Lahirnya
Budaya Harmonisisasi
By : Apif Rahman Hakim
Mengagumkan! Ya, itulah ungkapan yang pantas kita ucapkan
umunnya untuk kita khususnya untuk saya secara pribadi karena pada pertemuan
ini kita telah membuat satu Mahakarya lag yang akan membuat mahasiswa di
perguruan tinggi manapun iri yaitu dengan hadirnya Critical Review. Berawal dari critical review kita dituntut
untuk membaca dan mencari sumber bacaan sehingga terlahirlah gagasan-gagasan baru
yang dapat kita hasilkan.
Pada
hari senin, 24 Februari 2014 adaah pertemuan keempa di mata kuliah Writing yang
diampu oleh Mr. Bumela. Seperti biasanya beliau memberi kita sajian
khusus sebagai bekal untuk kita, tetapi dari salah satu slide power point yang
ditampilkan oleh Mr. Bumela ada yang
membuat saya sempat “ tercengang”
yaitu tentang “what my lecturer says”
Di
dalam slide tersebut mengandung beberapa kalimat ynag ternyata itu selalu di
alami oleh saya atau bahkan oleh teman-teman yaitu tentang “kesendiriaan”. Dimana
disana tersirat bahwa ide-ide akan muncul dan datang jikalau suasana sekitar
sunyi, riuh dan hiruk-pikuk dan itu selalu dialami oleh saya ketika saya sedang
dikamar mengerjakan tugas-tugas kuliah yang benar-benar meresap kedalam jiwa. “berkariblah
denga sepi karena ada penemuan dari apa yang dalam riuh gelisah dicari”.
Setelah
Mr. Bumela selesai menyampaikan sajian
khusus, barulah disitu kita memulai pekerjaan yaitu dengan mengecek hasil kerja
kita yang dituangkan dalam Critical Review.
Setelah kurang lebih 20 menit Mr.
Bumela memberikan waktu untk kita mengecek hasil kerja kita barulah
setelah itu beliau menanyakan kepada beberapa mahasiswa dikelas PBI A bagaimana
dengan hasil kinerja kalian yang dituangkan dalam sebuah mahakarya? Apakah sudah menjurus atau mengarah sesuai
dengan yang dihaarapkan ataukah belum?
Ternyata
oh ternyaa apa yang saya harapkan tidak berjalan 100% dan itu bukan hanya
terjadi pada diri saya melainkan pada mahasiswa lain bahkan kelas lain. Saya terjebak dengan hanya fokus terhadap
dunia pendidikannya saja sehingga itu semua melebar dan imbasnya paper yang
saya tulis kebnyakan membhas tentang dunia pendidikan yaitu “ Pendidikan umum dan Pendidkan Liberal”
dimana kedua pendidikan tersebut banyak diperdebatkan atau bahkan
dipertentangkan diberbagai pihak dan kalangan.
Sebenarnya
yang diharapkan oleh Mr. Bumela adalah
lebih menyentuh ke arah classrooom
discourse dan religious harmony. Tetapi
sebenarnya pada paper saya sudah menyinggung tentang classroom discourse dan
religious harmony dimana saling toleransinya antar umat beragama sampai terjadi
nsuatu hubungan yang diharapkan yaitu harmonis.
Apa
sebenarnya yang dimaksud dengan classsroom discourse dan religious
harmony? Seperti apa yang telah dikatan
oleh Mr. Bumela bahwa yang dimaksud
dengan classroom discourse adalah bersifat suci. Suci disini berarti tidak semua dan bahkan
tidak sembarang orang bisa masuk kedalam suatu perkumpulan formal dan
resmi. Ada dua kriteria classroom
discourse, yaitu teks dan konteks. Di
dalam hal kontek itu bersifat formal karena terkait dengan peraturan-peraturan
dan ketentuan-ketentuan tertentu.
Disamping
itu classroom discourse selain bersifat suci juga bersifat complicated yang
berarti bahwa adanya rangkaian interaksi-interaksi yang berbeda dan imbasnya
terkadang muncul berbagai perbedaan-perbedaan yang meliputi :
1.
Background
( bahasa, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain.lain)
2.
Communicative
Strategis
3.
Goals-Driven
4.
Values
Dimulai
dari background terdapat perbedaan dalam suatu classroom dicourse tentunya
angat dipengaruhi oleh latar belakang
(background) yang dibawa oleh masing-masing individu seperti ; bahasa, budaya,
ekonomi, penddikan dan masih banyak yang lainnya. Seharusnya kita sadari dan perhatikan ialah
dari perbedaan latar belakang tersebut seringkali memicu kecemburuan sosial
yang mengakibatkan konflik pada suatu kelompok atau pada wilayah tertentu.
Setelah
kita berada di dalam suatu perkumpulan yang berbeda latarbelakang disinilah
cara kita untuk memulai berkomunikasi dengan satu sama lainnya dan menjalin
hubungan komunikasi yang baik dengan cara orang-orang disekitar kita bisa
merasakan kehadiran kita dengan tenang dan nyaman agar kita bisa menjalin
komunikasi yang baik dengan sesamanya . Chester Barnard menulis
“fungsi eksekutif
pertama adalah mengembangkan dan
memelihara system komunikasi” (1938:82).
Pernyataan Barnard ini
terbukti, dalam penelitian
atas para pimpinan
dari seratus perusahaan terbesar
di Amerika, 96%
percaya bahwa ada “hubungan yang pasti” antara komunikasi
dan produktivitas pekerja (Lull etal., 1955). Penjelasan singkatnya seperti ini,
ketika kita bersosialisasi di dalam masyarakat maka yang harus kita punya
adalah cara bersosialisasi dan berinteraksi yang bagus. Bagus yang seperti
apa? Dikatakan bagus ketika orang-orang
di sekitar kita bisa menerima kita dengan baik serta nyaman akan kehadiran kita
di sekitar mereka. Di dalam class discourse juga dibutuhkan strategi komunikasi
yang baik agar bisa tercapainya tujuan keberhasilan belajar di kelas.
R
Wayne Pace, Brent.
D. Petersen dan
M. Dallas Burnett
dalam bukunya “Theniquet
for Effective Communication” menyatakan
bahwa tujuan sentral dari strategi komunikasi adalah :
a) To secure understanding:
komunikan mengerti pesan yang disampaikan.
b) To establishes acceptance:
pembinaan kepada penerima setelah pesan dimengerti dan diterima.
c) To motivation action: memotivasi kegiatan
organisasi.
Setelah kita mempunyai suatu hubungan atau komunikasi yang
baik disinilah tahap kita selanjutnya untuk mencapai tujuan kita (Goals-Driven). Goals berarti suatu usaha pencapaian yang
kita capai dalam sebuah classroom discourse seperti dalam hal psikomotorik, kognitif serta afektif. Tujuannya adalah memajukan impa kita kedalam
suatu pencapain yng berhasil mencapai kesuksesan dalam hidup kita agar maju
jauh didepan sana dengan menjunjung tinggi budaya literasi.
Kemudian setelah semuanya tercapai dari muali background,
communicative strategis dan goals-driven barulah kita mencapai puncak yang
sudah tak sabar kita tunggu yaitu “values”. Dimana makna values ini adalah nilai-nilai norma
yang kita perolah selama proses belajar sehingga itu bisa membuat perbedaan
pada diri kita yang nantinya akan berdampak pada perubahan karakter, norma dan
lain-lain yang mengacu kepada hal positif yang bisa membuat kita berfikir
dewasa dan kritis dalam menghadapi suatu masalah sehingga solusi atau jalan
yang kita ambil pun bijak.
Jadi, pada titik fokus utamanya yaitu hubungan antara
classroom discourse dengan religious harmony akan muncul jika saling melengkapi
satu sama lainnya dan akan menciptakan suatu hubugan yang harmoni pada
classroom discourse. Setelelah
tercapainya point-point seperti background,
communicative strategis, goals dan values
maka tidak menutup kemungkinan akan terciptanya sebuah hubungan yang
berkharisma dan berharmoni yaitu yang selalu kita cita-citakan dalam ruhul
jihad kita belajar yakni terciptanya Religious Harmony.