Salah Pemahaman
(by Dewi Patah Andi Putri)
Seperti dihipnotis writing.
Apa pun dan dimana pun selalu teringat writing. Writing mulai menghatui hari-hari saya. Hingga kini pun, writing masih menjafi
trending tropic dikalangan mahasiswa PBI.
Hot news saat ini talk lepas dari kata writing
Senin 24 februari 2014, ini ke empat kalinya kami bernaung di
writing. Tak ketinggalan pula pelatih
team kami, Mr.Lala Bumela yang selalu mengarahkan kami untuk menjadi
champion. Kecerahan pagi ini seolah
mendukung kami untuk berburu ilmu writing.
Well, kita move ke materi…
Kali ini kita berbicara classs room discourse, yang mana ini
terkait dengan tugas critical class review.
Class room discourse ini merupakan pembelajaran dengan metode diskusi
dalam kelas. Sedangkan pendidikan
liberal merupakan pendidikan yang diniati untuk memperluas wawasan (maha)siswa,
tidak sekedar pelatihan teknis dan professional.
Tantangan terbesar bagi pendidikan liberal adalah sejauh mana
pendidikan liberal mampu menanamkan prinsip.
Prinsip pendidikan agar lulusan siap mengahadapi dunia. Rosovsky (1990) menyebutkan lima indicator
standar pendiidikan liberal yang dimilki ole jebolan S-1 di AS yaitu:
Ø Mampu berpikir dan menulis secara jelas dan efektif atau mampu
berpikir kritis.
Ø Mampu mengapresiasi secara kritis, cara kita memperoleh pengetahuan
dan memahami alam semesta (yakni menguasai dasar-dasar metode matematika dan
eksperimen dalam pengetahuan fisika dan biologi)
Ø Tidak buta ihwal budaya-budaya asing.
Ø Memiliki pengetahuan dan pengalaman memikirkan persoalan moral dan
etika.
Ø Memiliki pengetahuan mendalam dibidang tertentu seperti keahlian.
Pada tugas critical review kita kali ini, membahas tentang
Classroom discourse dan Religious harmony.
Context dalam Classroom discourse yaitu bersifat formal, karena
classroom discourse terjadi didalam kelas.
Classroom discourse juga bersifat complicated, karena dalam
classroom discourse terjadi interaksi dan kemudian berujung dengan talk. Ketika kita berinteraksi, ini bersifat
complicated karena interaksi menyebabkan beberapa perbedaan, seperti :
Ø Perbedaan Backgound
Backgroun
jelas sangat berbeda antara satu dan yang lain, seperti dalam language,
education, culture, habit, karena dalam satu kelas tidak semuanya berasal dari
daerah yang sama.
Ø Communication Strategi
Setiap
orang memiliki communication strategi yang berbeda-beda.
Ø Goals
Walaupun
dalam pendidikan semua orang mempunyai goal yang sama yakni, untuk meraih
cita-citanya, namun disamping itu mereka mempunyai goals yang berbeda.
Ø Values (disiplin dan ideologies)
Disinilah
terjadi meaning-making practice, karena adanya negosiasi.
Kemudian Religious harmoni.
Dalam religious harmoni adanya sifat toleransi. Yang mana toleransi adalah rasa saling
menghargai satu sama lain. Rasa
toleransi sangat diperlukan khusunya keharmonisan beragama, karena sebagaimana
kita ketahui bahwa didunia ini tidak hanya ada satu agama.
Toleransi dalam religious harmoni ditandai dengan cara kita harus
menghargai kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan, misalnya saja cara mereka
beribadah. Dalam pendidikan di Sekolah
Dasar toleransi dalam religious harmoni perlu ditanamkan. Misalnya, kita memperkenalkan agama-agama dan
tempat ibadahnya. Sehingga mereka
mengetahui perbedaan antar agama.
Lalu dalam religious harmoni, juga harus adanya character
building. Character building sangat
diperluan, karena untuk menumbuhkan rasa saling menghargai satu sama lain
khusunya menghargai kelompok yang berbeda,
Character building harus ditanamkan dan diajarkan sejak dini, misalnya
pada saat di Sekolah Dasar, dengan demikian seseorang akan mempunyai pribadi
yang toleran karena sejak dini ia mengenal rasa toleransi, sehingga karakter
menghargai antar kelompok yang berbeda tertanam dengan sendirinya.
Pada tugas critical review yang pertama, saya merasa banyak
kekurangan. Karena pada tugas tersebut
saya menghilangkan topic yang seharusnya dikuak yakni mengenai classroom
discourse. Pada tugas critical review
tersebut, saya salah memahami teks. Saya
juga menulisakn conten yang belum spesifik , sehingga ini menyebabkan saya
memasuki gerbong yang salah.
Dalam tugas tersebut, saya belum membahas classroom discourse
melainkan saya lebih membahas mengenai pendidikannya. Kemudian yang paling banyak saya bahas yaitu
religios harmoni. Saya lebih banyak memasukan
konflik-konflik ketidak harmonisan dalam beragama yang pernah terjadi di
Indonesia. Namun saya tidak mengaitkan
hubungan ketidak harmonisan antar agama tersebut dengan topic besar kita
(classroom discourse).
Jadi, pertemuan ke empat ini membahas tentang topic yang berkaitan
dengan tugas critical review pertama kami yakni mengenai classroom discourse
dan religious harmony. Classroom
discourse ini sangat penting dalam pendidikan, karena disini akan terjadi
negosiasi yang menyebabkan setiap individu mengungkapkan argumennya. Lalu pendidikan liberal pun sangat diperlukan
juga karena pendidikan liberal dimaksudkan untuk menjadikan menusia seutuhnya.