Pentingnya
Literasi Untuk Kemajuan Anak Bangsa
By: Atin Hartini
Setelah saya membaca artikel tentang rekayasa
literasi, apa yang dibahasa didalamnya sedikit demi sedikit saya memahaminya.
Memang tidak mudah untuk memahami isi artikel tersebut, perlu ketenangan dan
kefokusan ketika membacanya itu supaya kita bisa lebih mudah untuk memahaminya.
Sebelum membahas pada pengertian literasi itu sendiri, saya dapat menangkap
pembahasan pertama bahwa para ahli bahasa sudah mengelompokkan tahapan
penggunaan metode dan pendekatan terhadap pengajaran bahasa asing, pendekatan
itu terbagi kedalam lima kelompok besar, yaitu :
Pendekatan struktural dengan grammar methods.
Pendekatan ini pembelajarannya terfokuskan pada penggunaan bahasa tulis dan
penguasaan tata bahasa. Tentunya telah kita ketahui bahwa dengan adanya
pendekatan ini pasti ada tujuan tertentu, yakni adanya tata bahasa tradisional
dengan fokus untuk melatih siswa mengidentifikasi jenis kata, unit-unit
sintaksis yang meliputi kata, frase dan klausa kemudian cara menggabungkan itu
semua. Selain untuk mengidentifikasi juga untuk melatih siswa dalam
menganalisis kesalahan, baik kesalahan dalam berbahasa, sintaksis kalimat dan
wacana. Dibalik semua itu kita harus tahu bahwa pendekatan ini tidak menjamin
siswa mampu menganalisis persoalan sosial seperti bahasa pejabat yang munafik.
Kemudian yang kedua pendekatan audiolingual. Pendekatan ini yaitu dengan cara dengar atau ucap. Focus
pembelajarannya pada latihan dialog-dialog. Dalam pendekatan ini bertujuan agar
siswa menguasai dialog-dialog tersebut dengan cara praktek. Namun, dalam
pendekatan ini mempunyai sisi negative yakni penguasaan bahasa tulis sedikit
terabaikan karena praktek yang di dahulukan. Yang selanjutnya pendekatan
kognitif dan transformatif yang pengajarannya terfokuskan pada pembangkitan
potensi berbahasa siswa sesuai dengan kebutuhan lingkungan siswa itu sendiri.
Bahasanya berorientasi pada sintankis, tetapi dalam sosiolinguistik tidak
fungsional.
Selain itu, siswa juga harus bisa berkomunikasi dalam
bahasa target. Komunikasi manusia itu tidak hanya memproduksi ungkapan yang komunikatif,
tetapi komunikasinya pun harus bernalar. Pendekatan inipun disebut dengan
pendekatan communicative competence. Dalam pendekatan ini, lahir tata bahasa
fungsional karena pendekatan komunikatif ini kurang ekplesit dalam menjelaskan
bentuk dan fungsinya. Kemudian pendekatan ini dikembangkan oleh Halliday dan
Martin.
Kemudian yang terakhir adalah pendekatan literasi atau
pendekatan genre –based sebagai implikasi dari studi wacana. Yang ditonjolkan
dalam pendekatan ini yaitu lebih pada pengenalan genre wacan lisan maupun
tulisan. Pembelajarannya dilakukan dalam empat tahapan, yaitu : membangun
pengetahuan, menyusun model-model teks, menyusun teks bersama-sama dan menciptakan
teks sendiri. Setelah kita tahu tahapan itu, tentunya kita tahu bahwa tujuan
dari pendekatan ini adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana.
Setelah kita membahas pendekatan-pendekatan itu, kita
akan membahas pengertian literasi. Tentunya kalian sudah tahu bahwa literasi
itu merupakan kemampuan membaca dan menulis. Selama bertahun-tahun literasi
dianggap sekedar persoalan psikologis yang berkaitan dengan kemampuan mental
dan keterampilan baca-tulis, maka yang akhirnya di persekolah Indonesia,
istilah literasi itu jarang dipakai. Literasi ini merupakan praktik cultural
yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Kemudian hakikat
ber-literasi dalam masyarakat demokratis yaitu memahami, melibati, menggunakan,
menganalisis dan mentransformasi teks. Literasi ini tetap berhubungan dengan
penggunaan bahasa dan kajian lintas disiplinnya memiliki tujuh dimensi yang
saling berkaitan.
Pertama yaitu dimensi geografis. Orang yang tingkat
pendidikan dan jejaring sosial maupun vokasionalnya tinggi, itu baru bisa
dikatakan orang yang berdimensi geografis di lokal, nasional dan internasional.
Yang kedua dimensi bidang(pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan,
militer). Dalam bidang ini bergantung pada tinggi rendahnya kualitas dalam
bidang-bidang tersebut. Jika kualitasnya tinggi, maka akan menghasilkan
literasi berkualitas tinggi pula. Kemudian dimensi keterampilan membaca,
menulis, menghitung dan berbicara. Literasi seseorang akan tampak dalam
keterampilan tersebut. Tidak hanya itu, untuk menjadi seorang sarjana yang
baik, kita juga harus memilki numerasi atau keterampilan menghitung.
Selanjutnya dimensi fungsi. Jika kita ingin mampu memecahkan persoalan dan
mudah mendapatkan pekerjaan, tentunya kita harus bisa menjadi orang yang literat
yang mempunyai pendidikan tinggi dan luas serta bisa gesit mengembangkan dan
mereproduksi ilmu pengetahuan.
Kemudian dimensi media(teks, cetak, visual, digital).
Penguasaan information technology itu sangat penting, sehingga kita sebagai
seorang literat tidak hanya mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks
alfabetis, tetapi kita juga dituntut untuk mampu membaca dan menulis teks
cetak, visual dan digital, karena sekarang zaman canggih dan modern.
Selanjutnya dimensi jumlah. Dalam dimensi ini berhubungan dengan jumlah berapa
banyak kita dapat berliterasi sesuai kemampuan yang tumbuh karena proses
pendidikan yang berkualitas tinggi. Dapat dicontohkan pada literasi komunikatif
dalam bahasa. Yang terakhir dimensi bahasa(etnis, local, nasional, regional, internasional).
Jadi, intinya dimensi bahasa ini beranalogi pada dimensi monolingual, bilingual
dan multilingual, artinya kemampuan kita berliterasi tidak hanya pada satu
bahasa saja.
Dalam definisi diatas, ada 10 gagasan kunci ikhwal perubahan
paradigma literasi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tantangan
zaman sekarang, yaitu :
·
Ketertiban
lembaga-lembaga sosial
Pada dasarnya yang
memfasilitasi berlangsungnya kehidupan masyarakat adalah oleh lembaga-lembaga sosial tersebut
dan mereka berperan sebagai mesin birokrasi yang bertujuan untuk menjamin
ketertiban sosial. Dan lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan
fasilitas bahasa.
·
Tingkat
kefasihan relatif
Hakikatnya dalam
berliterasi kita sangat memerlukan kefasihan dalam berbahasa atau
berkomunikasi.
·
Pengembangan
potensi diri dan pengetahuan
Disini, penulis
mengatakan bahwa literasi itu sebagai alat yang dapat mengembangkan segala
bentuk potensi diri. Dan bagi kita selaku mahasiswa, kita harus menguasai
literasi akademik. Yaitu mampu memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
·
Standar dunia
Inti dari standar dunia
ini, kita harus mampu menyetarakan literasi kita dengan bangsa lain. Bahkan
dituntut untuk bisa berliterasi lebih baik lagi jika suatu saat dibandingkan
dengan bangsa-bangsa di dunia.
·
Warga masyarakat
demokratis
Dalam berliterasi, kita
membutuhkan warga masyarakat yang demokratis. Dan pendidikan bagi mahasiswa
juga harus diterapkan demokratisi, agar mereka menjadi warga negara yang
demokratis sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis tersebut.
·
Keragaman lokal
Sebagai manusia literat
kita tahu tentang keragaman bahasa dan budaya lokal, dengan demikian semakin
berwawasan global, maka semakin diakui dia sebagai manusia literat.
·
Hubungan global
Untuk bersaing ditingkat
dunia pada dasarnya kita harus memiliki literasi tingkat dunia pula.
