Analisis
Kelas Cerminan Kerukunan
(By:
Alifah Rohmatilah)
Perjalanan
saya dalam akademik writing sudah menginjak pertemuan yang ke empat.
Rasa-rasanya sudah cukup lama perjalanan
saya meniti pelajaran akademik writing. Kemarin saya dan kawan-kawan membahas
tentang kerukunan beragama. Ternyata menciptakan kerukunan beragama dalam kelas
itu cukup rumit dan ternyata sudut pandang saya dan kawan-kawan telah melenceng
jauh atau kata Mr. Lala salah gerbong.
Mr.
Lala telah meluruskan ketersesatan saya dan kawan-kawan dalam wacana kelas ini.
Dalam critical review yang saya bahas, saya menekankan pada aspek pendidikan
agama dan pendidikan kewarganegaraan di sekolah dasar. Kebanyakan kawan-kawan
juga melihat sudut pandang yang dipahami adalah pendidikan yang kurang efektif.
Saya pikir memang seperti itu menurut kacamata saya, memandang kasus-kasus yang
terjadi seperti tawuran anak sekolah, kerusakan tempat ibadah, dan yang lainnya
merujuk pada factor pendidikan Indonesia yang tidak terorganisir dengan baik.
.
Namun, Mr. Lala sudah meluruskan bahwa yang menjadi sorotan utama dalam artikel
pak Chaedar itu “Classroom Discourse”. Classroom discourse ini mengacu pada pertanyaan “Bagaimana
menciptakan toleransi di dalam kelas?”. Menurut beliau l;’,classroom discourse
ini sangat complicated, karena dalam classroom discourse ini tidak melihat
hubungan guru dengan murid. Akan tetapi hubungan ini dimulai dari interaksi
(komunikasi atau berbicara). Untuk membangun interaksi ini, ada beberapa
komponen yang menjadi persoalan penting, antara lain:
1. Background
2. Communicative
Strategies
3. Goal
4. Values
Pertama, cara
untuk mendekati interaksi sebagai guru
mengetahui latar belakang setiap siswanya. Dalam satu kelas bisa jadi
bermacam-macam latar belakang yang berbeda mulai dari agama, budaya, dan
gender. Di sini guru dituntut untuk bagaimana menyatukan perbedaan siswanya
yang multikultur.
Kedua,
communicative strategies adalah cara untuk mendekati interaksi. Komunikasi Strategies yang harus dibutuhkan
oleh seorang guru dalam kelas. Untuk membangun sebuah interaksi menggunakan
strategies seperti berkomunikasi, bahasa yang digunakan harus sesuai dengan
context sekolah atau ingkungan pendidikan. Selain itu, mengefektifkan metode
pembalajaran seperti diskusi adalah satu-satunya untuk membangun kerukunan.
Ketiga, goal
(tujuan) dari classroom ini adalah menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan
harapan. Dalam context seperti ini semuanya harus berpartisipasi satu sama
lain, baik itu guru atau siswa. Menurut Barnes (coulthard, 1977) siswa harus
berani berpartisipasi seperti mengemukakan pengetahuan dan pengalaman mereka.
Selayaknya pertanyaan guru mengarah kepada stimulai berpikir siswa daripada
pemberian informasi factual kepada siswa. Oleh karena itu, agar terciptanya
kerukunan yang utuh di dalam kelas, peran guru adalah mengarahkan siswanya
seperti ketika guru memberikan pertanyaan atau ketika diskusi sedang
berlangsung.
Ke empat, values
(ideologies) juga menjadi salah satu komponen untuk mendekati interaksi.
Setiap kegiatan belajar khususnya untuk
masing-masing mata pelajaran didalam kelas pasti mempunyai aturan main
ketia kegiatan berlangsung. Aturan itu
akan menyangkut dengan nilai-nilai seperti disiplin waktu, disiplin dalam tatak
rama,dan keaktifan setiap individu yang menyangkut tiga ranah diantaranya kognitif,
afektif, dan psikomotor. Di sini pula
akan dibentuk meaning making practice.
Komponen-komponen
diatas merupakan cara untuk membangun wacana kelas. Serta sebagai seorang guru
harus bisa menjalankan komponen-komponen di atas. Menurut Betsy Rymes (2008), untuk memulai
analisis kelas ini adalah mendekati tiga dimensi yaitu social-context,
interaksi konteks, dan individual. Social contex ini adalah faktor-faktor
social diluar klangsung interaksi pengaruh bagaimana kata-kata berfungsi dalam
interaksi. Interaksional konteks
adalah pola berurutan atau lainnya dalam pembicaraan dalam sebuah interaksi
yang mempengaruhi apa yang kita bisa dan tidak bisa mengatakan, dan bagaimana
orang lain menafsirkannya dalam wacana kelas (misalnya dalam situasi seperti
apa kata “dude” dalam interaksi? Sebuah ucapan?sebuah pujian? Efek apa yang aka nada di seluruh
interaksi?). lembaga
individu adalah diinterpretasikan dalam interaksi (misalnya, kapan dan dan
mengapa seseorang memilih untuk menggunakan Bung dan untuk apa tujuan? Berapa banyak
dampak bisa mengontrol individual?).
Guru
hendaknya melaksanakan dua aspek interaksi di dalam kelas, yaitu:
1. Guru
memikirkan cara siswa berpartisipasi dan guru itu sendiri memandu system
komunikasi seperti memberi interaksi untuk berbicara secara bergiliran. Selain
itu guru juga tidak lepas untuk membantu mengembangkan topic.
2. Guru
juga mengajukan pertanyaan yang minta siswa memberikan informasi, bernalar, dan
bersosial.
Dalam
wacana kelas ideology juga menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Lewat interaksi
dalam diskusi misalnya, disana mereka akan mengetahui aturan untuk berbicara
seperti apa dengan oleh guru. Disana juga terjadi partisipasi antar siswa untuk
saling mengeluarkan pendapat. Siswa akan mengerti dan saling menghargai. Oleh karena
itu, wacana kelas akan sangat membantu dalam menjaga kerukunan di dalam kelas.