Class Review 4





Powerful Reader: Good Critic
(By: Evi Alfiah)

“Berkariblah dengan sepi”, merupakan untaian kata yang pas untuk menggambarkan setiap penulis.  Untaian kata-kata dari Mr. Budi Hermawan ini terasa menyentuh hati para pembacanya yang memposisikan dirinya sebagai seorang penulis.  Seorang penulis yang haurs berteman dengan sepi agar senantiasa mendapat ide-ide brilian untuk tulisannya.  Karena dalam sepi, ide-ide berterbangan bagaikan sekumpulan laron yang mengerumuni sang lampu yang berpijar.
Senin, 24 Februari 2014, memulai hari dengan Mata Kuliah Writing and Composition 4 bersama Mr. Lala Bumela di kelas TBI-A.  hari ini merupakan pertemuan untuk kesekian kaliya di mata kuliah ini.  Pada pertemuan kali ini, Mr.Lala masih mencoba member semangat kepada mahasiswanya agar lebih giat dan serius lagi dalam mengikuti mata kuliah ini.  Beliau masih membahas tentang menulis. 

Mr. Lala mengungkapkan bahwa menulis seperti meditasi.  Pernyataan tersebut memang benar adanya.  Menulis adalah seperti meditasi, meditasi untuk mendengarkan suara hati.  Menulis dengan mendengarkan suara hati, akan menjadikan sebuah tulisan yang penuh kerendahan hati dan ketulusan, karena ia tidak terkontaminasi oleh keegoan diri.  Dengan kemampuan otak yang pas-pasan dan mudah cepat panas serta gampang pening, untuk itu menulis dengan suara hati adalah cara yang baik untuk menghadapinya.  Dengan cara seperti itu, penulis dapat dengan nyaman menulis dan menemukan ide-ide sekecil apapun bisa menjadi tulisan yang bermanfaat besar, karena hal itu dapat menginspirasi penulis itu sendiri.
Dalam kasus menulis, Mr. Lala ingin mempelopori para mahasiswa-mahasiswa yang berkualitas di IAIN Syekh Nurjati.  Beliau ingin membuat perubahan di Institut ini.  Langkah beliau dimulai dari Jurusan Tadris Bahasa Inggris yang mahasiswanya beliau latih untuk menjadi mahasiswa yang berkualitas khususnya dalam bidang menulis (Literasi).  Jurusan Tadris Bahasa Inggris ini merupakan Master Piece-nya IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Untuk menjadi penulis yang hebat dan powerful reader adalah tantangan yang cukup sulit untuk dihadapi oleh mahasiswa semester 4 dalam mata kuliah writing 4.  Mahasiswa diinstruksikan untuk mengkritik sebuah wacana yang dibuat oleh Prof. Chaedar Alwasilah yang dipublikasikan di Jakarta post, Oktober 22, 2011.  Wacana ini berjudul Classroom Discourse to Foster Religious Harmony.  Wacana ini menceritakan tentang pendidikan yang ada di dalam kelas merupakan suatu cara untuk menjaga keharmonisan beragama.  Wacana ini berfokus pada classroom.  Sebagai kritikan, wacana ini dapat dikritisi bahwa peran kelas adalah sangat penting karena kelas dianggap sebagai inti dari pendidikan yang ada.  Di dalam kelas terdapat interaksi antarsiswa yang berasal dari bermacam-macam perbedaan.
Sangat penting dalam menciptakan interksi yang baik di dalam kelas.  Interksi ini didasari oleh bermacam-macam perbedaan, seperti perbedaan budaya, bahasa, bahkan agama, maka muncullah strategi komunikasi untuk menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut demi terciptanya relasi yang baik antar sesame pelajar yang dibawanya ke dalam interaksi di masyarakat.
Dari perbedaan-perbedaan yang ada, pendidikan sangat berperan penting dmi mengontrol perbedaan tersebut.  Mr. Lala megungkapkan bahwa lembaga pendidikan yang paling baik adalah rumah dengan pendidiknya yaitu orang tua.  Rumah merupakan dunia pertama yang dikenal oleh seseorang sebelum yang lainnya dan orang tua adalah orang yang pertama dikenal dibandingkan yang lainnya.   Peran orang tua menjadi sangat penting untuk mencetak karakter seorang anak.  Jika di rumahnya baik, maka anak tersebut di luarnya akan baik pula begitupun sebaliknya jika kondisi di rumah tidak baik, maka anak akan kurang baik di luarnya/ dengan masyarakat.
Kritikan mahasiswa TBI-A tentang wacana Classroom Discourse to Foster Religious Harmony kemaren rupanya kurang memenuhi target.  Para mahasiswa banyak yang terkecoh pada Religious Harmony padahal yang harus dikritisi adalah tentang Classroom Discourse-nya.  Mahasiswa juga banyak yang mengurai tentang system pendidikan untuk membangun keharmonisan.  Mereka kurang menyentuh bagian classroom-nya yang mana ini adalah titik focus yang sangat krusial.  Ketika sudah sukses membahas tentang classroom discourse, barulah beranjak pada pembahasan religious harmony, karena semua berawal dari kelas untuk mempertahankan keharmonisan beragama serta perbedaan lainnya.
Berbicara mengenai agama, Mr. Lala juga membahas tentang pemurtadan di Indonesia yang ditulis dalam bukunya Irena Handono.  Irena Handono ini merupakan seorang ustadzah asal Indonesia.  Terlahir dari keluarga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik taat.  Irena mendalami ilmu agama sejak dini.  Dia merupakan seorang ahli agama dengan kuliah di sebuah Institut Filsafat Teologio.  Kemudian pada tahun 1983 ia memutuskan untuk masuk Islam karena mempelajarinya dan tertarik.  Ustadzah Iren kini aktif dalam lembaga-lembaga Islam diantaranya ICMI dan mendirikan Irena Center dengan diketuainya.
Irena Handono menyatakan bahwa pemurtadan agama merupakan tindakan yang jahat dan harusnya mendapat hukuman yang berat tidak hanya seorang koruptor saja yang disebut penjahat.  Irena mendukung kutipan dari karya Robert Morey halaman 325.  Robert Morey dalam bukunya The Islamic Invitation menyebut tentang perkembangan pesat agama Islam di Eropa Barat.  Namun, jika dilihat di Indonesia, Islam justru menurun drstis dibandingkan dengan negar-negara Eropa.  Pemurtadan agama di Indonesia ini merupakan kejahatan yang dinilai oleh ustadzah Iren.   Beliaupun sering mengadakan seminar-seminar tentang pemurtadan di Indonesia demi menyampaikan dakwahnya agar tidak mudah dipengaruhi oleh kemurtadan.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menulis, kita harus bisa menjadi powerful reader agar kita dapat mengeritik sebuah tulisan yang telah ada serta menciptakan tulisan yang baru.  Menulispun butuh suasana yang mendukung agar hasilnya maksimal.
  
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment