Sudahkan Menjadi Negara yang Berpendidikan dan Bermoralitas?
Author : Dwi Arianti
Pendidikan adalah kunci menuju perbaikan peradaban suatu
bangsa. Peradaban yang maju ternyata memiliki kualitas pendidikan yang bermutu.
Kemajuan suatu negara bisa dilihat dari kualitas sumber daya manusia (SDM) dan
praktek sistem pendidikannya. Apabila sistem pendidikan yang baik atau maju
maka negaranya pun akan maju pula.
Sistem pendidikan adalah suara cara yang dilakukan dalan
suatu pelaksanaan proses belajar mengajar agar mencapai tujuan yang dikehendaki
yang berdasarkan pada undang-undang pendidikan yang berlaku. Sistem pendidikan
dikatakan baik apabila tujuan dari sistem tersebut telah mampu dicapai dengan
baik. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 4 menyatakan bahwa “pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Hal ini dapat dikatakan pula
bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk dan menciptakan manusia yang baik,
bermoral dan berdaya saing tinggi.
Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan
bahwa semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya
akan terpenuhi melalui pendidikan. Sedangkan Aristoteles ahli filsafat Yunani
kuno berpendapat bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan
memperbaiki pendidikan. Dari kedua pendapat tersebut, maka jelas bahwasannya
pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan ini.
Negara yang berpenduduk kecil dengan kualitas pendidikan
yang tinggi sangat berpotensi mengalahkan negara yang berpenduduk banyak. Sehingga,
apabila Indonesia ingin mengubah status menjadi negara yang maju, maka sektor
yang harus diperbaiki dan menjadi prioritas penting adalah pendidikan. Hal ini
menjadi sangat penting karena kualitas pendidikan yang ada di Indonesia masih
sangat tertinggal di kancah Internasional. Menurut UNESCO pendidikan di
Indonesia berada diurutan ke-69 dari 127 negara di dunia. Indonesia pun
tertinggal oleh negara-negara ASEAN seperti Singapura, Brunei, Malaysia,
Thailand serta Filipina.
Lantas, apa yang perlu diperbaiki dalam pendidikan di
Indonesia? Menurut Fahim Khasani, ada dua sektor yang perlu diperbaiki dalam sistem
pendidikan yang ada di Indonesia. Sektor pertama yaitu Sains atau Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sektor ini, memosisikan diri sebagai ilmu
yang membangun sektor eksternal sebuah negara. Sektor kedua yaitu humaniora
(termasuk didalamnya ilmu keagamaan). Sektor kedua ini, lebih memosisikan diri
sebagai ilmu yang membangun sektor internal yang fokus dalam membangun
moralitas dan kesadaran manusia dalam bernegara.
Sebagian orang seperti tidak menyadari bahwa ternyata
ilmu pengetahuan atau sains serta moralitas agama sangatlah penting.Negara yang
kaya dan berteknologi super canggih pun akan mudah tumbang jika tidak diiringi
dengan kesadaran berbangsa dan moralitas yang tinggi. Hal ini dapat diibaratkan
seperti pohon yang tidak kuat akarnya, maka pohon itu pun akan tumbang karena
tiupan angin yang menerpanya.
Krisis moral yang ada di Indonesia akibat pendidikan
moral yang tidak tertanam pada pribadi mereka sendiri. Akibatnya moralitas dari
masyarakat Indonesia pun seakan sudah mulai terkikis. Ini adalah musibah bagi
negara Indonesia. Orang-orang yang tidak memiliki moral yang baik tersebut
bagaikan bara dalam sekam yang akan membakar perlahan dan mengancam eksistensi
negara. Inilah yang menyebabkan negara Indonesia menjadi negara yang tingkat korupsinya tinggi. Hal yang memalukan
ini, justru tidak membuat para pelakuanya malu dengan perbuatan yang telah
dilakukan. Mereka malah tersenyum lebar dengan perbuatan tercela yang
diperbuatnya. Moral yang baiklah yang kian hari kian menghilang dari pribadi
sebagian orang. Mereka mungkin memiliki pengetahuan yang baik. Akan tetapi,
apabila tidak diseimbangi dengan akhlak atau moral yang baik pula rasanya
kehidupan yang mereka jalani tidak akan berjalan dengan baik serta merugikan banyak pihak yang ada disekelilingnya.
Sebagai warga negara yang menempuh pendidikan, sudah
seharusnya menjadikan dirinya sebagai pribadi bukan saja memiliki pengetahuan yang
bagus, tetapi juga memiliki moralitas yang baik. Kedua hal tersebut
(pengetahuan dan moralitas yang baik) tentu harus dimiliki oleh setiap orang. Orang
yang berpendidikan serta bermoral tinggi tentunya memiliki sikap menghargai setiap
perbedaan yang ada dalam hidup kita. Sama halnya dengan semboyan negara Indonesia
yakni “ bhineka tunggal ika” yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua.
Sebuah
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa bumi ini hanya satu, sementara
manusia yang mendiaminya terdiri dari berbagai suku, agama dan etnis. Secara
konstitusional pemeliharaan keharmonisan hidup umat yang beragama dapat
terlihat dalam penegasan UUD 1945 pasal 29 merumuskan bahwa salah satu upaya
reformasi bidang kehidupan beragama adalah membina kerukunan antar umat
beragama serta pembentukan dan pemberdayaan jaringan kerja antar umat beragama.
Kerukunan
mengandung arti adanya kesadaran pada diri manusia untuk saling menerima
berbedaan yang ada dan saling menghargai masing-masing potensi yang ada pada
diri manusia tanpa mencela sehingga menimbulkan konflik yang dapat menyebabkan
ketidakrukunan hidup beragama. Kerukunan umat beragama mengandung tiga hal
penting yaitu pertama, kesediaan menerima adanya perbedaan keyakinan dengan
orang atau kelompok yang lain. Kedua, kesediaan untuk memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakininya. Ketiga, adalah
kemampuan untuk menerima perbedaan yang selanjutnya menikmati suasana
keharmonisan yang dirasakan orang lain ketika mereka mengamalkan ajarannya.
Jika kita melihat pada artikel Profesor A. Chaedar
Alwasilah yang berjudul Classroom
discourse to Foster Religion Harmony, beliau menyatakan bahwa sekolah dasar
merupakan faktor penting dalam membentuk serta mengembangkan siswa untuk hidup
sebagai individual, anggota masyarakat dan warga negara. Disinilah, keterampilan
tersebut diberikan dan kemudian dijadikan sebagai bekal untuk pendidikan yang
selanjutnya. Seperti telah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan Nasional, pasal 13 ayat 1 yang berbunyi “pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan
dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta
didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah”.
Artikel Classroom
discourse to Foster Religion Harmony juga menyatakan bahwa akibat dari
gagalnya sistem pendidikan yang ada di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik
sosial. Kehidupan bermasyarakat yang dijalani, tentunya tidak semudah apa yang
dibayangkan. Masalah-masalah pun sering sekali terjadi. Masalah sosial yang
sering terjadi disekolah seperti tawuran, bentrokan antar pelajar ataupun
bentuk radikalisme yang terjadi merupakan indikasi dari penyakit sosial. Hal
ini terjadi karena kurangnya kepekaan dan rasa hormat kepada orang lain dari
kelompok yang berbeda. Konflik sosial dan ketidakharmonisan beragama merupakan tantangan bagi para guru dalam
melakukan yang terbaik untuk mempersiapkan generasi selanjutnya sebagai warga negara
yang demokratis dengan karakter yang baik sebagaimana diatur dalam undang-undang sisdiknas.
Untuk mewujudkan warga negara atau generasi muda yang
demokratis, tentu kerukunan umat
beragama di sekolah harus ditanamkan pada usia sedini mungkin. Menurut Profesor
Chaedar bahwa di sekolah dasarlah guru dapat memupuk siswanya untuk dapat
menghargai perbedaan yang ada pada diri
mereka satu sama lain. Disinilah faktor penting seorang guru untuk mengawasi
siswanya hidup rukun serta harmonis dalam segala hal. Menurut penelitian
yang telah dilakukan bahwa anak di usia sekolah ternyata lebih memilih untuk
berinteraksi dengan rekan-rekan mereka. Disinilah mengapa pendidikan di sekolah
dasar merupakan dasar pembentukan karakter bagi mereka untuk hidup bersama
dalam perbedaan. Mengapa harus sekolah dasar? Hal ini dikarenakan, sekolah
merupakan lingkungan yang tepat untuk para siswa menghormati, membantu, berbagi
satu sama lainnya.
Siswa harus mampu menjaga hubungan baik. Hal ini karena,
apabila siswa tersebut tidak mampu menjaga hubungan baik dengan dengan rekan,
maka ia akan mendapatkan kerugian tersendiri. Terlebih hal ini pun akan
menyebabkan tingkat konflik sosial tertentu dalam masyarakat tertentu.
Contohnya yaitu konflik sosial antar etnis dan agama yang terjadi di daerah
Sambas (2008), Ambon (2009), Papua (2010) dan Singkawang (2010). Konflik sosial
ini akan terjadi lagi apabila tidak adanya penanganan yang tepat dan baik. Banyak
sekali bentuk radikalisme yang terjadi antar kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat. Pada kenyataannya perbedaan yang ada ternyata membuat tingkat
konflik sosial yang ada meningkat. Seperti perbedaan agama yang kerap sekali
terjadi di negara Indonesia. Inilah bukti ketidak harmonisan agama.
Oleh karena itu, peranan guru tentunya harus dapat
membuat atau mengajarkan siswanya agar dapat berinteraksi dengan sesama
temannya. Ini dapat dijadikan satu kegiatan rutinitas yang dilakukan oleh para
siswa. Dalam kegiatan ini siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lain melalui tugas-tugas kelompok. Disinilah siswa akan berlatih untuk
mendengarkan dengan seksama, berdebat dengan baik dan sopan, serta mampu menerima keputusan atau pun hasil
diskusi yang mereka lakukan. Ini merupakan persiapan bagi mereka untuk hidup
sebagai anggota fungsional dari suatu masyarakat yang demokratis.
Sebagai siswa sekolah dasar, anak-anak mungkin belum
mampu memberikan alasan informasi dan bukti dari argumen mereka. Tetapi mereka
bisa mengekspresikan kesepakatan atau ketidak sepakatan dengan cara yang sopan.
Selain itu siswa akan dapat percaya satu sama lain sehingga kata kompromi akan
dapat tercapai dengan cara yang baik.
Pendidikan yang ada tentunya bukan hanya sebuah penalaran
ilmiah saja, tetapi juga sebuah diskusi atau wacana sipil yang baik. hal ini
karena penalaran ilmiah sangat diperlukan dalam mengembangkan warga yang
intelektual, sedangkan sedangkan kompetensi berdiskusi atau berwacana sipil
yang baik sangat penting untuk menciptakan warga negara yang beradab.
Pendapat yang lain yang beliau sampaikan dalam artikel
yang berjudul Classroom discourse to
Foster Religion Harmony menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya
akan perbedaan suku, budaya, etnis, bahasa, maupun agama. Sama halnya dengan
pendidikan liberal yang harus mencakup pengetahuan etnis, agama dan minoritas
bahasa serta budayanya. Hal ini dapat didefinisikan bahwa pendidikan liberal
bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun kepada orang lain akibat adanya
adanya perbedaan satu sama lainnya. pada intinya adalah penempatan insan kamil
yaitu orang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan
atau petunjuk sebagai warga negara yang demokratis.
Kita harus menyadari bahwa pendidikan
adalah faktor yang mempengaruhi segala aspek dari kehidupan seseorang. Jika
menurut Profesor A. Chaedar Alwasilah pembentukan karakter seorang siswa berada
di sekolah dasar, tetapi sebenarnya berada di lingkungan keluarga. Keluargalah
yang merupakan lingkungan pertama pembentuk karakter seseorang. di lingkungan
keluargalah watak atau karakter anak mulai terbentuk dan nantinya akan
mempengaruhi perkembangan di masa depan. Di mata anak, orang tua (ayah dan ibu)
adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh karena
itu, ayah dan ibu harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya,
memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan anak dalam
batasan yang wajar. Anak akan bekerja secara optimal. Anak pun akan tumbuh
menjadi pribadi yang berkarakter dan tidak mudah larut oleh budaya buruk dari
luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik sebagai aset generasi penerus
bangsa di masa depan.
Orang tua yang bijaksana akan mengajarkan anak sejak dini
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Pada saat itulah pendidikan
karakter diberikan untuk mengenalkan anak akan perbedaan di sekelilingnya dan
memperlihatkan dalam tanggung jawab hidup sehari-hari merupakan sarana anak
untuk belajar menghargai perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter
di tengah masyarakat. Pada tahap ini, orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai
universal seperti cara menghargai orang lain, bersikap adil pada diri sendiri
dan orang lain serta bersedia memanfaatkan orang lain.
Kurangnya rasa kerukuanan antar umat beragama, etnis,
atau pun budaya memang akan selalu mengakibatkan konflik sosial di dalam
masyarakat sering terjadi. Menurut Sahirin (2011:87), akar masalah yang terjadi
akibat konflik sosial yang mengatasnamakan agama dapat dirumuskan menjadi empat
faktor. Faktor tersebut diantaranya:
1.
Frustasi sosial
(decremental deprivation) berawal dari berbagai harapan yang mantap dan
dianggap mudah diraih , tetapi dalam realitasnya justru bertolak belakang.
2.
Faktor media masa
yang ikut membangkitkan (akumulasi) kesadaran konflik. Sejumlah media masa
seringkali memberikan simulasi tumbuhnya kesadaran secara akumulatif lantaran
cenderung menyuguhkan berita yang sarat konflik sehingga terbuka kesempatan
bagi aktivitas kesukuan dan enterpreneur politik untuk memanfaatkan perasaan
tidak puas sebagai landasan politik mereka guna memperoleh dukungan massa.
3.
Faktor yang
potensial sebagai pemicu kerusuhan adalah kesalahan yang pernah dilakukan rezim
berkuasa dalam menerapkan kebijakan politik ekonomi.
4.
Agama dijadikan
sebagai kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan manufer politik, yang
menyebabkan posisi agama terseret pada political battle field yang menjadikan
agama sebagai kekuatan yang angker, menakutkan, bercitra teror, dan terang saja
ia akan menjadi faktor pemicu konflik.
5.
Lemahnya sistem
pengamanan. Skenario kelompok tertentu yang tidak jujur dan usaha balas dendam
akan kesulitan menjalankan terornya apabila sistem keamanan terpadu secara
solid.
Ada beberapa faktor yang perlu
dicermati sehubungan dengan terjadinya konflik sosial yang membonceng faktor
etnis dan agama di belakangnya. Pertama, kita harus menyadari bahwa gerakan
etnis merupakan sebuah gerakan yang muncul sebagai respon dari adanya proyek
moderenisasi yang berporos pada kapitalisme dan budaya manusia yang berdasarkan
pada teknologi modern, tatanan komunikasi dan informasi yang juga melahirkan
model baru homogenitas seluruh dunia..
Kedua
konflik etnis terjadi akibat rapuhnya institusi negara yang menaungi
kemajemukan masyarakatnya. Negara sudah tidak mampu lagi memberikan dan
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, sementara struktur alternatif yang
memuaskan belum tersedia. Ketiga, munculnya gerakan etnis dalam sebuah negara
disebabkan oleh kuatnya tekanan politik melalui isu demokratisasi, hak asasi
manusia, dan lingkungan hidup. Isu ini telah berhasil memberikan inspirasi
berbagai kelompok suku dan agama dalam sebuah negara.
Sebenarnya,
pendidikan pembentukan karakter adalah cara yang tepat untuk membangun atau
memupuk pribadi seseorang dengan baik. Bagi Indonesia
pada masa sekarang ini, pendidikan karakter juga
berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia
bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan
karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih
baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri,
tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa
tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa
semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan
optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, apakah Indonesia mampu ataukah tidak.
Theodore Roosevelt
mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a
menace to society” yang berarti mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak
dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat. Mengapa demikian?
Hal ini karena apabila kita hanya mendidik seseorang dengan ilmu (aspek
kecerdasan) saja maka yang akan ditimbulkan adalah perilaku yang dimilikinya
kurang baik. Ini merupakan acaman bagi orang tersebut. Secara tidak sadar orang
akan merasa tidak suka dan dirugikan oleh sikap yang dimilikinya.
Pada dasarnya
pendidikan merupakan aspek penting yang mempengaruhi kehidupan yang kita
jalani. Pendidikan ternyata memiliki peranan penting terhadap kemajuan suatu
bangsa. Apabila kita ingin mengetahui seberapa maju negara tersebut, hal itu
dapat dilihat dari kualitas serta praktek sistem pendidikan yang baik. sistem
pendidikanlah yang nantinya membuat negara Indonesia menjadi negara yang maju
dengan menciptakan generasi muda yang baik, bermoral serta berdaya saing
tinggi. Sebagai warga negara yang menempuh pendidikan, sudah seharusnya
menjadikan dirinya sebagai pribadi bukan saja memiliki pengetahuan yang bagus,
tetapi juga memiliki moralitas yang baik. dengan moralitas yang baik, maka
seseorang akan mampu menghargai setiap perbedaan satu sama lainnya.
Ketidakrukunan akibat adanya perbedaan merupakan dampak dari kurangnya pendidikan karakter dari pribadi mereka sendiri. Sebenarnya pembentukan karakter berada dilingkungan
keluarga. Keluarga yang merupakan lingkungan pertama pembentuk karakter
seseorang. di lingkungan keluargalah watak atau karakter anak mulai terbentuk
dan nantinya akan memengaruhi perkembangan di masa depan. Di mata anak, orang
tua (ayah dan ibu) adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh
anak-anaknya. Oleh karena itu, ayah dan ibu harus mampu memberi contoh yang
baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi
kebutuhan-kebutuhan anak dalam batasan yang wajar. Anak akan bekerja secara
optimal. Anak pun akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter dan tidak mudah
larut oleh budaya buruk dari luar sreta menjadi anak yang berkepribadian baik
sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.
Oleh karena itu, untuk menjadi negara yang maju bukan
saja memperbaiki ilmu pengetahuan serta teknologinya saja. Akan tetapi
memperbaiki moralitas yang diberikan dari pendidikan karakter yang ditanamkan
pada pribadi masing-masing. Pembentukan karakter ini sebenarnya ada pada
pendidikan informal yaitu pendidikan yang diberikan oleh lingkungan keluarga. Dimana
keluarga mengajarkan anak sejak dini untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Pada saat itulah pendidikan karakter diberikan. Oleh karena itu,
mengejar ketertinggalan kita untuk menjadi negara yang maju. Perbaikilah sistem
pendidikan yang meliputi ilmu pengetahuan serta moralitas anak bangsa. Jadikanlah
negara kita tercinta Indonesia menjadi negara yang berpendidikan dan beradab
atau bermoral tinggi.
REFERENSI
Harahap, syahrin. 2011. Teologi
Kerukunan. Jakarta: Prenada media.