahwa teks berbentuk fisik dan material, namun ada kekurangan yang saya lakukan, yaitu saya tidak mengingat tentang semiotic. Namun, Mr.Lala masih bisa memakluminya.

Titik temu awal ketika Ida Fauziah bisa menjawab pertanyaan Mr.Lala tentang “Apa rekayasa Literasi itu?”  Jawaban yang sangat spectacular dari bibir Ida adalah “Pengajaran Reading dan Writing yang di dalamnya terdapat penelitian”. Ketika kita di kelas maka kita harus membawa obor, jang membawa ember kosong. Mengapa demikian?  Karena "Education is not the filling of a pail, but the lighting of a fire." -William Butler Yeats. Ungkapan itulah yang harus kita ingat baik-baik. “The fair is sou”, orang yang hidup akan hidup di kehidupannya.

Dapat dirumuskan bahwa rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Rekayasa literasi juga mempunyai arti  merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut. Empat dimensi rekayasa literasi tersebut adalah: linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan.


Mengapa yang disebutkan pertama kali adalah linguistic?  Itu dikarenakan kita pertama harus mengetahui cara kerjanya, orang yang ingin mengajar bahasa harus jago dalam linguistic terlebih dahulu (Lehtonen:2004). Teks sastra harus dibaca dengan cara dan strategi berbeda contohnya Poem vs News maka Poem secara (aesthetic) sedangkan News secara (efference).



 Danica Hubbard, "Sharing teks dengan satu sama lain setiap hari membuka pintu menuju sukses. Menjelajahi tantangan dalam kelas tradisional dan pengaturan online menarik. Menjelajahi cara yang berbeda untuk bertukar informasi, mempertahankan pengetahuan dan menganalisa ide-ide dalam beberapa genre memunculkan inovasi dan kreativitas dalam mengajar.” Pernyataan itu memang sangat benar bahwa ketika kita setiap hari shering, bertukar informasi dan pendapat maka secara otomatis otak kita akan terbiasa terlatih untuk cepat menyerap banyak informasi dan memunculkan critical thingking yang baik.

Alwasilah (2012) menyatakan pada abad ke-21, standar kelas dunia akan menuntut bahwa setiap orang sangat melek huruf, sangat berhitung, baik informasi, mampu belajar terus-menerus dan percaya diri dan mampu memainkan peran mereka sebagai warga masyarakat yang demokratis. Dijelaskan pula oleh Mr.Lala bahwa terdapat appetizer di academic element. Diantaranya adalah:
1.      Kohesi: gerakan halus atau " aliran " antara kalimat dan paragraf.
2.      Kejelasan: makna dari apa yang Anda berniat untuk berkomunikasi sangat jelas.
3.      Urutan logis: mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
4.      Konsistensi: Konsistensi mengacu pada keseragaman gaya penulisan.
5.      Unity: Pada sederhana, kesatuan mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
6.      Keringkasan: keringkasan adalah ekonomi dalam penggunaan kata-kata. Tulisan yang bagus dengan cepat sampai ke titik dan menghilangkan kata yang tidak perlu dan tidak perlu pengulangan ( redundancy, atau " kayu mati. ") Pengecualian dari informasi yang tidak.
7.      perlu mempromosikan persatuan dan kesatuan.
8.      Kelengkapan: Sementara informasi berulang-ulang atau tidak perlu harus dihilangkan, penulis memiliki untuk memberikan informasi penting mengenai suatu topik tertentu. Misalnya, dalam definisi cacar air, pembaca akan mengharapkan untuk mengetahui bahwa itu adalah terutama penyakit anak-anak yang ditandai dengan ruam.

Di dalam Critical Review, kita harus memperhatikan beberapa pertanyaan yang akan muncul seperti:
·       

a.       Apa target penulis dalam artikelnya?
b.      Apa klaim sentral dalam / argumennya nya?
c.       Bukti apa yang dia gunakan untuk membuat cadangan poin ketika dia membuat?
d.      Apakah penulis membuat klaim yang tidak didukung oleh bukti-bukti?
e.       Apakah Anda berpikir bahwa bukti-bukti yang cukup, untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik?
f.       Apakah penulis menggunakan kata-kata emotif atau pernyataan? ( Jika demikian, sorot apapun yang anda identifikasi) ?



Hal yang pertama dibahas adalah tentang “Endirance” dalam bahasa turki yang artinya “tidak langsng” kemudian baru kita menjalar mempelajari ke teknik penulisan inti mulai di minggu kelima. Kemudian, pelatih juga mengumumkan destinasi kita berada dikonsistensi kita dalam writing. Sang pelatih mempunyai tujuan dalam pertempuran writing kali ini adalah “Centre of Excellent”. Yang artinya suatu saat nanti Mr.Lala menginginkan semua orang yang mau belajar academic writing harus datang ke IAIN Syech Nurjati Cirebon. Sungguh keinginan yang luar biasa memiliki makna.

Betapa pentingnya sebuah rekayasa literasi sebuah Negara menjadi kunci suatu Negara bisa maju atau tidak. Sama seperti yang dilakukan pelatih di kelas. Sebenarnya beliau telah merekayasa kita semua untuk berevolusi dari reader ke writer, tindakannya dalam bentuk: (1) menyuruh kami untuk read with high repetition (analisis), (2) harus ada respon melalui diskusi dan menulis lagi, (3) diadakan lagi (re)-write, (4) kemudian adanya reproduksi karya tulis bagi kami semua. Itu adalah beberapa contoh langkah yang sebenarnya rekayasa literasi.

Sebenarnya ini belum finish explanation, Mr.Lala menginginkan kita lebih mengembangkan lagi dalam teknik menganalisis dan teknis penulisan. Seharusnya kita mengetahui bahwa writing mempengaruhi pola pikir kita dalam mengamati sesuatu hal di lingkungan sekitar kita, bagaimana sesuatu dipandang penting atau tidak, berpengaruh atau tidak, baik atau tidak dampaknya. Semuanya membuat kita lebih kritis dalam menilai sesuatu. Jadi banyak sekali manfaat dari menulis yang kadang tanpa kita sadari membuat cara pandang kita berbeda. Selain otak kita juga tidak akan semakin tumpul ketika kita semakin banyak menulis.

Ken Hyland ( 2006) menyatakan Literasi adalah sesuatu yang kita lakukan. Hamilton ( 1998), seperti dikutip dalam Hyland ( 2006: 21 ), melihat keaksaraan sebagai kegiatan yang terletak di interaksi antara manusia. Jadi penjelasannya, literasi adalah sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan ketentuan  dan peraturan yang berada di masyarakat dan yang kita lakukan itu mencerminkan sesuatu tindakan yang baik tidak menyalahi aturan dan norma. Kemudian Hyland furhter juga berpendapat: "melek akademik menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa disebut sebagai praktik keaksaraan, berpola oleh lembaga sosial dan hubungan kekuasaan.

Terdapat beberapa Crucial Points in “Rekayasa Literasi”. Literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik bukan hanya di dunia pendidikan saja. Definisi baru literasi terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Maka untuk zaman sekarang bentuk proses pengajaran lebih meluas bukan hanya diajarkan sekedar baca tulis saja tetapi juga komponen-komponen struktur bahasa juga harus diajarkan. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis. Keberhasilan akademis berarti repersenting diri kita dengan cara dihargai oleh disiplin kita sendiri, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang dissourse akademik mewujudkan.

Kern (2003): literacy refers to “general learnedness and familiarity with literature”. Model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts, participating in the meanings of text, using texts functionally, critically analysing and transforming texts. Kemudian dijelaskan pula bahwa Prof. Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi. Kita juga harus mengetahui bahwa rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi literasi juga tumpang tindih (overlapping) dengan objek studi budaya (cultural studies) dengan dimensinya yang luas.

Apakah kalian tahu?  Reading, writing, arithmetic, and reasoning  sama dengan modal hidup. Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyarakat yang tidak literat tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa. Orang literat tidak sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan MENGENAL SASTRA. Serta ujung tombak pendidikan literasi adalah GURU dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012).
Kesimpulannya bahwa pendidikan yang berkualitas tinggi PASTI menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula, dan juga sebaliknya karena literasi sebagai acuan kita untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri kita ini, dan kita mengetahui sekarng bahwa semuanya berawal dari literasi.

Lets change your life with LITERACY !
















Comments
1 Comments

1 comments :

Unknown said...

wiihh.. rajin nih teh :)

Post a Comment