Class Review 5


Key Issues in Writing and Intertextuality
Author: Aulia Priangan

            Jeda diperlukan dalam setiap proses yang sedang kita tempuh. Pun demikian dalam hal mengerjakan tugas. Kita memerlukan spasi demi merasakan kembali kehidupan disekitar kita. Jeda menjadi momentum dimana kita menyulutkan kembali api semangat yang meredup dan kemudian menjaganya. Jeda menjadi momentum dimana kita menginsafi telah sejauh mana kita berjalan. Bernostalgia dengan usaha-usaha yang telah kita lakukan dan menyadari bahwa kita mampu melewati sebuah proses. Bahkan rangkaian kata yang indah dan memesona pun membutuhkan spasi agar dimengerti dan bermakna. Seperti yang ditulis Dee dalam bukunya yang berjudul Filosofi Kopi, “Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?”.

            Telah dua minggu berturut-turut kami dituntut untuk membuat critical review. Dua minggu lamanya pula ritual bernama bergadang tak pernah alfa. Oleh karenanya, Mr. Lala berbaik hati memberikan jeda kepada kami. Jeda dari jeratan tugas writing (critical review) selama satu minggu. Laksana mendapat door prize kami pun bersuka cita. Seminggu memang bukan waktu yang cukup panjang tapi itu cukup untuk membuat kami senang. Dan memang jeda tidak butuh waktu panjang. Ia hanya jeda dan hanya sekedar jeda. Jeda untuk memulai kembali sesuatu yang lebih dahsyat.
            Senin, 3 Maret 2014 merupakan pertemuan kelima kami dengan mata kuliah writing 4. Pada pertemuan Senin pertama di bulan Maret ini kami membahas mengenai Critical Review yang telah kami tulis sebelumnya. Ternyata ada banyak sekali kekurangan dalam penulisannya, mulai dari struktur yang belum tergambarkan secara jelas sampai ketidak jelasan benang merah dari critical review yang kami buat. Di sela-sela pertemuan kelima ini, terjadi fre writing mengenai Howard Zinn. Berikut merupakan hasil fre writing saya:
Most of historians are famous in the world. One of them is Howard Zinn. He is a historian that research history of America. Howard Zinn throws the facts about American’s history.
          American’s people or perhaps everybody in the world who conscious with history are familiar with Howard Zinn. His name becomes famous in the world because his reveal the history. His famous book which tells about the truth of history is A People’s History of United State. In that book, he tells everybody that Christopher Columbus does not discover America Continent.
            Menulis membutuhkan sebuah keahlian dan ilmu khusus. Layaknya membuat sebuah masakan, maka dalam menulis pun ada beberapa resep yang harus kita ikuti dan ketahui agar racikan kata dapat bermakna dan bercita rasa tinggi. Ken Hyland dalam bukunya yang berjudul “Teaching and Researching Writing” mengatakan ada 6 persoalan kunci dalam menulis. Persoalan tersebut adalah:


1.      Context
Menulis tidak bisa terpisahkan dari konteks. Hal ini karena dalam pemikiran tradisional tentang teks dan konteks, konteks dilihat sebagai “latar belakang yang terpisah dari teks, yang dalam peran jenis tertentu merupakan informasi tambahan yang bisa jadi bantuan dalam memahami teks tersebut. (Lehtonen: 2000). Makna dari sebuah teks tidak terletak di dalam kata yang dituliskan oleh sang penulis dan dikirimkan kepada pembaca atau seseorang. Akan tetapi makna tercipta dari interaksi antara seorang penulis dengan pembaca selama mereka merasakan teks dalam cara-cara yang berbeda, masing-masing menduga maksud/ tujuan dari yang lain. (Hyland : 2009). Dengan demikian terlihat jelas hubungan konteks dalam menulis.
Selain itu, Cutting (2002:3) mengusulkan ada tiga aspek utama dalam penafsiran konteks ini, yakni:
·         The situational context (Konteks Situasi): what people ‘know about what they can see around them’.
·         The background knowledge context (Latar belakang konteks pengetahuan) : what people ‘know about the world, what they know about aspects of life, and what they know about each other’.
·         The co-textual context (Co-Tekstual konteks) : what people ‘know about what they have been saying’.
Tiga aspek utama dalam penafsiran konteks di atas dapat diringkas dalam ide dari community atau komunitas. (Hyland : 2009)
            Halliday juga mengembangkan analisis konteks berdasarkan gagasan bahwa teks adalah hasil dari pilihan kata yang digunakan oleh penulis dalam sebuah konteks situasi tertentu (Malinowski, 1949). Berikut adalah dimensi konteks Halliday:
·         Fild: Refers to what is happening, the type of social action, or what the text is about (the topic together with the socially expected forms and patterns typically used to express it).
·         Tenor: Refers to who is taking part, the roles and relationships of participants (their status and power, for instance, which influences involvement, formality and politeness).
·         Mode: Refers to what part the language is playing, what the participants are expecting it to do for them (whether it is spoken or written, how information is structured, and so on).
Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan untuk kebutuhan sesuai dengan situasi di mana kita menggunakannya, dan register merupakan upaya untuk mengkarakterisasi konfigurasi menulis (atau pidato) yang membatasi pilihan penulis akan membuat dalam suatu situasi. Jadi, beberapa register berisi fitur cukup dapat diprediksi yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi korespondensi yang erat antara teks dan konteks.
2.      Literacy
Writing, together with reading, is a act of literacy: how we actually use language in our everyday lives. Modern conceptions of literacy encourage us to see writing as a practice rather than as an abstract skill separated from people and the place where they use texts (Hyland:2009). Dengan kata lain, konsep modern dari literasi adalah mendorong kita untuk melihat menulis sebagai praktek bukan sebagai keterampilan abstrak yang terpisah dari orang-orang dan tempat di mana mereka menggunakan teks.
3.      Culture
Budaya memiliki keterikatan dalam menulis karea nilai-nilai budaya kita tercermin dan dilakukan melalui bahasa, tetapi karena budaya juga membuat kita tersedia untuk pasti menggunakan cara mengorganisir persepsi dan harapan kami, termasuk yang kita gunakan untuk belajar dan berkomunikasi secara tertulis (Hyland : 2009).
4.      Tehnology
Dewasa ini teknologi telah berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut pula-lah yang menyebabkan seorang literate harus menguasi teknologi zaman sekarang. Berikut ini adalah pengaruh yang disebabkan oleh teknologi kepada bidang menulis:
·         Mengubah creating, editing, proofreading dan format proses.
·         Mengkombinasikan teks tertulis dengan media visual dan audio lebih mudah
·         Mengizinkan penulis mengakses informasi lebih lanjut dan untuk menghubungkan informasi itu dalam cara-cara baru
·         Memperluas berbagai genre dan peluang untuk mencapai pemirsa yang lebih luas
·         Memfasilitasi masuk ke komunitas wacana baru on-line (Hyland: 2009)
Perhaps the most immediately obvious, and by now very familiar, feature of computer-based writing is the way that electronic text facilitates composing, dramatically changing our writing habits. Commonplace word-processing features which allow us to cut and paste, delete and copy, check spelling and grammar, import images and change every aspect of formatting mean that our texts are now longer, prettier and more heavily revised. (Hyland:2009)
5.      Genre
Genre adalah istilah untuk mengelompokkan teks bersama-sama, mewakili bagaimana penulis biasanya menggunakan bahasa untuk menanggapi situasi berulang. Setiap genre memiliki sejumlah fitur yang membuatnya berbeda dengan genre lain: masing-masing memiliki tujuan tertentu, struktur keseluruhan, fitur linguistik tertentu, dan dibagi oleh anggota budaya. Bagi banyak orang itu adalah konsep intuitif menarik yang membantu untuk mengatur label akal sehat kita gunakan untuk mengkategorikan teks dan situasi dimana mereka terjadi. (Hyland : 2009)
6.      Identity
Dalam arti luas, identitas mengacu pada 'cara-cara orang menampilkan siapa mereka pada satu sama lainnya' (Benwell dan Stokoe, 2006: 6). Oleh karena itu identitas dipandang dikonstruksi oleh teks kita terlibat dalam dan pilihan bahasa yang kita buat, sehingga bergerak identitas dari pribadi ke ranah publik. Identitas itu adalah sesuatu yang kita lakukan, bukan sesuatu yang kita miliki. Hampir segala sesuatu yang kita katakan atau tulis, pada kenyataannya, mengatakan sesuatu tentang kita dan jenis hubungan kita ingin membangun dengan orang lain. (Hyland : 2009)

Setelah menguraikan mengenai key issues in writing, sekarang kita akan beranjak pada persoalan kunci lain. Persoalan kunci (key issues) yang akan dibicarakan adalah intertextuality. Intertextuality adalah unsur/ elemen dari sebuah teks yang mengambil maknanya dari sebuah referensi kepada teks yang lain, contohnya adalah mengutip, echoing atau linking (Hyland : 2009).

Bakhtin (1986) as cited in Hyland (2002): language is dialogic: a conversation between writer and reader in an ongoing activity. Gagasan Bakhtin mengenai intertextuality menunjukkan bahwa wacana selalu  terkait dengan wacana lain, baik saat mereka berubah dari waktu ke waktu dan kesamaan mereka pada setiap titik waktu. Ini menghubungkan teks-pengguna ke jaringan teks sebelum dan sebagainya menyediakan sistem pilihan untuk membuat makna yang dapat dikenali oleh teks-pengguna lain. Karena mereka membantu menciptakan makna yang tersedia dalam suatu budaya, konvensi dikembangkan dalam cara menutup interpretasi tertentu dan membuat orang lain lebih mungkin, dan ini membantu menjelaskan bagaimana penulis membuat pilihan retoris tertentu saat menulis (Hyland : 2009).
Fairclough (1992: 117) membedakan dua jenis intertekstualitas:
1.      Manifest Intertextuality: mengacu pada berbagai cara untuk menggabungkan atau menanggapi teks-teks lain melalui kutipan, parafrase, ironi, dan sebagainya.
2.      Interdiscursivity: menyangkut penggunaan penulis set konvensi ditarik dari jenis teks dikenali atau genre. Teks di sini kemudian berhubungan dengan beberapa makna kelembagaan dan sosial.

Pemaparan yang cukup panjang mengenai key issues in writing serta key issues in intertextuality. Dapat kita simpulkan bahwa menulis memerlukan banyak sekali bahan-bahan. Tak hanya membaca saja, tetapi konteks, literasi, budaya, teknologi, genre dan identitas juga ikut termasuk. Masing-masing hal tersebut membantu menulis menjadi evolusioner.
Konteks membantu menciptakan makna. Makna literasi tidak hanya sekedar kemampuan abstrak saja akan tetapi interpretasinya juga. Budaya juga mempengaruhi tulisan karena budaya tercermin dari tulisan. Teknologi juga mempunyai peranan penting dalam menulis. Dewasa ini zaman sudah makin canggih dan serba internet dan elektronik. Maka dari itu dalam menulis pun terjadi perubahan. Dewasa ini dikenal istilah blog untuk membagikan buah pikiran kita kepada khalayak ramai. Genre pun tak luput dalam menulis. Hal ini karena setiap teks yang kita ciptakan pasti tergolong kepada salah satu genre tertentu. Terakhir adalah identitas merupakan ciri kita dalam menulis. Identitas adalah hal yang kita perbuat bukan yang telah ada dalam diri kita. Pun sama halnya dengan intertextuality. Intertextuality juga berkaitan erat dengan menulis karena intertextuality adalah kemampuan menghubungkan referensi yang kita miliki dengan refensi yang pernah kita baca.
Menulis memang kegiatan yang kompleks karena melibatkan banyak sekali unsur-unsur di dalamnya. Tak heran menulis menempati strata tertinggi dalam aspek kemampuan berbahasa.

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment