Chapter 1



Pentingnya Literasi Untuk Kemajuan Anak Bangsa
By: Atin Hartini

Setelah saya membaca artikel tentang rekayasa literasi, apa yang dibahasa didalamnya sedikit demi sedikit saya memahaminya. Memang tidak mudah untuk memahami isi artikel tersebut, perlu ketenangan dan kefokusan ketika membacanya itu supaya kita bisa lebih mudah untuk memahaminya. Sebelum membahas pada pengertian literasi itu sendiri, saya dapat menangkap pembahasan pertama bahwa para ahli bahasa sudah mengelompokkan tahapan penggunaan metode dan pendekatan terhadap pengajaran bahasa asing, pendekatan itu terbagi kedalam lima kelompok besar, yaitu :

Pendekatan struktural dengan grammar methods. Pendekatan ini pembelajarannya terfokuskan pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa. Tentunya telah kita ketahui bahwa dengan adanya pendekatan ini pasti ada tujuan tertentu, yakni adanya tata bahasa tradisional dengan fokus untuk melatih siswa mengidentifikasi jenis kata, unit-unit sintaksis yang meliputi kata, frase dan klausa kemudian cara menggabungkan itu semua. Selain untuk mengidentifikasi juga untuk melatih siswa dalam menganalisis kesalahan, baik kesalahan dalam berbahasa, sintaksis kalimat dan wacana. Dibalik semua itu kita harus tahu bahwa pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan sosial seperti bahasa pejabat yang munafik.
Kemudian yang kedua pendekatan audiolingual. Pendekatan ini yaitu dengan cara dengar atau ucap. Focus pembelajarannya pada latihan dialog-dialog. Dalam pendekatan ini bertujuan agar siswa menguasai dialog-dialog tersebut dengan cara praktek. Namun, dalam pendekatan ini mempunyai sisi negative yakni penguasaan bahasa tulis sedikit terabaikan karena praktek yang di dahulukan. Yang selanjutnya pendekatan kognitif dan transformatif yang pengajarannya terfokuskan pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai dengan kebutuhan lingkungan siswa itu sendiri. Bahasanya berorientasi pada sintankis, tetapi dalam sosiolinguistik tidak fungsional.
Selain itu, siswa juga harus bisa berkomunikasi dalam bahasa target. Komunikasi manusia itu tidak  hanya memproduksi ungkapan yang komunikatif, tetapi komunikasinya pun harus bernalar. Pendekatan inipun disebut dengan pendekatan communicative competence. Dalam pendekatan ini, lahir tata bahasa fungsional karena pendekatan komunikatif ini kurang ekplesit dalam menjelaskan bentuk dan fungsinya. Kemudian pendekatan ini dikembangkan oleh Halliday dan Martin.
Kemudian yang terakhir adalah pendekatan literasi atau pendekatan genre –based sebagai implikasi dari studi wacana. Yang ditonjolkan dalam pendekatan ini yaitu lebih pada pengenalan genre wacan lisan maupun tulisan. Pembelajarannya dilakukan dalam empat tahapan, yaitu : membangun pengetahuan, menyusun model-model teks, menyusun teks bersama-sama dan menciptakan teks sendiri. Setelah kita tahu tahapan itu, tentunya kita tahu bahwa tujuan dari pendekatan ini adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana.
Setelah kita membahas pendekatan-pendekatan itu, kita akan membahas pengertian literasi. Tentunya kalian sudah tahu bahwa literasi itu merupakan kemampuan membaca dan menulis. Selama bertahun-tahun literasi dianggap sekedar persoalan psikologis yang berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan baca-tulis, maka yang akhirnya di persekolah Indonesia, istilah literasi itu jarang dipakai. Literasi ini merupakan praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Kemudian hakikat ber-literasi dalam masyarakat demokratis yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis dan mentransformasi teks. Literasi ini tetap berhubungan dengan penggunaan bahasa dan kajian lintas disiplinnya memiliki tujuh dimensi yang saling berkaitan.
