Somethings Missing
By : Fithri Maulidah
Melihat
langsung hasil yang dibuat oleh tangan sendiri adalah satu kepuasan tersendiri,
meskipun hasil yang didapt besarnya tidak seberapa. Ada yang kecewa ada yang
bahagia, itulah kehidupan. Satu yang harus diingat dalam menuntut ilmu, yaitu
jangan pernah merasa puas begitu saja tetapi kita harus rakus pada ilmu yang
kita pelajari. Dalam penulisan critical review yang ke-2 kemarin rata-rata anak
di kelas kecewa dengan hasil yang didapatkan, termasuk saya, karena standard
nilainya sangat turun dari critical yang pertama. Mengkritik sejarah ternyata
tak semudah mengkritik sistem pembelajaran. Banyak sekali kesalahan pada
tulisan saya, salah satunya yaitu saya terlalu fokus pada sejarah mengenai
tokoh Columbus. Padahal sejarah tersebut bisa digabungkan dengan berbagai macam
aspek, seperti literasi sebagai praktek sosial.
Setelah
berbagai kelemahan dalam mengkritik sejarah, kami kemudian ditantang untuk
menulis mengenai pembongkar tokoh Columbus yaitu Howard Zinn, ini adalah
tulisan saya saat itu.
|
Menurut
Mr. Lala, dalam critical review yang
sudah ditulis masih banyak yang harus dikembangkan
lagi dalam tulisan saya, harus dikaitkan
dengan berbagai aspek yang telah dipelajari sebelumnya, apalagi literasi.
Seperti tak pernah lepas dengan literasi ini. Minggu
ini saya juga harus menulis mengenai
Howard Zinn, serta apa saja yang hilang dari dia dalam tulisannya. Menulis
akademik harus mempunyai tujuan yang fokus pada hasil tulisan untuk pembaca
tertentu, yang berhubungan dengan context, literacy, culture, technology, genre,
dan identity.
Intertextualitas adalah salah satu
teori yang digunakan oleh pembaca untuk mengetahui meaning dalam membaca karya
satra. Bakhtin’s notion of intertextuality suggests that discourses are always related to other discourses, both as they change over time and in their similarities at any point in time (Hyland:33). Masih dalam buku yang ditulis oleh
Hyland, Fairclough (1992: 117) membedakan Intertextuality menjadi dua jenis
yaitu manifest intertextuality dan interdiscusivity.
Manifest intertextuality melihat karya
sastra (text ) dengan cara menggabungkan text yang dibca dengan text lain atau
melalui kutipan, irony, paraphrase, dan lain-lain untuk menemukan meaning.
Sedangkan untuk interdiscusivity melihat satuan kaidah yang digunakan oleh
penulis dalam suatu tipe text atau genre dimana text tersebut berhubungan
dengan beberapa makna lembaga dan sosial.
Seperti yang
saya ketahui sebelumnya bahwa makna (meaning) bukanlah sesuatu yang ada pada
kata yang kita tulis dan dengan mudah disampaikan pada orang lain, akan tetapi
meaning tercipta karena adanya interaksi secara tidak langsung yang diciptakan antara
pembaca dan penulis. Context as a cluster of static variables that surround
language use, we have to see it as socially constituted, interactively
sustained and time bound (Duranti and Goodwin, 1992).
Menulis dengan literasi
tentu sangat jelas hubungannya. Literasi yang dikenal sebagai proses membaca
yang diimbangi dengan aktivitas menulis akan lebih mengembangkan pemahaman kita
mengenai tulisan yang kita buat. Menulis tanpa membaca tentu tulisan yang
dihasilkan tidak akan ada isinya. Scribner and Cole (1981: 236) put it: ‘literacy is not simply
knowing how to read and write a particular script but applying this knowledge for
specific purposes in specific contexts of use.’ It is worth considering the
role of literacy as it helps us to understand how people make sense of their
lives through their routine practices of writing and reading.
Menulis dan
budaya, dalam menulis sesuatu tentu penulis mempunyai cirri bahasa
masing-masing. Ciri bahasa tersebut berasal dari pengalaman penulis dengan
budayanya atau bahasa yang dihasilkan oleh pengalam penulis dalam membaca. Hal
tersebut adalah pilihan penulis dalam menulis
yang akan terlihat pada tulisan yang diciptakkannya. Zaman yang semakin
maju menuntut seseorang untuk berfikir lebih dengan berbagai technology yang
tercipta seiring perkembangan zaman. Maka untuk mendukung saya menjadi orang
yang literat, ssebagai mahasisiwi saya menyesuakan diri dengan penggunaan
teknologi yang ada.
Effects of
electronic technologies on writing, Change creating, editing, proofreading and
formatting processes, Combine written texts with visual and audio media more
easily, Encourage non-linear writing and reading processes through hypertext Links,
Challenge traditional notions of authorship, authority and intellectual Property,
Allow writers access to more information and to connect that information in new
ways, Change the relationships between writers and readers as readers can often
‘write back’, Expand the range of genres and opportunities to reach wider audiences,
Blur traditional oral and written channel distinctions, Introduce possibilities
for constructing and projecting new social identities.
Genre adalah
tipe komunikasi yang diciptakan oleh beberapa kejadian sosial yang biasa
terdapat dalam teks diciptakan oleh individu penulis sendiri. The social impact
of transferring genres into new contexts with different purposes (Freedman and
Adam, 2000). Identity refers
to ‘the ways that people display who they are to each other’ (Benwell and
Stokoe,2006: 6) jadi identity adalah sesuatu yang kita lakukan bukan sesuatu
yang kita miliki.
Untuk
kesimpulannya, setelah saya mengetahui berbagai macam kekurangan pada diri saya
sendiri maka saya harus mulai merubahnya sekarang juga. Saya mealihat banyak
sekali yang harus dilakukan dalam menulis, harus rajin, harus teliti, sabar,
serta tidak boleh asal-asalan dalam memberikan informasi yang dituliskan,
karena menulis adalah jalinan penuh makna yang tercipta antara penulis dan
pembaca. Tulisan yang berkualitas mempunyai effect yang sangat hebat pada
kehidupan seseorang dengan berbagai issue yang tercipta didalamnya. Dengan
berbagai pendekatan yang dilakukan oleh tulisan akan saling berkaitan dengan
context, literacy, technology, culture, genre and identity.