Magical
Version New Class Review (class review 2)
BY:
ASTRI RAHAYU
Dasyat!!
Itu adalah kata yang ada dibenak saya saat ini. Membuat sebuah class
review yang bukan hanya menjadi ulasan kejadian pertemuan sebelumnya, tetapi
membuat sebuah ulasan yang harus jauh lebih banyak menjelaskan “Mengapa itu
semua terjadi dan tuangkan semua yang belum pernah dijelaskan?” Dan pastinya berkaitan dengan semua hal yang
dijelaskan oleh pelatih Writing kita, siapa lagi kalau bukan Mr.Lala Bumela
yang mulai mengharuskan kita semua berkolaborasi dengan yang lainnya seperti
dengan Lehtonen dan Hyland. Benar-benar sesuatu hal yang magic menciptakan
Class Review versi baru, yang pastinya cita rasa yang ada didalamnya
benar-benar sangat jauh berbeda dengan cita rasa class review sebelumnya.
“Big explanation from the writer more about what happen”. Dari statement tersebut, maka bisa kita simpulkan bahwa class review bukan hanya retell the last meeting, tetapi kita lebih banyak lagi apa yang terjadi dan memasukkan sesuatu yang baru didalamnya. Menciptakan taste yang benar-benar magic memang membutuhkan bahan-bahan yang magic pula. Saat ini, di pertemuan Writing yang kedua, 9th February 2014 adalah moment yang pas untuk mencoba menuangkan formula baru yaitu dengan berkolaborasi dengan Lehtonen dan Hyland di Class Review ini.
Di pertemuan kedua ini Mr.Lala menanyakan kepada saya dan teman-teman di kelas bahwa “Apa kalian mengerti apa yang berkaitan dengan teaching orientation?” kemudian kami semua menjawab, “Academic Writing”. Jadi, setiap pemain di dalam pertempuran writing ini harus mengerti apa itu Academic writing? Dan bagaimana sifat dan jenis-jenis Academic Writing? Sehingga akhirnya kita menemukan benang merahnya yaitu Critical Review. Kemudian kita juga harus mengerti definisi Critical Review serta bagian-bagian apa saja didalamnya. Seperti dijelaskan oleh Mr.Lala tentang jenis-jenis Class Review ada yang disebut Critical Reader dan Critical Reader.
Sebelum saya menjelaskan masing-masing bagian yang terdapat di academic writing maka saya akan mengulas kembali bahwa academic writing itu bersifat formal, objective, systematic, analytical, dll. Academic Writing adalah essensial, penulisan harus kita lakukan di dalam program perkuliahan kita. Mungkin memiliki nama yang berbeda untuk assigments academic writing (esai, makalah, makalah penelitian, makalah, paper argumentatif / esai, analisis kertas / esai, kertas posisi), tapi semua assigments ini memiliki tujuan yang sama dan prinsip-prinsip. Selain itu academic writing memiliki sifat yang buruk yaitu bersifat kaku. Mengapa kaku? Itu karenakan academic writing harus sesuai dengan data yang sebenarnya terjadi di lapangan, tidak bisa kita mengarang isi tulisan itu semau kita.
Sebelumnya sempat saya ulas sedikit tentang critical review. Ternyata critical review mempunyai sifat yang magic yaitu sebagai parameter dasarnya academic writing. Hal ini membuat saya terheran-heran awalnya. Kemudian, Mr.Lala menjelaskan bahwa ketika kita membaca sebuah bacaan, kita tidak boleh langsung memakan semua isi bacaan yang dibaca karena mungkin ada beberapa hal yang tidak benar atau tidak sesuai fakta di lapangan.
“You will not free take”, sepertinya kita harus berhati-hati ketika kita membaca dan menganalisis sebuah bacaan. Itulah fungsi sebuah critical review dibutuhkan ketika kita melahap sebuah bacaan. kita tidak hanya membaca saja, tetapi kita harus melihat background dari isi bacaan tersebut. Kita harus membangun kemampuan untuk researching, evaluating information, organizing, arguing, responding to others arguments, analyzing dan expressing yourself clearly in writing. Langkah-langkah itu yang harus selalu kita ingat ketika membaca academic writing.
Nah, bagaimana caranya kita bisa mendapatkan background dalam suatu bacaan? Kita harus meneliti terlebih dahulu bacaan tersebut, yaitu melalui “Research”. Research diperlukan karena dengan research kita bisa mengetahui dengan jelas bukan hanya background, tetapi juga dengan informasi-informasi yang kita dapatkan di dalam bacaan yang kita baca, contohnya sebuah buku. Kemudian, kita bandingkan dengan informasi-informasi lain di luar bacaan yang kita baca seperti informasi di internet.
Suasana kelas pagi itu semakin terasa panas, padahal waktu masih menunjukkan pukul 10.00. materi yang disajikan pagi ini benar-benar membuat di dalam tubuh ini terjadi proses pembakaran. Bukan proses pembakaran yang terjadi karena kita makan, tetapi terjadi pembakaran di dalam otak saya ketika semua bahan-bahan yang disajikan oleh Mr.Lala harus saya buat menjadi masakan yang mempunyai taste yang dasyat dan berbeda. Pembakaran di dalam otak ini membuat saya semakin bersemangat untuk menyajikan masakan writing ini dengan cita rasa yang magic, yaitu membuat semua orang yang membaca tulisan saya bisa menikmati dengan senang dan selalu menunggu karya tulisan saya berikutnya. Benar-benar beliau membuat pertempuran di mata kuliah ini semakin sengit saja.
Suatu fakta yang baru saya ketahui setelah saya mendengar penjelasan dari Mr.Lala adalah writing bukan hanya menyampaikan pesan dan ekspresi, tetapi juga writing adalah:
A way of knowing something
Dengan menulis kita
bisa mengetahui sesuatu jauh lebih jelas dibandingkan hanya dengan membaca saja.
ketika kita menulis maka secara otomatis kita akan mencari informasi
sedetail-detailnya sumber yang berkaitan dengan tulisan yang akan kita tulis. Kita
mungkin mencari sumber-sumber tersebut dengan cara mengunjungi setiap perpustakaan-perpustakaan
yang ada di kampus maupun online di internet. Semua itu membuat kita jauh lebih
mengenal bacaan yang kita tulis ketimbang kita hanya menjadi reader saja.
A way presentation
Menulis juga menjadi
jalan untuk kita mempresentasikan sesuatu yang kita tulis di dalam buku atau
bacaan. Contohnya ketika kita menulis buku tentang resep-resep masakan maka di
dalam buku tersebut kita menulis tentang bahan-bahan makanan yang diperlukan
serta langkah-langkah membuat makanan itu sehingga makanan tersebut berhasil
dibuat oleh sang writer. Itu adalah tindakan kita sebagai penulis untuk
mempresentasikan jenis makanan tersebut serta langkah-langkah membuatnya.
A way of reproducing something (object) yaitu information, knowledge dan experience.
Mengapa disini
experience memasukkan lebih susah?
Dikarenakan experience membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak bisa
kita hanya menulis tentang pengalaman kita selama sehari. Pengalaman adalah
“the best teacher for us”.
Hugo Hartig dalam tarigan (1986: 24-25)
merumuskan tujuan menulis, terdiri dari :
1.
Tujuan penugasan ,sebenarnya tidak memilki tujuan karena orang yang menulis
melakukan nya karena tugas yang diberikan kepadanya
2.
Tujuan altruistik,penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca,menghindarkan
kedudukan pembaca,ingin menolong pembaca memahami,menghargai perasaan dan
penalaranya,ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan
dengan karyanya itu
3.
Tujuan persuasif bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarakan
4.
Tujuan informasional penulis bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada
para pembaca
5.
Tujuan pernyataan diri penulis bertujuan memperkenalkan atau menyatakan dirinya
kepada pembaca
6.
Tujuan kreatif penulis bertujuan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai
norma artistik,nilai-nilai kesenian
7.
Tujuan pemecahan masalah penulis bertujuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi
Menurut perspektif Mr.Lala kami adalah “A WRITER MULTILINGUAL”,mengapa demikian? Dijelaskan bahawa kami adalah seorang penulis yang mempunyai kemampuan menulis dengan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia (L1) dan bahasa Inggris (L2). Diharapkan bisa menulis dalam L1 dan L2 dengan efektif, yang berfungsi menjadi pembaca yang kritis baik di L1 maupun L2, yang bisa mengubah diri dari mahasiswa bahasa menjadi mahasiswa menulis, yang dapat membuat informasi pilihan dalam hidup dan merubah dunia.
Key Hyland dalam Second Language Writing (2003:9) Seorang guru menulis di Jepang ditandai pendekatan seperti ini: Saya mencoba untuk menantang siswa untuk menjadi kreatif dalam mengekspresikan dirinya sendiri. siswa belajar untuk mengekspresikan perasaan dan pendapat mereka sehingga orang lain dapat memahami apa yang mereka pikirkan dan ingin lakukan. Saya pernah mendengar bahwa masukan prosprective kadang tanyakan kepada siswa apa yang telah mereka pelajari di universitas dan beberapa telah menunjukkan karya mereka (dikutip dalam Cumming, 2003)
Dari
perspektif ini, menulis dipelajari
atau tidak
jadi menulis adalah
instruksi nondirective dan
pribadi. Lebih jelasnya, menulis adalah cara berbagi makna
pribadi dan menulis program yang menekankan kekuatan individu untuk membangun pandangan sendiri dan topik.
Guru melihat bahwa peran mereka hanya untuk memberikan para siswa ruang
untuk membuat makna sendiri dalam lingkungan yang positif dan kooperatif
karena menulis adalah proses
perkembangan, mereka mencoba
untuk menghindari memaksakan pandangan
mereka, menawarkan model, atau
menyarankan topik sebelumnya.
Ada pendapat lain yang mengungkapkan bahwa cukup sederhana, melengkapi penulisan pemberitahuan dengan strategi penulis yang baik tidak perlu mengarah pada perbaikan (Polio, 2001). Selain itu, siswa tidak hanya membutuhkan bantuan dalam belajar bagaimana menulis, tetapi juga dalam memahami bagaimana teks dibentuk oleh topik, penonton, tujuan, dan norma-norma budaya (Hyland, 2002). Ini adalah informasi baru yang saya dapatkan.
Dijelaskan pula Hoey (2001), seperti dikutip dalam Hyland (2004), mengibaratkan bahwa pembaca dan penulis adalah penari yang saling mengikuti satu sama lain. Setiap perakitan teks itu pasti mempunyai koneksi dengan teks sebelumnya dengan teks berikutnya, sehingga informasi yang disampaikan saling berkaitan satu sama lain.
Lehtonen juga tidak ketinggalan menganalisis hubungan antara teks, konteks, dan pembaca dalam pembentukkan makna. Sejalan dengan itu tak satupun unsur-unsur yang ada independen dari unsure-unsur lain, tetapi sebaliknya teks, konteks, dan pembaca memang memperoleh identitas mereka dari interaksi satu sama lain. Meskipun ketergantungan, tetapi teks, konteks, dan pembaca tidak identik dan tidak dapat dipelajari dengan cara yang sama.
Lehtonen jauh berpendapat bahwa teks dan pembaca tidak pernah ada secara independen satu sama lain, tetapi sebenarnya menghasilkan satu sama lain. Teks tidak tiba-tiba ada ketika ada pembaca tetapi pembaca ada ketika ada teks. Teks itu akan mati jika tidak ada yang membacanya karena salah satu fungsi teks tidak akan berjalan yaitu memberikan informasi.
Jadi kesimpulannya adalah menulis itu bukan hanya bisa menjadi media untuk mengekpresikan apa yang kita rasakan, menginformasikan sebuah informasi tetapi menulis juga menjadi suatu proses perkembangan. Perkembangan diri menjadi sosok yang lebih kritis dan berliterasi. Menulis dan membaca adalah modal awal dimana kita bisa mendekati perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cepat.
Keep write
and consistence!!