Pertama yaitu dimensi geografis. Orang yang tingkat pendidikan dan jejaring sosial maupun vokasionalnya tinggi, itu baru bisa dikatakan orang yang berdimensi geografis di lokal, nasional dan internasional. Yang kedua dimensi bidang(pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer). Dalam bidang ini bergantung pada tinggi rendahnya kualitas dalam bidang-bidang tersebut. Jika kualitasnya tinggi, maka akan menghasilkan literasi berkualitas tinggi pula. Kemudian dimensi keterampilan membaca, menulis, menghitung dan berbicara. Literasi seseorang akan tampak dalam keterampilan tersebut. Tidak hanya itu, untuk menjadi seorang sarjana yang baik, kita juga harus memilki numerasi atau keterampilan menghitung. Selanjutnya dimensi fungsi. Jika kita ingin mampu memecahkan persoalan dan mudah mendapatkan pekerjaan, tentunya kita harus bisa menjadi orang yang literat yang mempunyai pendidikan tinggi dan luas serta bisa gesit mengembangkan dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
Kemudian dimensi media(teks, cetak, visual, digital). Penguasaan information technology itu sangat penting, sehingga kita sebagai seorang literat tidak hanya mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks alfabetis, tetapi kita juga dituntut untuk mampu membaca dan menulis teks cetak, visual dan digital, karena sekarang zaman canggih dan modern. Selanjutnya dimensi jumlah. Dalam dimensi ini berhubungan dengan jumlah berapa banyak kita dapat berliterasi sesuai kemampuan yang tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi. Dapat dicontohkan pada literasi komunikatif dalam bahasa. Yang terakhir dimensi bahasa(etnis, local, nasional, regional, internasional). Jadi, intinya dimensi bahasa ini beranalogi pada dimensi monolingual, bilingual dan multilingual, artinya kemampuan kita berliterasi tidak hanya pada satu bahasa saja.
Dalam definisi diatas, ada 10 gagasan kunci ikhwal perubahan paradigma literasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tantangan zaman sekarang, yaitu :
·         Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Pada dasarnya yang memfasilitasi berlangsungnya kehidupan masyarakat  adalah oleh lembaga-lembaga sosial tersebut dan mereka berperan sebagai mesin birokrasi yang bertujuan untuk menjamin ketertiban sosial. Dan lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa.
·         Tingkat kefasihan relatif
Hakikatnya dalam berliterasi kita sangat memerlukan kefasihan dalam berbahasa atau berkomunikasi.
·         Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Disini, penulis mengatakan bahwa literasi itu sebagai alat yang dapat mengembangkan segala bentuk potensi diri. Dan bagi kita selaku mahasiswa, kita harus menguasai literasi akademik. Yaitu mampu memproduksi dan mereproduksi  ilmu pengetahuan.
·         Standar dunia
Inti dari standar dunia ini, kita harus mampu menyetarakan literasi kita dengan bangsa lain. Bahkan dituntut untuk bisa berliterasi lebih baik lagi jika suatu saat dibandingkan dengan bangsa-bangsa di dunia.
·         Warga masyarakat demokratis
Dalam berliterasi, kita membutuhkan warga masyarakat yang demokratis. Dan pendidikan bagi mahasiswa juga harus diterapkan demokratisi, agar mereka menjadi warga negara yang demokratis sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis tersebut.
·         Keragaman lokal
Sebagai manusia literat kita tahu tentang keragaman bahasa dan budaya lokal, dengan demikian semakin berwawasan global, maka semakin diakui dia sebagai manusia literat.
·         Hubungan global
Untuk bersaing ditingkat dunia pada dasarnya kita harus memiliki literasi tingkat dunia pula.
·         Kewarganegaraan yang efektif
Disini kita dituntut untuk mampu mengetahui hak dan kewajiban kita. Warga negara yang efektif adalah warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
·         Bahasa inggris ragam dunia
Orang yang berliterasi harus mampu memahami ragam bahasa Inggris yang berbeda-beda sesuai dengan kelokalannya. Itulah fakta yang terjadi di dunia ini.
·         Kemampuan berpikir kritis
Nah, disini penulis memperingatkan kita seorang yang berliterasi itu harus mampu berpikir kritis , yaitu bukan hanya mampu membaca dan menulis saja.
·         Masyarakat semiotik
Jadi masyarakat itu harus mampu menguasai literasi semiotik, yaitu ilmu tentang tanda. Contohnya kode, struktur dan komunikasi.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 frase kunci literasi seperti yang dipaparkan diatas, tentunya pendidikan bahasa berbasis literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu :
·         Literasi merupakan kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat. Jadi, sejak tingkat dasar, siswa dilatih memfungsikan bahasa sesuai dengan konvensasinya dalam kehidupan nyata.
·         Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan. Dari sejak dini kita diajarkan untuk membiasakan berekpresi secara lisan maupun tulisan, bahkan di tingkat tinggi pun kita harus bisa mereproduksi ilmu pengetahuan.
·         Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Bahasa adalah alat berpikir, jadi, ketika memecahkan suatu masalah, siswa menggunakan bahasa itu untuk berpikir lebih kritis. menurut penulis, pengajaran berpikir kritis itu merupakan bagian dari kurikulum PGSD.
·         Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Tentunya kita tahu bahwa berbaca-tulis itu selalu ada dalam system budaya(kepercayaan, sikap, cara dan tujuan budaya). Dengan literasi, kita bisa mengapresiasikan budaya kita sendiri.
·         Literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih. Dalam literasi refleksi ini, pendidikan bahasa menanamkan pada diri (maha) siswa yang untuk melakukan kebiasaan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.