·
Kewarganegaraan
yang efektif
Disini kita dituntut
untuk mampu mengetahui hak dan kewajiban kita. Warga negara yang efektif adalah
warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta
berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
·
Bahasa inggris
ragam dunia
Orang yang berliterasi
harus mampu memahami ragam bahasa Inggris yang berbeda-beda sesuai dengan
kelokalannya. Itulah fakta yang terjadi di dunia ini.
·
Kemampuan
berpikir kritis
Nah, disini penulis
memperingatkan kita seorang yang berliterasi itu harus mampu berpikir kritis ,
yaitu bukan hanya mampu membaca dan menulis saja.
·
Masyarakat
semiotik
Jadi masyarakat itu harus mampu
menguasai literasi semiotik, yaitu ilmu tentang tanda. Contohnya kode, struktur
dan komunikasi.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 frase kunci
literasi seperti yang dipaparkan diatas, tentunya pendidikan bahasa berbasis
literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu :
·
Literasi
merupakan kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai
anggota masyarakat. Jadi, sejak tingkat dasar, siswa dilatih memfungsikan
bahasa sesuai dengan konvensasinya dalam kehidupan nyata.
·
Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan. Dari sejak dini kita diajarkan untuk membiasakan
berekpresi secara lisan maupun tulisan, bahkan di tingkat tinggi pun kita harus
bisa mereproduksi ilmu pengetahuan.
·
Literasi adalah
kemampuan memecahkan masalah. Bahasa adalah alat berpikir, jadi, ketika
memecahkan suatu masalah, siswa menggunakan bahasa itu untuk berpikir lebih
kritis. menurut penulis, pengajaran berpikir kritis itu merupakan bagian dari
kurikulum PGSD.
·
Literasi adalah refleksi
penguasaan dan apresiasi budaya. Tentunya kita tahu bahwa berbaca-tulis itu
selalu ada dalam system budaya(kepercayaan, sikap, cara dan tujuan budaya).
Dengan literasi, kita bisa mengapresiasikan budaya kita sendiri.
·
Literasi adalah
kegiatan refleksi (diri). Refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang terus
berkembang dan semakin canggih. Dalam literasi refleksi ini, pendidikan bahasa
menanamkan pada diri (maha) siswa yang untuk melakukan kebiasaan refleksi atas
bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.
·
Literasi adalah
hasil kolaborasi. Baca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang
berkomunikasi. Jadi antara si pembaca dan si penulis harus menyampaikan sesuatu
berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
·
Literasi adalah
kegiatan melakukan interpretasi. Sejak dini kita dilatih untuk melakukan
interpretasi(mencari,menebak, dan membangun makna) atas berbagai teks dalam
wacana tekstual, visual dan digital diberbagai ranah kehidupan dan bidang ilmu.
Bukan hanya itu, kita juga harus bisa lebih memaknai dan memahami wacana
tesebut.
Kemudian telah dipaparkan oleh penulis mengenai
“Rapor Merah Literasi Anak Negeri” . Telah kita ketahui bahwa pengetahuan orang Indonesia masih jauh
tertinggal oleh Negara-negara lain, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah
tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa di
negara-negara lainnya, artinya pendidikan nasional kita belum mencapai
keberhasilan untuk menciptakan warga Negara yang literat yang siap bersaing
dengan sejawatnya dari Negara lain. Dalam skala internasional pun literasi
siswa kita belum kompetetif.
Kemudian dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor
prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor
prestasi membaca dan skor prestasi menulis. Prestasi menulis itu bergantung
pada kemampuan membaca. Temuan PIRLS ihwal Indonesia adalah potret besar
literasi Indonesia dalam skala internasional. Dalam penelitian setiadi
dijelaskan bahwa guru dalam pembelajaran membaca dan menulis mengandalkan
kurikulum nasional dan buku paket, pemodelan dalam kegiatan membaca dan menulis
dan mereka tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola
kelas. Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru. Jadi membangun literasi
bangsa harus diawali dengan membangun guru yang profesional.
Lanjut pada pembahasan implementasi. Orang literat
itu orang yang berpendidikan dan berbudaya, dan untuk menjadikan manusia
terdidik dan berbudaya itu yaitu dengan rekayasa literasi lewat penguasaan
bahasa, dan pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan itu dengan
menguasai bahasa. Perbaikan
rekayasa literasi menyangkut empat dimensi : linguistic, kognitif,
sosiokultural, dan perkembangan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rekayasa
literasi berarti mereka yang pengajaran membaca dan menulis dalam empat
dimensi.
Keempat dimensi
diatas dimaknai sebagai berikut :
·
Dimensi
pengetahuan kebahasaan (focus pada teks). Tentunya dalam menulis kita
memerlukan pengetahuan yang luas. Pengetahuan itu mencakup : system bahasa,
persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulisan, dan ragam bahasa.
·
Dimensi
pengetahuan kognitif (focus pada minda). Menjadi literat tentunya harus
menguasai pengetahuan ihwal : pembelajar yang aktif dan konstructif, memakai
berbagai strategi, pengamatan, menggunakan dukungan atau mediasi dan
pemanfaatan pengetahuan.
·
Pengetahuan
sosiokultural(kelompok). Tentunya ketika membaca dan menulis perlu pengetahuan
ihwal : tujuan literasi, aturan dan norma dalam transaksi dengan bahasa,
fitur-fitur linguistic, cara menggunakan literasi, bentuk-bentuk dan fungsi
literasi dan kemampuan mengkritik.
·
Kegiatan
literasi melibatkan empat dimensi, meliputi : bahasa, kognitif, sosial dan
perkembangan.
Wacana pembelajaran bahasa terfokus pada empat
keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Mengajarkan
literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu
berbaca-tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Meluruskan literasi diawali dengan pemahaman atas
berbagai paradigma pengajaran literasi. Paradigma
tersebut antara lain:
·
Paradigma
decoding, menyatakan bahwa grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi,
dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa.
·
Paradigma
keterampilan, bahwa penguasaan morfem dan kosakata adalah dasar untuk membaca.
·
Paradigma bahasa
secara utuh. Yang saya pahami bahwa paradigma ini menolak pembelajaran yang
meletakkan focus pada bagian atau serpihan bahasa. Pengajaran bahasa mesti
berfokus pada pembelajaran makna.
Kemudian perubahan sudut pandang ihwal pengajaran bahasa.
Perubahan paradigma pengajaran literasi dapat dimaknai dengan : bahwa
paradigama adalah cara pandang dan pemaknaan terhadap objek
pandang(baca:pengajaran literasi). Perubahan sudut pandang membawa sejumlah
konsekuensi sampai ke metode dan tekhnik pengajaran yang kasat mata dan
hasilnya dapat diukur. Kemudian si
pembaca dapat mengetahui bagaimana sastra, sebagai bagian dari literasi.
Jadi, kesimpulannya literasi itu sangat penting untuk
kemajuan anak-anak bangsa kita, dengan literasi ini siswa akan mampu membaca
dan menulis. Pendidikan bahasa berbasis literasi dilaksanakan dengan mengikuti
tujuh prinsip, diantaranya : literasi kecakapan hidup, literasi mencakup
kemampuan reseptif dan produktif, literasi adalah kemampuan memecahkan masalah,
literasi merupakan refleksi penguasaan dan apresiasi budaya, kegiatan refleksi
diri, hasil kolaborasi dan melakukan interpestasi. Banyak
pendekatan-pendekatan, dimensi-dimensi dan paradigma-paradigma yang harus
diperhatikan dan harus kita pahami, karena itu suatu hal yang penting. Siswa
bangsa kita harus memahami itu semua karena orang Indonesia masih jauh
tertinggal oleh Negara-negara lain, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah tingkat literasi siswa
Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa Negara-negara lain, artinya
pendidikan nasional kita belum bisa mencapai keberhasilan. Jikalau kita ingin
menjadi orang yang literat, maka kita harus bisa baca-tulis yang efektif. Bukan
hanya itu, kita juga harus bisa berkomunikasi secara efektif pula. Menjadi
seorang literat ilmu pendidikan dan pengetahuannya harus tinggi dan luas.