Kemajuan
Berbanding Lurus dengan Literasi
Author:
Dwi Arianti
Sebuah bangsa yang maju tidak bisa dibangun dengan hanya
mengandalkan kekayaan alam yang berlimpah atau pengelolaan sebuah negara yang
baik. Akan tetapi didapat dari paradaban tulisan atau peradaban literasi yang
dapat menjembatani peradaban dari generasi ke generasi lainnya. Sudah sangat
jelas bahwa peradaban literasi atau budaya literasi sangatlah penting bagi
sebuah bangsa yang maju.
Jika kita melihat sejarah dunia islam, salah satu Khulafaur
Rasyidin Ali bin Abi Thalib bahwa sebuah ilmu lama kelamaan akan menghilang.
Oleh karena itu, beliau mengajarkan untuk mengikat ilmu dengan tulisan. Hal ini
mengingat kembali bahwa Islam sejak awal menjunjung tinggi tradisi atau budaya literasi. Allah SWT.
telah jelas memerintahkan umat manusia untuk membaca. Seperti pada Al- Qur’an
surat Al-‘Alaq ayat pertama yaitu iqra’
yang berarti baca. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa Islam memang
menjunjung tinggi budaya membaca.
Membaca adalah kunci utama dimulainya sebuah peradaban
yang baru. Hal ini karena untuk menuju peradaban harus dibekali dengan ilmu.
Ilmu tersebut dapat diraih dengan cara membaca. Tidak hanya berhenti pada
membaca saja, tetapi harus menuangkan informasi yang diperoleh melalui sebuah
tulisan. Sejarah membuktikan setelah dibukukannya Al-Qur’an. Hal ini jelas
bahwa bukan saja dituntut untuk membaca melainkan juga menulis atau sering
disebut juga dengan berliterasi. Lalu bagaimana dengan negara Indonesia? Apakah
masyarakatnya sudah berliteri?
Menurut UNESCO (United Education Scientific and Cultural
Organization), minat baca masyarat Indonesia berada di posisi terendah di ASEAN
(Association of South East Asian Nation). Pada tahun 2011, berdasarkan data
statistik evaluative yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa Indonesia
memiliki indeks 0,001. Hal ini berarti dari seribu orang masyarakat Indonesia
hanya ada satu orang yang memiliki minat baca tinggi. Selain itu, yang lebih
mengejutkan lagi ternyata indonesia menempati posisi ke-38 dari 39 negara yang
ada di dunia. Hal ini sangat memprihatinkan bagi negara Indonesia. Bagaimana
Indonesia memiliki peradaban yang maju jika masyarakatnya tidak mempunyai minat
baca yang tinggi.
Dalam buku “Mereka Besar Karena Membaca”, Suherman
berpendapat bahwa kebiasaan membaca berbanding lurus dengan kemajuan. Kebiasaan
ini juga merupakan fondasi yang kuat bagi kemajuan suatu bangsa ataupun
negara. Kita dapat melihat negara-negara
maju ternyata membangun negaranya diawali dengan program membangun budaya membaca
dikalangan masyarakatnya contohnya Cina, Jepang, dan Singapura. Ada sebuah
slogan dari Francis Bacon yang mengatakan bahwa “ knowledge is power”, barangsiapa yang menguasai pengetahuan maka ia
akan menjadi penguasa. Main pointnya adalah membaca, membaca, dan membaca.
Sebenarnya ada tiga kategori besar masyarakat Indonesia
yaitu pra-literasi, literasi, dan post-literasi. Masyarakat pra-literasi adalah
masyarakat yang hidup dalam tradisi lisan. Jelaslah bahwa masyarakat tipe ini
kurang berliterasi. Selanjutnya adalah masyarakat literasi yang berarti
masyarakat yang sudah mengenal atau mengakses buku. Kategori terakhir adalah
masyarakat yang sudah memiliki akses buku dan teknologi informasi. Masyarakat
ini dapat disebut masyarakat post-literasi. Walaupun kategori literasi dan
post-literasi yang hidupnya sudah tersedia fasilitas buku dan teknologi
informasi seperti internet yang memadai
tetapi tidak menjamin masyarakat tipe ini mampu menciptakan tulisan-tulisan
yang bagus. kita dapat mengambil contoh dari beberapa artikel yang ditulis oleh
bapak Chaedar Al- Wasilah, dimana lulusan perguruan tinggi Indonesia tidak
semuannya mampu memproduksi karya ilmiah contohnya jurnal, skripsi, tesis, disertasi
ataupun yang lainnya. Menurut Dirjen,
jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan Malaysia. Padahal harus kita sadari bahwa penduduk Malaysia
hanya sekitar sepertujuh penduduk Indonesia.
Jelaslah ini menunjukkan bahwa tingkat literasi para
generasi muda Indonesia sangat kurang dan perlu mengalami perbaikan. Selain
itu, negara Indonesia lebih banyak helpless reader atau dapat disebut juga
passive reader (pembaca pasif). Pembaca ini sebenarnya tahu mengapa kurang
berliterasi tetepi mereka tidak mau berusaha memperbaiki dengan berbagai
alasan.
Hal yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi tingkat
literasi adalah proses belajar mengajar yang diterapkan oleh lembaga pendidikan
yang ada di Indonesia. Apabila seorang pengajar (guru) tidak pernah mengajak
siswanya untuk membaca dan menulis maka tidak akan ada generasi muda yang
berliterasi. Seharusnya kurikulum pendidikan yang ada di sekolah dapat
mengarahkan pada kegiatan baca-tulis. Hal ini harus berjalan secara bersamaan.
Artinya tidak boleh berjalan secara sendiri-sendiri misalnya lebih banyak
mengarahkan siswanya membaca ataupun sebaliknya. Semuanya tentu harus seimbang
dan bersamaan. Lalu apakah kita akan membiarkan kondisi seperti ini?
Ada beberapa cara yang sebenarnya dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan berliterasi. Cara pertama dimulai dari lingkungan
keluarga. Kebiasaan akan terbentuk sejak usia dini. Oleh karena itu, cara yang
dapat membiasakan anak membaca dan menulis adalah keluarganya sendiri. Disinilah
peran orangtua dianggap penting. Orangtualah yang memupuk anaknya untuk
terbiasa membaca dan menulis contonya dengan cara menyediakan fasilitas yang
dapat digunakan anak untuk membaca dan menulis. Cara kedua dari lingkungan
sekolah. Sekolah dapat memulai dengan cara memunculkan minat siswanya terlebih
dahulu sehingga mereka akan termotivasi untuk melakukannya.selain itu,
kurikulum yang ada di sekolahpun harus diarahkan pada membaca dan menulis yang
seimbang.
Sebagai generasi muda yang tentunya menginginkan negara
Indonesia lebih maju, sudah sepantasnya kita rubah main set kita tentang
membaca dan menulis. Mulailah dari sekarang untuk menjadikan diri kita menjadi
pribadi yang berbudaya membaca dan menulis atau berliterasi. Dengan begitu
negara yang kita cintai akan jauh lebih baik dan maju dengan masyarakatnya yang
berlitarasi.