·         Literasi adalah hasil kolaborasi. Baca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi. Jadi antara si pembaca dan si penulis harus menyampaikan sesuatu berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
·         Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Sejak dini kita dilatih untuk melakukan interpretasi(mencari,menebak, dan membangun makna) atas berbagai teks dalam wacana tekstual, visual dan digital diberbagai ranah kehidupan dan bidang ilmu. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa lebih memaknai dan memahami wacana tesebut.
Kemudian telah dipaparkan oleh penulis mengenai “Rapor Merah Literasi Anak Negeri” . Telah kita ketahui  bahwa pengetahuan orang Indonesia masih jauh tertinggal oleh Negara-negara lain, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa di negara-negara lainnya, artinya pendidikan nasional kita belum mencapai keberhasilan untuk menciptakan warga Negara yang literat yang siap bersaing dengan sejawatnya dari Negara lain. Dalam skala internasional pun literasi siswa kita belum kompetetif.
Kemudian dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor prestasi membaca dan skor prestasi menulis. Prestasi menulis itu bergantung pada kemampuan membaca. Temuan PIRLS ihwal Indonesia adalah potret besar literasi Indonesia dalam skala internasional. Dalam penelitian setiadi dijelaskan bahwa guru dalam pembelajaran membaca dan menulis mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket, pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis dan mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas. Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru. Jadi membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang profesional.
Lanjut pada pembahasan implementasi. Orang literat itu orang yang berpendidikan dan berbudaya, dan untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya itu yaitu dengan rekayasa literasi lewat penguasaan bahasa, dan pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan itu dengan menguasai bahasa. Perbaikan rekayasa literasi menyangkut empat dimensi : linguistic, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rekayasa literasi berarti mereka yang pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi.
 Keempat dimensi diatas dimaknai sebagai berikut :
·         Dimensi pengetahuan kebahasaan (focus pada teks). Tentunya dalam menulis kita memerlukan pengetahuan yang luas. Pengetahuan itu mencakup : system bahasa, persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulisan, dan ragam bahasa.
·         Dimensi pengetahuan kognitif (focus pada minda). Menjadi literat tentunya harus menguasai pengetahuan ihwal : pembelajar yang aktif dan konstructif, memakai berbagai strategi, pengamatan, menggunakan dukungan atau mediasi dan pemanfaatan pengetahuan.
·         Pengetahuan sosiokultural(kelompok). Tentunya ketika membaca dan menulis perlu pengetahuan ihwal : tujuan literasi, aturan dan norma dalam transaksi dengan bahasa, fitur-fitur linguistic, cara menggunakan literasi, bentuk-bentuk dan fungsi literasi dan kemampuan mengkritik.
·         Kegiatan literasi melibatkan empat dimensi, meliputi : bahasa, kognitif, sosial dan perkembangan.
Wacana pembelajaran bahasa terfokus pada empat keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Meluruskan literasi diawali dengan pemahaman atas berbagai paradigma pengajaran literasi. Paradigma tersebut antara lain:
·         Paradigma decoding, menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa.
·         Paradigma keterampilan, bahwa penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca.
·         Paradigma bahasa secara utuh. Yang saya pahami bahwa paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakkan focus pada bagian atau serpihan bahasa. Pengajaran bahasa mesti berfokus pada pembelajaran makna.
Kemudian perubahan sudut pandang ihwal pengajaran bahasa. Perubahan paradigma pengajaran literasi dapat dimaknai dengan : bahwa paradigama adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap objek pandang(baca:pengajaran literasi). Perubahan sudut pandang membawa sejumlah konsekuensi sampai ke metode dan tekhnik pengajaran yang kasat mata dan hasilnya dapat diukur. Kemudian si pembaca dapat mengetahui bagaimana sastra, sebagai bagian dari literasi.
Jadi, kesimpulannya literasi itu sangat penting untuk kemajuan anak-anak bangsa kita, dengan literasi ini siswa akan mampu membaca dan menulis. Pendidikan bahasa berbasis literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, diantaranya : literasi kecakapan hidup, literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif, literasi adalah kemampuan memecahkan masalah, literasi merupakan refleksi penguasaan dan apresiasi budaya, kegiatan refleksi diri, hasil kolaborasi dan melakukan interpestasi. Banyak pendekatan-pendekatan, dimensi-dimensi dan paradigma-paradigma yang harus diperhatikan dan harus kita pahami, karena itu suatu hal yang penting. Siswa bangsa kita harus memahami itu semua karena orang Indonesia masih jauh tertinggal oleh Negara-negara lain, maka dapat ditarik kesimpulan  bahwa masalah tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa Negara-negara lain, artinya pendidikan nasional kita belum bisa mencapai keberhasilan. Jikalau kita ingin menjadi orang yang literat, maka kita harus bisa baca-tulis yang efektif. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa berkomunikasi secara efektif pula. Menjadi seorang literat ilmu pendidikan dan pengetahuannya harus tinggi dan luas.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment